Ada tiga peristiwa penting pada Juni dan Juli bagi masyarakat Indonesia, yaitu pergelaran Piala Dunia 2014, Pemilihan Presiden 2014 pada 9 Juli, dan Ramadan, yang dimulai 29 Juni hingga Idul Fitri 1435 Hijriah.
Rutinitas pemilihan presiden diadakan lima tahun sekali, piala dunia per empat tahun dan Ramadan serta Idul Fitri setahun sekali. Ketiganya yang menarik adalah ritual tahunan berupa kenaikan harga pada Ramadan hingga menjelang Lebaran. Salah satu pemicu kenaikan harga adalah pada saat bersamaan sebagian masyarakat membeli produk untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadan dan menyambut Idul Fitri.
Hampir semua komoditas laris manis terjual. Harga-harga umumnya menguat, termasuk komoditas yang jadi kebutuhan pokok masyarakat. Bahkan mereka pun tak pedulikan isi keranjang belanjanya yang kurang dari biasanya atau mereka membeli komoditas dengan nilai uang yang sama tapi jumlah yang didapat lebih sedikit.
Pun demikian dengan sebagian orang yang memanfaatkan momentum ini untuk mengeruk keuntungan demi kepentingan perut sendiri. Yang penting mendapatkan untung besar, nasib konsumen yang berpenghasilan terbatas, petani, dan peternak produsen pun terabaikan.
Bahkan kalangan berpenghasilan terbatas pun harus rela lebih keras membanting tulang agar bisa menjangkau harga pembelian kebutuhan bahan pokok yang makin membubung jelang Lebaran.
Tak tinggal diam, pemerintah telah mengantisipasi ini sejak sebelum harga merangkak naik dengan menerapkan berbagai jurus dan strategi menghadapi kemungkinan yang akan terjadi. Strategi ini populer dengan sebutan Operasi Pasar (OP) yang dilakukan dengan menyiapkan pasokan berbagai keperluan pokok yang dibutuhkan masyarakat, menjamin distribusinya, dan menstabilkan harganya agar bisa menahan laju kenaikan harga. Tujuannya supaya masyarakat berpenghasilan terbatas dapat mengakses komoditas yang dibutuhkan tersebut terutama yang mengalami kenaikan harga.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan operasi pasar dilakukan untuk menjaga persepsi pasar dan dilakukan bukan setelah harga naik, tapi sebelum harga naik guna menjamin para pedagang tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Berbagai kebutuhan masyarakat, seperti beras, gula pasir, minyak goreng dan tepung terigu, ayam, telur, daging, dan olahan ikan telah disiapkan untuk OP. Tentunya, komoditas kebutuhan masyarakat ini dijual lebih murah dibandingkan barang sama yang dijual di pasar bebas.
Juga dengan menggelontorkan komoditas kebutuhan masyarakat saat Ramadan dan menjelang Lebaran bisa terjadi keseimbangan antara permintaan dan pasokan. Namun demikian pemerintah tidak seharusnya terlalu mengendalikan harga komoditas yang dibutuhkan masyarakat ke arah harga terlalu rendah tapi dengan memberikan batasan harga tertentu.
Walhaisl, petani, peternak, dan nelayan yang memproduksi beberapa kebutuhan bahan pokok semacam telur, daging, sayuran, dan ikan tidak sampai merugi. Sebab mereka juga berharap bisa merasakan keuntungan menjelang Lebaran, sementara konsumen tak dirugikan dengan harga mahal. Jadi masih ada keseimbangan antara penghasil komoditas pangan dengan konsumen hasil dari peternak, petani, dan nelayan.
Selain itu, target konsumen dalam OP harus lebih spesifik terutama untuk masyarakat yang termasuk dalam kelompok berpenghasilan terbatas yang langsung terimbas oleh kenaikan harga ini. Yang seringkali terjadi, OP dilakukan secara terbuka, jadi siapa saja bisa membeli produk tersebut. Harusnya dalam OP ini juga menargetkan pada masyarakat yang berpenghasilan terbatas atau masyarakat yang tidak mampu untuk bisa mengakses OP itu sendiri.
Perlu diingat pula pada pelaksanaan OP selama ini hanya mengacu pada terganggunya pasokan dan permintaan. Padahal kenaikan harga adalah sesuatu yang sangat pelik dan melibatkan berbagai hal seperti rantai pasok, struktur pasar yang distortif, biaya distribusi dan logistik di Indonesia tercatat paling mahal yang berakibat pada harga satuan barang tersebut.
Selain masyarakat, instansi yang terkait selain memantau kenaikan harga menjelang Idul Fitri juga harus memantau distribusi pasokan. Juga lembaga terkait lainnya perlu mempersiapkan alternatif jika terjadi gangguan distribusi yang dikarenakan bencana alam dan kendala infrastruktur.
Pemerintah pun harus menindak tegas kepada orang per orang ataupun perusahaan yang berusaha melakukan penimbunan komoditas yang dibutuhkan masyarakat. Sebab pengamanan pemerintah ini tentu jadi pegangan masyarakat untuk tidak mengkhawatirkan ketersediaan pasokan kebutuhan sepanjang Ramadan dan menjelang Idul Fitri. Jadi, masyarakat pun tidak perlu melakukan aksi borong yang berlebihan. Sebab dengan keamanan stok yang dimiliki pemerintah saat ini, pemenuhan kebutuhan masyarakat sepanjang bulan puasa dan menjelang Lebaran akan terjaga dengan baik.Juga dengan kelancaran distribusi pasokan ini tentu stabilitas harga di tingkat konsumen juga diharapkan terjaga dengan baik.
Tri Mardi Rasa