Akhir minggu ini, umat muslim di Indonesia mulai memasuki Ramadan. Bulan ini sampai Juli dinanti-nanti karena mendatangkan berkah bagi siapa saja. Baik berkah secara rohani maupun materi yang bagi pelaku agribisnis adalah laba. Baik peternak, pedagang hewan ternak, maupun industri peternakan yang menyediakan daging. Juga pembudidaya komoditas hortikultura, seperti cabai, bawang merah, dan bawang putih. Pun komoditas pangan lainnya, semacam beras, gula, dan minyak goreng curah umumnya naik harga.
Selama Ramadan permintaan terhadap produk pangan khususnya, membengkak dengan berbagai alasan. Ada yang memang sekadar “lapar mata” sehingga ingin makan lebih enak, banyak pula yang mengadakan jamuan buka bersama anak yatim dan masyarakat umum dengan menu berkualitas. Walhasil, produk pangan penyedia protein hewani, seperti daging ayam, ikan, daging sapi, beserta olahannya naik harga. Tak pelak waktu-waktu ini diwaspadai dan dipantau Kementerian Perdagangan karena acapkali menaikkan inflasi secara signifikan.
Kita tentu masih ingat tahun lalu pasokan dan harga daging sapi bergejolak. Dan sampai sekarang pun cenderung stabil tinggi. Meski pemerintah sudah menggelontor pasar dengan daging beku impor, toh harga tetap bertengger di kisaran Rp100 ribuan sekilo. Geregetan dengan situasi ini, Kemendag dengan bos barunya melonggarkan impor, mulai dari sapi bibit, sapi bakalan, daging sapi, bahkan sapi siap potong. Menteri Perdagangan awal Juni lalu mengumpulkan pelaku bisnis terkait untuk mencari tahu mengapa harga daging sapi tetap stabil tinggi.
Persediaan sapi dari bakalan impor bisa dibilang sangat mencukupi. Jumlah stok hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama. Jumlahnya sebanyak 170 ribu ekor yang berada di kalangan anggota Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo). Pengusaha penggemukan sapi berharap, harga daging sapi akan cukup “ramah di kantong” konsumen. Minimal tidak lebih tinggi dari tahun lalu. Tapi masyarakat perlu tahu juga pembentukan harga daging sapi tidak hanya ditentukan oleh pasokan dari para penggemuk sapi. Namun masih besar pula peran produksi daging sapi dari peternak lokal dan daging beku impor. Yang lebih diduga jumlah stok sapinya adalah peternak lokal. Sapi mereka menyebar di seantero Indonesia dengan jumlah kecil-kecil. Belum lagi dengan kesulitan transportasi untuk menjangkau daerah konsumsi. Ini tentu akan mendongkrak harga.
Kondisi agak berbeda terjadi pada unggas ras. Bisa jadi imbas tidak kondusifnya bisnis budidaya unggas pedaging tahun lalu hingga April tahun ini yang menyebabkan harga di bawah harga pokok cukup lama, ambisi peternak mengisi kandang tak sekuat tahun lalu. Apalagi pasokan anak ayam dari pengusaha pembibitan unggas juga dipotong sebanyak 15% sepanjang April. Walhasil harga menguat belakangan ini. Bagi peternak, ini rezeki yang mereka nanti-nantikan setelah mengalami kerugian miliaran rupiah selama tujuh bulan. Kondisi pasar produk olahan juga mengalami penguatan hampir sama dengan pasar produk segar.
Kali ini AGRINA menyoroti tren produk olahan berbahan baku daging sapi, daging ayam, juga ikan dan udang. Jumlah pelakunya kian banyak karena berusaha menangkap peluang yang terbuka dalam memenuhi masyarakat yang kian butuh produk praktis tapi tetap bermutu.
Selama Ramadan, masyarakat, terutama muslim, berusaha lebih mencurahkan waktunya untuk beribadah sehingga mencari bahan makanan yang praktis, tidak ribet penyiapannya, dan tetap berkualitas nutrisinya untuk buka puasa maupun sahur bagi keluarga mereka. Selama liburan Idul Fitri, keluarga-keluarga yang ditinggalkan para asisten rumah tangga pasti butuh bahan makanan semacam itu. Peluang inilah yang disambut dengan penuh harapan oleh para pelaku agribisnis.
Bagaimana tidak girang, Boediono Tandu misalnya, mengatakan, omzet penjualan produk olahan dagingnya naik 40% - 50% selama bulan puasa. Ia mengandalkan sosis kelas premium untuk konsumen menengah ke atas dan berbagai produk toping untuk pasar food service. Pengakuan senada dengan Chief Operation Officer Cimory Group itu datang dari Benny Susanto, Operation Director PT Mabar Feed Indonesia yang berbasis di Medan, Sumatera. Pengalaman grup bisnis ini tahun-tahun sebelumnya menikmati kenaikan omzet 30% selama bulan suci Ramadan. Perintis industri di Medan ini bertumpu pada produk olahan ayam dan ikan sejak empat tahun silam.
Berkah omzet tidak hanya dinikmati industriawan besar, pelaku skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pun kebagian lubernya permintaan. Fania Food di Yogyakarta misalnya, bakal direpotkan untuk menyiapkan stok bahan baku yang banyak dalam hari-hari ini. Pasalnya, produsen berbagai olahan ikan tersebut biasanya akan mendapatkan kenaikan permintaan hingga 100%.
Kita tentu berharap, semua pelaku bisnis bisa menikmati berkah, tidak cuma waktu yang pendek pada bulan puasa dan lebaran juga hari-hari besar keagamaan. Namun berkah yang lebih berkelanjutan, yaitu peningkatan konsumsi pangan sumber protein hewani secara nasional agar kualitas manusia kita pun meningkat.
Peni Sari Palupi