Senin, 3 Januari 2011

Kegembiraan atas Padi Tanaman Sendiri

"Karena kegembiraan bukan terletak di potongan padi, namun di potongan padi yang ditanam sendiri”. Ini adalah cuplikan yang cukup bernas dari buku “Max Havelaar”, karangan Eduard Douwes Dekker alias Multatuli tentang negeri kita lebih 160 tahun lalu. “Kegembiraan” itu yang dinyatakan atas keberhasilan memenuhi kebutuhan makan anak negeri dari beras yang ditanam sendiri terus berlanjut. Pemerintah sedari zaman Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono, kalau berbicara ketahanan atau swasembada pangan, itu adalah atas beras. Jagung, kedelai, daging dan bahan pangan lainnya adalah konfigurasinya.  

Sedari dulu juga Presiden Soekarno sudah “ngeri” kalau pertambahan penduduk yang semakin cepat tidak diimbangi sama cepatnya dengan penambahan ketersediaan bahan makanan. Lalu tatkala Presiden Soeharto menggerakkan Program Bimas dan Inmas pertanian (yang sepenuhnya untuk padi), ia mengimbangi sama gencar dengan Program Keluarga Berencana.

Kini “kengerian” tentang kecepatan peningkatan populasi yang kurang cepat diimbangi peningkatan produksi beras makin menjadi-jadi. Makin dibebani dengan penyimpangan iklim yang memicu kekeringan atau kelembapan. Menurut Profesor Bungaran Saragih, anomali iklim yang melanda Indonesia secara berkala dan pasti, sudah harus diperhitungkan sebagai faktor indigenous.

Nasib perberasan kita masih pula diperberat dengan serangan hama, banjir, longsor, kekeringan, letusan gunung api, produktivitas tanah yang makin menurun, jaringan irigasi yang sebagian besar perlu rehabilitasi, luasan lahan yang menyempit kian menciutkan skala usaha, menurunnya nilai tukar petani, diversifikasi pangan yang enggan, pengadaan benih unggul, tata ruang, pupuk, pestisida/herbisida serta kurang gencarnya riset dan pengembangan teknologi. Strategi besar swasembada pangan yang berkelanjutan masih gelap, yang ada sekadar taktik dan jurus sebatas masa pemerintahan, yang itu pun kurang koordinasi antarkementerian. Yang jelas tak berubah dari masa ke masa adalah pertaruhan swasembada pangan itu masih tetap pada beras.

Maka Prof. Bungaran Saragih pun berkomentar, “Rupanya selama ini kita membuat swasembada beras itu sebagai target, kita lupa membuat swasembada itu sebagai proses yang berkelanjutan dengan mengembangkan kemampuan dan melembagakannya.”

Adalah Presiden Soekarno pula yang sejak semula mengingatkan, soal makanan rakyat tidak dapat dipecahkan dengan sinisme, sekadar menuduh dan mencela, mencari kambing hitam. “Sebab kesulitan soal ini terletak obyektif pada ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi, antara persediaan yang ada dan jumlah yang memakannya, dan tidak subyektif karena durhakanya seseorang”. Maka daripada mencari anak durhaka dalam soal kekurangan pangan, AGRINA edisi ini menurunkan tulisan utama tentang upaya mencari terobosan dalam mengejar swasembada pangan, dalam hal ini beras.

Dengan luasan lahan sawah dan ladang yang tidak juga bertambah (sekalipun sudah dijanjikan sejak 2005), dengan gangguan iklim yang memicu kekeringan atau kebanjiran dan kelembapan yang menjangkitkan hama, maka usaha-usaha untuk menciptakan varietas baru yang lebih unggul, yang tahan hama dan adaptif terhadap perubahan iklim patut kita hargai. Juga pemakaian pupuk organik serta penggunaan fungisida dan herbisida yang sesuai untuk kesehatan tanaman dan produktivitasnya.

Kalaulah cuaca tidak menentu jadi kambing hitam, maka harus segera dibangun kesiapan petani yang dibekali informasi perubahan iklim untuk bisa menyiasati teknologi budidaya menghadapi musim tanam seperti itu. Karena menurut Prof. Rizaldi Boer, Direktur Eksekutif CCROM-SEAP  (Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia Pacific) IPB, La Nina atau El Nino itu sangat bisa diprediksi. “Kita bisa menduga dua atau tiga bulan sebelumnya. Cukup waktu bagi kita melakukan langkah-langkah antisipasi”. Bahwa kondisi hujan kita akan di atas normal, itu sudah kita ketahui. Kelembapan yang terjadi akan memicu berjangkitnya hama wereng. Seharusnya kita melakukan antisipasi lebih awal terhadap meledaknya hama wereng ini.

Kiranya pemerintah dan segenap pemangku kepentingan pengadaan pangan sigap mengantisipasi gelagat ancaman yang siklusnya nyaris dari tahun ke tahun berulang.

Daud Sinjal

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain