“Pengembangan hortikultura tropis membutuhkan benih unggul dan komersial yang dikelola secara terintegrasi oleh koordinator agribisnis modern yang mampu mensinergikan dari agribisnis hulu sampai ke hilir,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004 saat diwawancara AGRINA.
Bagaimana kondisi hortikultura di Indonesia saat ini?
Kita sekarang membutuhkan program percepatan produksi dan konsumsi produk-produk hortikultura. Sebenarnya soal ini sudah disadari pemerintah jauh hari sebelumnya sehingga pada akhir 1990-an telah dibentuk Direktorat Jenderal Hortikultura di Deptan. Telah banyak yang dicapai tetapi tuntutan yang semakin berkembang dan beragam dari segi kuantitas dan kualitas membutuhkan usaha dan gerakan baru untuk mempercepat produksi dan konsumsi hortikultura ini. Apalagi konsumsi hortikultura dalam gizi masyarakat kita masih jauh di bawah standar internasional, baru sekitar 60% dari standar internasional (FAO). Keadaan di bawah standar ini merefleksikan tingkat gizi yang belum seimbang dalam gizi masyarakat kita.
Sebenarnya kita mempunyai potensi yang luar biasa dalam peningkatan produksi dan konsumsi hortikultura, khususnya sayuran. Namun barangkali ada sedikit salah arah pada waktu lalu dalam desain pengembangan hortikultura kita. Mungkin hal tersebut ada kaitannya dengan penjajahan yang kita alami dari Belanda, Inggris, dan Jepang yang datang dari daerah subtropis. Mereka mengembangkan hortikultura sesuai komoditas yang mereka kenal seperti di negerinya. Karena itu hortikultura yang dikembangkan di Indonesia sampai saat ini kebanyakan masih hortikultura subtropis.
Memang di Indonesia ada daerah yang memiliki iklim hampir sama dengan subtropis, yakni di dataran tinggi. Tetapi daerah itu bukanlah daerah yang paling luas di Indonesia, bukan daerah yang paling baik untuk produksi pertanian, dan mempunyai konsekuensi lingkungan yang luar biasa khususnya dalam hal erosi dan pembukaan hutan di daerah hulu sungai.
Bagaimana sebaiknya kita mengembangkan hortikultura pada masa yang akan datang?
Jika kita mau mengembangkan produksi dan konsumsi hortikultura pada masa yang akan datang, maka usaha-usaha hortikultura substropis ini juga harus diperkaya dengan pengembangan hortikultura tropis atau hortikultura dataran rendah. Karena komoditas tersebutlah yang sangat dikenal masyarakat kita dan potensinya luar biasa. Apalagi hortikultura daerah tropis tidak mempunyai saingan yang berarti di pasar internasional karena kita adalah negara tropis yang paling utama di dunia.
Jika terus mengembangkan hortikultura subtropis, kita akan selalu kewalahan bersaing dengan negara-negara subtropis. Namun hortikultura tropis itu menghadapi masalah benih yang unggul. Sementara ini usaha-usaha seleksi dan pemuliaan masih sangat minim. Karenanya kita tidak mampu membuat sistem usaha tani hortikultura yang komersial, besar, modern, dan kompetitif sampai sekarang ini. Kita bersyukur sekarang sudah mulai banyak perusahaan perbenihan hortikultura. Sayangnya, usaha perbenihan hortikultura tropis ini masih bersifat rintisan dan harus terus didorong.
Bagaimana mengembangkannya menjadi usaha agribisnis?
Lagi-lagi jika kita ingin mengembangkan hortikultura tropis ini seperti yang sudah disampaikan pada Tabloid AGRINA Vol. 6 No. 129 – 130, belajar dari keberhasilan kelapa sawit dan ayam broiler. Keberhasilan kedua komoditas tersebut karena menguntungkan. Hortikultura yang diusahakan dengan baik dan komersial jelas menguntungkan, bahkan keuntungannya lebih besar daripada tanaman pangan seperti padi, jagung, dan kedelai. Namun yang belum timbul pada usaha hortikultura tropis adalah koordinator agribisnis dari hulu sampai hilir.
Hortikultura kita punya agribisnis hulu, on-farm, dan agribisnis hilir, tapi skala dan integarasinya tidak benar. Tidak perlu fully integrated ownership yang malah cenderung memunculkan monopoli tapi integrasi dari fungsi dan kegiatan. Integrasi akan memunculkan koordinator agribisnis di hortikultura. Koordinator agribisnis tidak timbul di hortikultura tropis karena belum ada benih yang unggul dan komersial seperti pada kelapa sawit dan ayam broiler. Dengan adanya benih unggul dan komersial, bisa terbentuk agribisnis modern dan terintegrasi yang memicu perkembangan lebih cepat.
Koordinator ini berfungsi untuk mensinergikan dari hulu sampai ke hilir atau pasar sekaligus mengendalikan komoditas yang ditanam. Selain itu, produk hortikultura yang relatif mudah rusak juga dapat dikaitkan dengan teknologi rantai pendingin. Sehingga produk hortikultura tersebut tetap segar mulai panen sampai ke konsumen.
Total sistem tersebut merupakan sistem agribisnis modern sehingga hanya koordinator modern yang dapat melakukannya. Agar sistem modern ini dapat berjalan, perlu juga dilakukan restrukturisasi pada on-farm mulai dari skala usaha, organisasi, dan teknologi yang diterapkannya. Dengan demikian kita dapat mengembangkan hortikultura tropis yang menguntungkan dan berdaya saing.
Untung Jaya