Rabu, 9 Juni 2010

Blueprint PSDS 2014

 “Harga sapi lokal saat ini terjun bebas”,  "Sejak awal 2010 pemasaran sapi lesu”, " Harga terus menurun, kalau menyetok bisa rugi." Itulah kutipan-kutipan yang bisa kita baca di koran-koran dalam dua bulan terakhir ini. Lalu, Minggu 23 Mei, dipergoki kedatangan 2.150 ekor sapi ilegal dari Australia. Ya, para peternak sapi potong memang menuduh impor yang berlebihan, ditambah penyelundupan, sebagai biang keladi anjloknya harga sapi yang sangat merugikan mereka itu. Sapi impor yang legal ataupun ilegal itu yang siap potong serta karkas daging, termasuk jeroan, langsung menyasar ke rumah potong, pasar lokal dan usaha bakso atau daging olahan.

Pengadaan daging sapi Indonesia memang 51% masih mengandalkan impor baik berupa  bakalan maupun daging dan jeroan. Karena itu, pemerintah sudah dua kali mematok swasembada daging, yaitu Program Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS) 2010, yang ternyata gagal, lalu diperbarui menjadi Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014. Target Swasembada 2014 ini mau menurunkan ketergantungan pada sapi impor sampai di bawah 10%.

Urusan impor  dan program swasembada daging sapi secara nasional, sepenuhnya domain pemerintah. Tapi seperti dinyatakan oleh Direktur Kesmavet Turni Rusli Syamsudin,  negara manapun, kalau komponen impornya agak tinggi, harga dalam negeri akan terpengaruh harga luar negeri. Di sini berlaku mekanisme pasar. Harga daging murah tentu menguntungkan konsumen dan industri pengolahan daging. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menginstruksikan agar harga daging sapi turun. Tapi bagaimana dengan peningkatan penyediaan daging sapi dari dalam negeri yang diproyeksikan menjadi 90% pada 2014 itu? Bagaimana meningkatkan populasi sapi potong dari 12 juta ekor sekarang ini menjadi 14,6 juta ekor pada 2014?  

PSDS 2014 dituntun oleh blueprint yang menampung pandangan-pandangan kritis terhadap program pemerintah sebelumnya itu. Di situ dinyatakan tentang perbaikan produktivitas sapi potong, serta peningkatan produksi daging sapi berkesinambungan dan kegiatan operasionalnya akan lebih terfokus dan terpadu lintas sektoral, dari hulu sampai ke hilir.

Blueprint PSDS 2014  juga mengakui hasil kajian tim peneliti dari Universitas Brawijaya dan IPB yang menilai kegiatan bersifat bantuan sosial ternyata kurang berkontribusi pada pencapaian swasembada daging sapi. Sebaliknya, akan berhasil apabila peternak diarahkan ke usaha agribisnis berbasis sumberdaya lokal, kemitraan atau kerjasama yang berkeadilan. Didampingi penyuluhan, didukung teknologi inovatif, disediakan modal berjangka panjang dan berbunga rendah, memperoleh input produksi yang mudah, murah dan berkelanjutan, serta pemasaran yang menjamin keberlanjutan usaha.

Blueprint itu menyebutkan kredit murah sangat diperlukan agar tunda potong bisa diwujudkan dengan baik. Ekspor bahan pakan dibatasi, bahkan dilarang, bila keperluan di dalam negeri belum tercukupi. Kebijakan budidaya harus memberi kepastian usaha, terkait tataruang, terintegrasi tanaman-ternak. Kebijakan harga dan perdagangan harus memberi kepastian agar harga daging tetap atraktif tapi terjangkau. Praktik monopoli atau kartel, impor produk tidak berkualitas, dumping, memasukkan daging ilegal harus benar-benar dicegah. Proteksi dapat memanfaatkan instrumen non-tarif seperti ASUH, dan SPS. Bagaimanapun, cetak biru ini baru berupa tinjauan, pedoman, das sollen . Gaya bahasanya masih “wacana”. Tapi kalau dituangkan dan ketentuan dan aturan yang konkret, mengikat, dan dijalankan konsisten, PSDS 2014 tidak akan menjadi sekadar retorika seperti Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan atau P2SDS 2010.

Toh masih ada satu hal yang merisaukan, seperti diutarakan Guru Besar Fapet IPB, Prof. Muladno, menyangkut keakuratan data pendukungnya. Mengingat selama ini penghitungan jumlah sapi potong tidak berdasarkan sensus tetapi pada prediksi statistik. Data di dokumen sangat berbeda dengan fakta di lapangan, kebenarannya  bahkan diragukan kalangan birokrat sendiri. Ia menekankan perlunya sensus sapi potong untuk mengawali program PSDS 2014 sehingga ada basis kuat dalam mengevaluasi keberhasilan dan/atau kegagalan PSDS 2014 yang akan menelan anggaran Rp7, 5 triliun dalam lima tahun ini.

Daud Sinjal

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain