”Untuk kedua kalinya Kementerian Pertanian menjanjikan swasembada gula semenjak masa reformasi ini. Agar janji kedua ini dapat terwujud pada 2014 perlu kerja keras seluruh stakeholder pergulaan nasional,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA.
Bagaimana upaya pencapaian swasembada gula pada 2000–2004?
Usaha untuk mencapai swasembada gula dari 2000–2004 beda dengan sekarang ini karena konteksnya sudah berbeda. Pada saat itu kita mengalami global excess supply semua produk pertanian dan pangan termasuk gula. Karena itu, harga gula di pasar internasional sangat rendah, demikian juga di dalam negeri. Selain itu, kita harus mengikuti resep-resep yang dibuat IMF dalam Letter of Intens (LoI), seperti harus membuka pasar kita dari gula impor yang murah. Akibatnya, harga gula dalam negeri menjadi turun, pabrik gula merugi, dan petani pun rugi. Lebih lanjut tutuplah pabrik gula satu persatu.
Kita tidak mampu bersaing pada saat itu karena produktivitas rendah sekali. Kita hanya bisa menghasilkan 5 ton gula per ha, dan negara lain sudah mencapai 10 to per ha. Dengan harga sangat rendah dan produktivitas yang juga rendah, maka daya saing industri pergulaan kita pun sangat lemah. Karena itu, kita merumuskan kebijakan proteksi sekaligus promosi. Kita proteksi melalui penetapan tarif dan larangan impor saat musim giling, serta kebijakan promosi dengan memberikan bibit baru dan subsidi bunga kredit kepada petani yang berarti kita melawan IMF. Dengan kebijakan seperti itu industri gula kita bangkit lagi sehingga tidak ada lagi pabrik gula yang tutup.
Bagaimana dengan kondisi sekarang?
Setelah global excess supply berlangsung hingga 2004, mulai 2005 terjadi global excess demand. Harga-harga termasuk harga gula naik dan akan naik terus. Hal tersebut dapat menjadi insentif bagi petani, pabrik, dan pedagang gula. Sehingga program-program yang akan dilaksanakan untuk peningkatan produksi tebu dan gula relatif lebih mudah dilaksanakan karena petani dan pabrik gula memperoleh keuntungan.
Sekalipun demikian tidak mudah bagi kita untuk dapat mencapai swasembada gula pada 2014. Kebutuhan total rumah tangga dan industri akan gula saat ini sekitar 5 juta ton per tahun. Produksi gula kita tahun lalu sekitar 2,6 juta ton dan rencananya tahun ini akan ditingkatkan menjadi 3 juta ton. Mampukah kita dalam empat tahun ke depan meningkatkan produksi sebanyak 2 juta ton? Dan besar kemungkinan kebutuhan kita akan gula pada saat itu juga sudah meningkat baik karena peningkatan konsumsi maupun pertambahan penduduk.
Namun upaya untuk mencapai swasembada gula secara berkelanjutan yaitu kebutuhan sama dengan dengan produksi gula dalam negeri lebih mudah dilakukan sekarang ini. Tapi jangan terpaku pada 2014. Kita harus fokus untuk mencapai sasaran tersebut dengan melakukan berbagai hal yang mendukung swasembada gula. Secara lambat laun industri gula kita akan mampu bersaing dengan industri gula internasional, terbukti saat ini kita memiliki pabrik gula di Lampung dan Sumatera Selatan yang merupakan terbaik di dunia. Sekarang bagaimana pengalaman itu bisa ditransfer pada pabrik gula di Jawa dan tempat lain.
Apa yang dibutuhkan untuk dapat mewujudkan swasembada gula berkelanjutan?
Yang kita butuhkan untuk mencapai swasembada gula bukan roadmap, tetapi suatu kebijakan nasional pergulaan, bukan kebijakan-kebijakan pergulaan di Indonesia. Yang terjadi saat ini kebijakan pergulaan masing-masing, ada kebijakan pergulaan di Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan. Jika begitu adanya apa yang dapat diharapkan? Justru akan terjadi benturan satu sama lain karena beda kepentingan.
Jangankan swasembada gula, dengan kondisi seperti itu untuk mendapatkan industri gula yang kuat saja pada masa yang akan datang rasanya sulit. Kita butuhkan kebijakan nasional pergulaan yang konsisten satu sama lain. Setelah merumuskan kebijakan nasional, kita membutuhkan organisasi nasional pergulaan yang melaksanakan kebijakan tersebut.
Kita sebenarnya sudah punya organisasi pergulaan, yaitu Dewan Gula Nasional (DGN). DGN perlu direvitalisasi. Sekarang saya dengar DGN dipimpin oleh Wakil Presiden, alangkah baiknya Pelaksana Hariannya adalah Menko Perekonomian. Dengan demikian kebijakan nasional pergulaan yang melibatkan berbagai kementerian dapat disinkronkan.
Secara teknis upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi?
Pada on-farm (budidaya) kita lakukan bongkar ratoon seperti yang dilakukan pada rencana pertama swasembada. Dengan menanam bibit unggul baru, diharapkan produksi tebu akan meningkat. Lalu pabrik gula yang saat ini memperoleh keuntungan dapat menyisihkannya untuk melakukan renovasi dan peningkatan teknologi sehingga rendemen gula 10% dapat dicapai. Dan untuk jangka menengah dan panjang dapat dilakukan ekstensifikasi.
Untung Jaya