Agribisnis sebagai salah satu penentu keberhasilan pembangunan sudah dilembagakan sejak Kabinet Pembangunan VI Presiden Soeharto (1993-1998). Dalam Departemen Pertanian yang kala itu dipimpin Menteri Syarifudin Baharsyah sudah ada Badan Agribisnis, setingkat direktorat jenderal. Namun penajaman peran agribisnis terjadi ketika Prof. Dr. Bungaran Saragih menjadi menteri pertanian dengan pembentukan Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP), yang didukung unit-unit kerja yang dari titelnya sangat jelas bersemangat bisnis: “pemasaran” dan “pengembangan usaha”. Empat direktorat pengolahan dan pemasaran difungsikan, masing-masing untuk produk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Lalu ada direktorat untuk pengembangan usaha. P2HP dan pendukungnya sampai sekarang masih berjalan.
Bungaran Saragih gigih mengedepankan pembangunan sistem dan usaha agribisnis sebagai strategi pembangunan nasional. Konsep ini disampaikannya dalam orasi guru besarnya pada 1995 dan diusungnya ke mana-mana: dalam diskusi, seminar di perguruan tinggi dan konferensi di luar negeri, tulisan di media, dan diterapkan saat ia menjadi menteri pertanian. Dalam orasinya pada acara purnabaktinya sebagai guru besar IPB, Sabtu 17 April, ia menekankan kembali tentang industrialisasi kita yang harus dengan agribisnis. “Kita tidak mau industrialisasi dengan menerima bahan baku dari luar karena tidak menguntungkan. Kalau dari dalam negeri ya pasti harus pertanian. Jadi industrialisasi harus terkait dengan basis ekonomi kita dan basis rakyat kita, harus dengan pertanian”.
Di depan Kongres XVI Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia di Manado Juni 2006, pakar agribisnis itu mengklaim tidak ada sektor lain di Indonesia yang bisa menjadi world player, bahkan big player, seperti pertanian. Namun, ia pun mengingatkan pertanian sulit maju dalam lingkungan yang tidak maju dan tidak mendukung. Sekitar 70% kegiatan usaha dan sistem agribisnis berada di luar pertanian. Pertanian kita menjadi terbelakang karena sektor-sektor lain seperti infrastruktur, transportasi, pendidikan, perbankan, energi, tidak berkembang, tidak sinergi dengan sektor pertanian, bahkan menjadi beban.
Hal serupa juga dinyatakan Prof. Bustanul Arifin bukunya“Menumbuhkan Ide dan Pemikiran Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis. 60 Tahun Bungaran Saragih”. Agribisnis tidak dapat dilakukan secara parsial karena merupakan suatu rangkaian sistem usaha - berbasis pertanian dan sumber daya lain - dari hulu sampai hilir. Memilah-milahnya dalam satuan yang terpisah akan menimbulkan gangguan serius dalam seluruh rangkaian yang ada, bahkan dapat menciptakan permasalahan berikutnya yang lebih dahsyat.
Menghadapi perdagangan bebas Asean-China (ACFTA, disepakati 2001 dan berlaku 1 Januari 2010), Bungaran juga mengklaim sektor pertanian sebenarnya yang paling siap karena telah melakukan “pekerjaan rumahnya”. Sebagai menteri pertanian (2000-2004) ia telah menggariskan strategi, kebijakan dan program sejak 2001. Sayangnya tidak diteruskan secara konsisten oleh pemerintahan berikutnya sehingga sejumlah sektor yang belum siap dan masih minta waktu.
Dengan berlakunya ACFTA, terbentang pasar raya dengan lebih 1,9 miliar pembelanja. Keunggulan komoditas pertanian (perkebunan dan perikanan) kita masih terbatas pada kelapa sawit, kakao, kopi, pala, cengkeh, rumput laut. Itu pun masih dalam wujud produk primer. Sementara kita bisa langsung mendapatkan buah-buahan, mainan, kain cita dari China di kios dan tenda tepi jalan. Dengan ACFTA, jeruk dari China lebih murah daripada jeruk dari Medan.
Masih begitu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk mensukseskan agribisnis sebagai agregat pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi kita sekarang masih dipenuhi oleh konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah, yang karena banyak berupa barang impor, nilai tambahnya dinikmati bangsa lain. Investasi, industrialisasi, manufaktur, proses produksi berbasis pertanian dan rakyat seharusnya menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih berdikari. Profesor Bungaran Saragih tampaknya masih akan bersuara lantang untuk membangunkan sektor-sektor yang masih tersendat itu.
Daud Sinjal