“Swasembada gula pada 2014 dapat dicapai jika kebijakan, strategi, dan program yang disusun dapat membuat semua stakeholder pergulaan nasional menjadi bergairah dan bersemangat,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA.
Bagaimana menurut Profesor rencana swasembada gula pada 2014?
Dalam masa reformasi ini Kementerian Pertanian sudah kedua kalinya menjanjikan swasembada gula. Janji yang pertama pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri. Usaha pencapaian janji itu sudah dimulai berikut kebijakan, strategi, program, proyek, organisasi, dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan swasembada tersebut pada 2009. Programnya disebut Program Akselerasi Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula Nasional.
Namun sangat disayangkan pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri hanya berlangsung sampai akhir 2004. Karena itu target pencapaian swasembada gula pada 2009 menjadi tanggung jawab pemerintahan berikutnya. Jadi jika pemerintah mau menjanjikan swasembada pada 2014 yang akan datang lagi, ada baiknya dievaluasi faktor-faktor penyebab janji terdahulu tidak dipenuhi.
Swasembada bagaimana dan kebijakan apa yang diterapkan pada masa lalu?
Kita tentunya menginginkan swasembada yang berkelanjutan, artinya tingkat dan pertumbuhan produksi gula dalam negeri sama dengan tingkat dan pertumbuhan konsumsi dalam negeri. Kebijakan dasar yang diterapkan pada masa janji pertama itu adalah kebijakan proteksi sekaligus promosi. Hanya melalui proteksi, industri gula nasional dapat bersaing secara adil dengan gula impor. Dan melalui kebijakan promosi yang ditujukan untuk peningkatan produksi dan produktivitas pada tingkat on-farm dan off-farm, maka produksi gula nasional dapat ditingkatkan. Yang pada akhirnya diharapkan peningkatan produksi dapat menyamai peningkatan konsumsi gula nasional. Melalui promosi yang berhasil maka secara lambat laun proteksi juga bisa diturunkan.
Bagaimana mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Dibutuhkan koordinasi yang baik dalam perumusan dan implementasi kedua kebijakan pokok tadi yang kebetulan tidak berada dalam satu kementerian, yakni Kementerian Pertanian. Pada masa lalu, koordinasi kebijakan ini diperkuat melalui pembentukan Dewan Gula Indonesia (DGI). Anggota-anggota DGI tidak hanya terdiri dari birokrasi antarkementerian tetapi juga para organisasi petani dan organisasi pengusaha. DGI menjadi tempat perumusan dan implementasi kebijakan pergulaan nasional terpadu.
Program akselerasi peningkatan produksi dan produktivitas gula nasional dilaksanakan melalui program bongkar ratoon dengan bantuan biaya dari pemerintah dan penyediaan kredit bersubsidi untuk pembelian input. Di samping itu, pemerintah memfasilitasi kerjasama antara petani tebu, pabrik gula, dan pedagang/distributor gula untuk merumuskan harga talangan yang cukup menguntungkan buat petani, pabrik gula, dan pedagang gula. Usaha ini dapat ditopang dengan koordinasi kebijakan penetapan tarif impor gula, larangan impor gula pada musim giling, dan larangan penjualan gula rafinasi dari industri gula rafinasi kepada kelompok konsumen non-industri.
Dengan kebijakan dan program tadi, para petani menjadi bergairah untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Dan industri gula mendapat keuntungan yang lebih baik sehingga secara potensial tersedia dana untuk renovasi dan rehabilitasi pabrik gula mereka yang sudah tua dalam rangka perbaikan rendemen. Serta para pedagang pun bergairah karena masih mendapat margin yang cukup memadai.
Program berjalan beberapa tahun dengan intensitas dan semangat yang tinggi. Industri gula nasional sudah mulai menggeliat. Namun sayangnya setelah pergantian pemerintahan, intensitas dan semangat yang telah timbul barangkali sudah meredup. Dengan demikian janji 2009 tidak dapat dipenuhi. Karena itulah terpaksa dijanjikan kembali swasembada gula akan dipenuhi pada 2014.
Seberapa besar peluang kita untuk mencapai swasembada gula pada 2014?
Sekarang sudah 2010, jika janji swasembada gula pada 2014, maka yang jelas swasembada itu tidak akan mungkin diperoleh dari program pembukaan perkebunan tebu dan pabrik gula baru. Feasibility study, appraisal, perencanaan pembangunan, dan penanaman belum akan menyumbang untuk peningkatan produksi pada 2014. Hal ini sesuai pengalaman kita pada masa Kabinet Indonesia Bersatu yang lalu. Sekalipun sudah disediakan dana triliunan rupiah untuk revitalisasi pabrik gula, kita tidak tahu bagaimana hasilnya.
Karena itu, swasembada gula pada 2014 hanya akan terpenuhi dari areal lama dan pabrik yang kita miliki sekarang dengan renovasi dan rehabilitasi di sana-sini. Dan jika ingin swasembada gula tercapai pada 2014, maka kebijakan, strategi, program, organisasi, dan sumberdaya yang telah dirumuskan pada janji swasembada pertama perlu direvitalisasi sesuai jargon pemerintahan saat ini.
Untung Jaya