“Pembangunan saat ini termasuk pembangunan pangan dan pertanian membutuhkan kerja intersektoral. Oleh karena itu diperlukan komisi ad hoc sistem pangan dan agribisnis agar antarkomisi di DPR yang sifatnya sektoral dapat berkoordinasi sekaligus berperan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja DPR,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA.
Bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bekerja selama ini?
Biasanya setelah anggota DPR dilantik akan dibentuk komisi-komisi. Dan selama ini selalu ada komisi yang membidangi pangan dan pertanian dalam arti luas atau sistem agribisnis. Pada DPR periode 2004–2009, Komisi IV DPR ruang lingkupnya pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Ruang lingkup atau sektoral menentukan pasangan kerja masing-masing komisi. Pasangan kerja Komisi IV DPR adalah Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Perum Badan Urusan Logistik, dan Dewan Maritim Nasional.
Adanya pasangan kerja dengan Perum Bulog merupakan suatu inkonsistensi dalam struktur komisi ini karena Perum Bulog bukan lagi Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) yang setingkat dengan departemen pada masa lalu. Namun pada DPR periode 2004–2009, Perum Bulog masih diatur seperti periode sebelumnya. Hal ini akan menimbulkan kerancuan yang tidak pernah dikoreksi hingga saat ini. Seharusnya Perum Bulog diperlakukan sama dengan BUMN lain yang ada di Meneg BUMN dengan komisi tersendiri di DPR. Barangkali DPR 2009–2014 perlu menatanya kembali sehingga tidak terjadi inkonsistensi.
Bagaimana DPR berperan dalam pembangunan pangan dan pertanian?
DPR adalah mitra pemerintah untuk membangun sistem pangan dan pertanian bersama-sama masyarakat. Dalam hubungan dengan departemen, paling tidak DPR punya beberapa hak, seperti hak bujet, hak mengusulkan Undang-undang (UU), dan hak bertanya. Ketiga hak tersebut membuat peran DPR sangat penting untuk kelancaran pembangunan sistem pangan dan pertanian atau sistem pangan dan agribisnis kita.
Dengan hak bujet yang dimilikinya, DPR mempunyai peranan yang sangat penting untuk menyetujui bujet bagi bidang pangan dan pertanian yang sekaligus berimplikasi persetujuan terhadap program dan kebijakannya. Dengan menyetujui program dan kebijakan, maka DPR mempengaruhi juga visi, misi, dan strategi departemen yang membidangi pangan dan pertanian.
Hak membuat UU yang dimiliki DPR belum digunakan secara maksimal. Inisiatif pembuatan UU banyak datang dari pemerintah. Namun tidak ada UU yang lolos tanpa pembahasan dan persetujuan DPR.
Hak untuk bertanya membuat DPR mempunyai peran dalam monitoring dan evaluasi dari pembangunan pangan dan pertanian. Bahan evaluasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan bujet tahun-tahun berikutnya.
Dengan demikian keberhasilan pembangunan pangan dan pertanian akan banyak ditentukan oleh kemampuan DPR untuk menggunakan haknya dan kerjasama antara departemen-departemen dan lembaga-lembaga yang ada di dalam komisi bersangkutan.
Apakah bujet pembangunan pertanian cukup di Departemen Pertanian saja?
Tidak, pembangunan pangan dan pertanian membutuhkan “bujet di” (budjet in) dan “bujet untuk” (budjet for). Pembangunan pangan dan pertanian tidak hanya membutuhkan bujet di Departemen Pertanian tapi juga bujet di departemen yang berhubungan dengan pangan dan pertanian. Bahkan kadang-kadang untuk keberhasilan pangan dan pertanian “bujet untuk” lebih besar dan lebih penting daripada “bujet di”. Sebagai contoh, “bujet untuk” pembangunan irigasi yang merupakan kepentingan pembangunan pangan dan pertanian tetapi dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum.
Karena itu pembangunan pangan dan pertanian di samping satu komisi seperti Komisi IV pada DPR 2004–2009, dibutuhkan juga komisi ad hoc yang memungkinkan koordinasi antara Komisi IV dengan komisi-komisi lain yang mempunyai hubungan dengan pembangunan pangan dan pertanian. Contohnya urusan pangan dan pertanian ada di Komisi IV lalu PU, Koperasi dan UKM, Industri, Perdagangan, dan BPN berada di komisi yang berbeda-beda.
Jadi dapat disimpulkan, pembentukan komisi di DPR selama ini sangat sektoral, sementara pembangunan khususnya pangan dan pertanian saat ini membutuhkan kerja intersektoral. Contohnya, Departemen Pertanian, PU, Koperasi dan UKM, Industri, Perdagangan, dan BPN berada pada komisi yang berbeda di DPR. Padahal koordinasi antara instansi-instansi tersebut sangat penting untuk keberhasilan pembangunan pangan dan pertanian. Untuk itu perlu struktur baru di dalam DPR yang sifatnya ad hoc, sebut saja namanya komisi ad hoc sistem pangan dan agribisnis dengan personel tetap.
Komisi ad hoc ini harus dapat mencakup sistem pangan dan agribisnis secara utuh sehingga koordinasi mengenai program dan kebijakan “di” dan “untuk” pembangunan pangan dan pertanian menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan demikian hak bujet DPR untuk pembangunan pun bisa berjalan dengan efisien dan efektif.
Untung Jaya