“Pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan sangat diperlukan agar tetap menjamin kelestarian alam. Oleh karena itu, peran RSPO semakin penting,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, saat diwawancara AGRINA.
Bagaimana perkembangan kelapa sawit di Indonesia?
Pada 1979 baru ada 380 ribu ha sawit di Indonesia dan belum ada smallholder, semua perusahaan besar asing dan perkebunan negara. Dari posisi pertama sebelum Perang Dunia II, Indonesia menjadi nomor dua sebagai produsen sawit terbesar di dunia, setelah Malaysia dengan 1,2 juta ha. Jadi kelapa sawit di Indonesia masih kecil, produsen nomor dua di dunia, dan minyak sawit tidak penting di dunia. Dan paradigma pembangunan kala itu economic development, pokoknya menghasilkan uang dari produksi sebanyak-banyaknya.
Sekarang, 30 tahun kemudian, kelapa sawit kita sudah sekitar 7 juta ha. Mungkin belum ada dalam sejarah pembangunan pertanian di dunia dengan ekspansi seperti di Indonesia selama 30 tahun ini dalam bidang kelapa sawit. Selain itu, minyak sawit sudah menjadi nomor satu di dunia sebagai penghasil minyak dan lemak. Karena berubah sangat cepat dan tiba-tiba menjadi leader, maka mendapat perhatian yang besar. Pada saat yang sama, paradigma pembangunan juga berubah menjadi sustainable development. Dan itu sudah menjadi kebijakan pemerintah seluruh dunia.
Mengapa sawit bisa berkembang begitu cepat di Indonesia belakangan ini?
Karena menguntungkan, bahkan untungnya besar sehingga biaya yang agak tinggi pun tetap bisa dibayar. Tapi yang membuat lebih cepat itu adalah UU No. 22 tahun 2004, tentang Otonomi Daerah. Izin pembangunan perkebunan kelapa sawit berada pada pemda kabupaten, jadi prosesnya lebih cepat. Pertumbuhan yang sangat cepat ini bisa bermakna baik untuk ekonomi kita tetapi bisa juga terjadi banyak kesalahan. Misalnya, ada segelintir pihak yang nakal tidak menerapkan sustainable development sehingga semua kena getahnya.
Bagaimana pandangan pecinta orangutan di dunia terhadap kelapa sawit kita?
Jika dikaitkan dengan orangutan, sejak 1979 orangutan memang sudah banyak masalahnya, seperti diperdagangkan, illegal logging, dan kebakaran hutan. Saat itu kebun sawit masih 380 ribu ha dan hanya ada di Sumatera bagian utara sehingga tidak menjadi masalah besar bagi orangutan. Tapi pada 2009, keadaannya sudah lain. Perkebunan kelapa sawit berkembang dengan pesat dan sudah ada di mana-mana di seluruh Indonesia.
Dan entah bagaimana peran Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation dan pecinta orangutan lainnya membuat banyak orang di negara-negara maju mencintai orangutan. Di mata pecinta orangutan di dunia, perkembangan kelapa sawit yang sangat cepat itu juga mempercepat kesengsaraan orangutan. Saya tidak sepenuhnya setuju dengan itu sehingga saya harus keliling dunia untuk menjelaskannya bahwa itu tidak semua benar.
Dari dulu memang sering terjadi black campaign terhadap minyak sawit kita. Awalnya, produsen minyak nabati dari kedelai, rapeseed, dan bunga matahari, mengatakan, minyak sawit tidak baik untuk kesehatan manusia. Lalu pecinta lingkungan mengatakan, perkebunan kelapa sawit kita merusak hutan. Dan sekarang pecinta orangutan mengatakan, kelapa sawit menyengsarakan orangutan. Melalui itu sering sekali mereka mengancam akan memboikot minyak sawit kita.
Bagaimana kita menghadapi semua itu?
Kita perlu introspeksi diri. Kita harus membangun perkebunan kelapa sawit dengan paradigma sustainable development, baik itu diminta pasar maupun tidak. Pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan adalah suatu keniscayaan. Karena itu kita membutuhkan forum seperti Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO). Jadi jangan main-main dengan RSPO ini, sekalipun sekarang baru 1 juta ton ekspor CPO kita yang bersertifikat dari total ekspor sekitar 17 juta ton.
Saya sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan BOS ingin bekerjasama dengan pengusaha kelapa sawit di Indonesia. Melalui kerjasama tersebut kita dapat memberi masukan kepada mereka untuk berusaha secara berkelanjutan. Jika kebun sawit dibuka dan diusahakan mengikuti kaidah berkelanjutan, pasti akan dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan keseimbangan flora serta faunanya. Jika kita menyelamatkan orangutan yang sebagian besar hidupnya di atas pohon, maka kita telah menyelamatkan banyak flora dan fauna di habitat orangutan tersebut.
Dan jika hanya Yayasan BOS, pemerintah, atau pengusaha kelapa sawit secara sendiri-sendiri pasti tidak bisa menyelamatkan orangutan. Orangutan dapat diselamatkan hanya secara bersama-sama antara LSM, masyarakat, pemerintah, dan pengusaha kelapa sawit. Saya mengajak pemerintah dan pengusaha kelapa sawit untuk bekerjasama menyelamatkan orangutan melalui pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Karena itulah RSPO akan semakin penting keberadaannya pada masa mendatang.
Untung Jaya