“Demi kepentingan nasional, terutama petani, kita harus dapat memanfaatkan Cairns Group dan G 33 agar dapat melaksanakan kebijakan proteksi dan promosi pada produk pertanian dan pangan yang bisa diterima oleh seluruh negara anggota WTO,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, saat diwawancara AGRINA.
Bagaimana posisi produk pertanian dan pangan kita dalam perdagangan internasional?
Indonesia dilihat dari kacamata perdagangan hasil-hasil pertanian dan pangan internasional mempunyai posisi yang sangat khas atau unik. Indonesia bukan hanya menjadi importir hasil-hasil pertanian dan pangan yang besar tetapi sekaligus menjadi pengekspor besar hasil-hasil pertanian dan pangan. Namun jika dibuat balance dari segi nilai, di antara keduanya selalu ekspor pertanian dan pangan kita lebih besar daripada impornya.
Oleh karena itu, dalam perdagangan internasional, khususnya diplomasi perdagangan internasional, posisi ini harus disadari oleh para negosiator kita dengan baik. Jangan karena mencegah impor produk-produk pangan dan pertanian berakibat pada hambatan ekspor produk-produk pertanian dan pangan kita. Keduanya, yaitu produk-produk pertanian dan pangan yang masih membutuhkan impor dan yang kita ekspor, sebagian besar merupakan produk-produk dari petani Indonesia.
Kita tidak boleh mengorbankan petani yang menghasilkan produk ekspor karena mau memproteksi petani-petani yang masih belum mampu bersaing atau mengalahkan produk-produk impor. Untuk dapat menolong kedua kelompok petani ini, maka kebijakan perdagangan dan diplomasi pertanian dan pangan kita haruslah mempunyai dua sisi yang tidak terpisahkan satu sama lain. Sambil memproteksi petani-petani yang menghasilkan produk pangan dan pertanian, kita juga harus mempromosikan petani-petani yang menghasilkan produk ekspor. Kedua kelompok petani ini adalah rakyat Indonesia. Untuk ini dibutuhkan kemampuan diplomasi tingkat tinggi.
Bagaimana kita memperjuangkan kepentingan dua kelompok petani tersebut?
Pada Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) terdapat kelompok negara-negara pengimpor dan pengekspor produk-produk pertanian dan pangan. Oleh karena itu di dalam grouping yang ada di WTO tersebut, kita harus aktif memperjuangkan kebijakan proteksi dan promosi pangan dan pertanian. Untuk memproteksi produk pangan dan pertanian, kita telah secara aktif memimpin kelompok G 33, yakni kelompok negara-negara berkembang pengimpor besar bahan makanan.
Namun untuk menolong petani-petani yang menghasilkan produk ekspor, kita juga ikut dalam Cairns Group yang merupakan kelompok negara-negara pengekspor produk pertanian dan pangan. Misalnya, minyak kelapa sawit, karet, kakao, kopi, teh, dan lada. Semua produk pertanian untuk ekspor itu sebagian besar diproduksi oleh petani yang tersebar di seluruh Indonesia.
Memang pada mulanya Cairns Group hanya memperjuangkan perdagangan bebas dan kita juga membutuhkan perdagangan bebas untuk mengekspor produk-produk pertanian dan pangan. Selain itu, kita telah berhasil meyakinkan Cairns Group pada pertemuan di Punta del Este, Uruguay pada 2001 agar grup ini bukan hanya memperhatikan perdagangan bebas tetapi juga harus memperhatikan perdagangan yang fair atau adil. Dan karena alasan inilah Indonesia tetap berada dalam kelompok Cairns Group sewaktu negosiasi di WTO karena Cairns Group sudah setuju free and fair trade.
Berarti kebijakan yang kita terapkan tidak tegas?
Memang kelihatannya kebijakan kita itu, memimpin G 33 dan menyetujui Cairns Group, sebagai kebijakan yang ambivalen. Tetapi yang penting adalah bagaimana menyelamatkan kepentingan nasional dalam perdagangan global. Kita tidak hanya berkepentingan untuk produk-produk strategis tetapi juga berkepentingan membuka akses seluas-luasnya terhadap produk-produk ekspor pangan dan pertanian kita.
Jadi, karena kita pengekspor besar produk pertanian dan pangan, maka kita tidak perlu keluar dari Cairns Group, bahkan kita perkuat Cairns Group. Tapi di sisi lain kita memperjuangkan agar Cairns Group harus memperhatikan negara-negara pengimpor produk pertanian dan pangan, khususnya dari negara-negara ketiga di mana kita ada di dalamnya.
Jika kita keluar dari Cairns Group, menurut pengalaman saya, Cairns Group akan menjadi lemah bahkan bubar. Yang berarti kita kehilangan mitra untuk memperjuangkan perdagangan sebebas-bebasnya dan seadil-adilnya untuk produk-produk pangan dan pertanian kita. Apalagi tidak ada yang melarang kita untuk berada dalam dua pengelompokan itu. Oleh karena itu kita harus cerdas dalam memanfaatkan kedua pengelompokan itu dan juga pengelompokan lainnya yang mengedepankan kepentingan nasional. Jangan hanya kebijakan atau diplomasi bebas aktif tetapi kita mau diplomasi bebas aktif yang mengedepankan kepentingan nasional.
Untung Jaya