Persaingan usaha peternakan pada masa mendatang semakin sengit. Untuk menghadapinya tak ada cara lain, selain bersatu.
Banting harga, persaingan dagang yang tidak sehat, penguasaan pasar oleh orang-orang tertentu, dan tidak mampu bersaing dengan produk impor, membuat banyak pelaku usaha ayam ras gulung tikar. Kerugian itu merembet kepada para pedagang ayam di pasar, perusahaan pembibitan, pakan, dan obat-obatan yang menjadi pendukungnya.
Fenomena inilah yang mengilhami para pelaku usaha industri peternakan di Lampung untuk menyatu dalam wadah organisasi, yaitu Perhimpunan Industri Peternakan Ayam Ras (PINTAR). Dari sejak berdiri pada 2 November 2001 hingga kini, anggotanya terus bertambah. Awalnya hanya 15 orang peternak. Kini mencapai 1.330 peternak kemitraan dan 17 peternak mandiri. Ditambah 30 pedagang ayam skala besar dan 100 pedagang skala kecil.
“Mereka ini selalu menomorsatukan guyub karena dengan bisa guyub mereka bisa bersatu dalam hal menghadapi persaingan pasar, sharing teknologi, tidak saling banting harga dan lain sebagainya,” jelas Agus Wahyudi, Ketua Umum PINTAR, mengawali obrolan dengan AGRINA. Dengan guyub (kompak) pula, kata dia, mereka bisa cepat tanggap terhadap isu-isu yang terjadi di dunia peternakan, khususnya di Lampung.
Oleh karena itu menjadi organisasi yang tangguh baik di tingkat regional maupun nasional, dalam hal penyediaan bahan pangan asal ternak unggas untuk peningkatan konsumsi protein hewani dicanangkan sebagai visi PINTAR. Sedangkan dalam misinya organisasi ini ingin mewujudkan industri perunggasan yang maju, efisien, dan tangguh sehingga mampu menghadapi persaingan yang ketat pada masa mendatang.
Terus Berkiprah
Masih banyaknya kendala perizinan yang dialami peternak untuk mendirikan atau memperluas usaha peternakan menjadi kajian utama PINTAR. Masalahnya, untuk mendirikan satu usaha peternakan saja pelaku usaha di Lampung harus mengurus hingga 15 jenis perizinan dari beberapa instansi.
Untuk itu, PINTAR terus berupaya merangkul dinas peternakan dan memberikan masukan kepada pemda dalam membuat peraturan-peraturan daerah (perda) yang tidak memberatkan pengusaha peternakan maupun iklim usaha peternakan ayam ras. “Dengan semakin mudahnya perizinan, maka peternak akan dengan leluasa untuk mengembangkan usahanya dan tentu efeknya juga ke pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini ‘kan sesuai dengan keinginan pemda Lampung yang ingin menjadikan daerahnya sebagai sentra peternakan,” papar Agus.
PINTAR juga terus berusaha menciptakan iklim usaha perunggasan yang kondusif di provinsi gudang jagung tersebut. Hasilnya terlihat dari peningkatan populasi ayam dari kapasitas 2,5 juta ekor menjadi 8 juta ekor.
Yang konsisten dilakukan PINTAR dari awal berdiri hingga sekarang adalah selalu mengkampanyekan peningkatan status gizi masyarakat melalui konsumsi produk hewani (ayam dan telur). “Selain memberikan wawasan kepada masyarakat tentang gizi, kampanye juga secara tidak langsung akan berdampak pada konsumen untuk membeli produk-produk dari peternakan,” ujar Agus yang juga Asisstant Vice President Head of Broiler PT Primatama Karyapersada Lampung ini.
Saat ini, PINTAR tengah merintis pendirian rumah pemotongan ayam (RPA) bersama dinas peternakan setempat. Harapannya, ke depan para pelaku bisnis bisa ekspor daging ayam dalam bentuk karkas. “PINTAR juga bekerjasama dengan lembaga pendidikan melakukan penelitian di bidang obat-obatan herbal untuk ayam,” lanjut lulusan Fapet IPB 203 ini. Tujuannya agar produk unggas ini bisa semakin diterima masyarakat yang ketakutan akan efek penggunaan vitamin ataupun suplemen selama proses budidaya ayam oleh peternak.
Minat Perbankan Masih Kecil
Potensi peternakan unggas di Lampung cukup besar. Namun sayang masih sedikit pihak perbankan yang melirik usaha ini. Padahal peternakan termasuk yang menopang Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Lampung. "Penyumbang PDRB Lampung, sektor pertanian menempati posisi kedua dan sebanyak 12% dari peternakan tapi minat perbankan mengucurkan dana permodalan sangat minim dan tak sebanding dengan potensi yang ada," keluh Agus.
Bahkan dari beberapa bank di daerah tersebut, baru empat yang berminat menyalurkan kredit, yakni Bank Mandiri, Bank Panin, BNI, dan Bank NISP dengan pagu kredit antara Rp50 juta—Rp400 juta. Selain itu, beberapa perusahaan BUMN juga tertarik dalam pembiayaan peternakan ini, hanya saja pagu kredit yang mereka berikan maksimal Rp50 juta per peternak. Di antara sejumlah peternak di sana, baru 20 peternak mendapat kucuran dana dari bank dan 40 peternak lainnya disokong BUMN.
Dana dari perbankan itu masih terbilang kecil dibanding dengan kucuran dana dari perusahaan perunggasan yang berperan sebagai inti dalam kemitraan. Agus mencontohkan pemeliharaan 35.000 ekor ayam. Pihak inti mengeluarkan dana Rp576,335 juta dengan rincian, untuk pembelian bibit ayam Rp154 juta, pakan Rp413,035 juta, serta obat-obatan, vaksin, dan kimia (OVK) Rp9,3 juta.
Kendati begitu, dengan adanya perbankan yang membiayai usaha ini tetap sangat membantu. “Yang penting mereka sudah melihat sendiri bahwa usaha budidaya ayam ini layak dibiayai pihak perbankan,” alasan Agus.
Untuk bikin perbankan lebih melek, PINTAR melibatkan orang-orang perbankan dalam usaha budidaya ini atas nama pribadi. “Ini akan membuka wawasan orang-orang bank tentang usaha peternakan ayam ras,” imbuh ayah dua anak ini.
Komunikasi dengan perbankan lain pun tetap digencarkan. Golnya, dengan semakin banyak bank membiayai usaha peternakan ayam ras, semakin mudah pula peternak mengembangkan usahanya.
Tri Mardi Rasa