Kamis, 14 Mei 2009

Ketahanan Pangan Indikator Keberhasilan Pembangunan

“Ketahanan pangan suatu negara dikatakan baik jika semua penduduk di suatu negara setiap saat memiliki akses terhadap makanan dalam volume dan mutu yang sesuai bagi suatu kehidupan yang produktif dan sehat,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., saat diwawancara AGRINA.

Mengapa demikian?

Akses setiap individu terhadap pangan yang cukup merupakan hak asasi manusia yang berlaku secara universal. Oleh sebab itu sampai sejauh mana suatu negara menghormati hak asasi warganya juga dapat diukur dari ketahanan pangan yang dicapainya. Bahkan ketahanan pangan dapat dijadikan salah satu indikator penting bagi keberhasilan pembangunan nasional, di samping indikator pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.

Berbagai kejadian yang dapat dikategorikan sebagai krisis pangan yang muncul secara berulang menunjukkan ketahanan pangan negara ini relatif rapuh. Ketahanan pangan yang tangguh tidak akan mudah goyah apabila terjadi penurunan produksi pangan maupun gejolak ekonomi. Sebagai contoh, yang saat ini masih terasa membekas, adanya rush pembelian bahan makanan oleh masyarakat, terutama di kota besar, sekitar awal 1998. Akibat pembeli yang panik, kondisi sosial dan politik yang tidak stabil saat itu, membuat ekonomi nasional menjadi ikut terpengaruh.

Keadaan yang lebih parah terjadi di beberapa daerah, seperti Papua, yang mengalami bencana kekurangan pangan. Kejadian tersebut menggambarkan betapa lemahnya ketahanan pangan kita. Banyak alasan untuk membenarkan kejadian tersebut, antara lain adanya penurunan produksi pangan karena El Nino ataupun akibat adanya krisis ekonomi.

Perubahan iklim, seperti El Nino, sebenarnya bukanlah sesuatu yang tidak dapat diduga. Peringatan dini akan timbulnya musim kering yang berkepanjangan sudah cukup banyak diberikan. Persiapan untuk menghadapi gejala alam yang sering terjadi secara berulang seharusnya sudah dilakukan. Namun apapun juga alasannya, keadaan tersebut memberi peringatan bahwa ada yang kurang tepat dalam strategi pembangunan yang ditujukan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

Apa penyebab rapuhnya ketahanan pangan di Indonesia?

Ketahanan pangan nasional di negara ini selalu dipersepsikan dengan tingkat produksi atau ketersediaan bahan pangan, terutama beras. Ketersediaan pangan yang cukup tidak menjamin terjadinya ketahanan pangan. Apabila dilakukan perhitungan antara jumlah seluruh bahan pangan yang diproduksi di Indonesia, baik yang diperdagangkan maupun dikonsumsi sendiri, dengan jumlah penduduk, dapat diperkirakan bahwa ketersediaan pangan mencukupi. Jika ketersediaan bahan pangan per kapita yang menjadi acuan ketahanan pangan, maka Indonesia akan dengan mudah mencapainya.

Namun definisi ketahanan pangan tidak identik dengan ketersediaan pangan. Memang akses individu atau rumah tangga terhadap pangan mensyaratkan adanya ketersediaan pangan, tetapi ini tidak berarti ketersediaan pangan sama dengan ketahanan pangan. Bukti empiris di banyak negara menunjukkan, insiden kelaparan dan kekurangan makan bukan disebabkan kurangnya ketersediaan pangan di tingkat nasional, tetapi oleh kegagalan individu untuk memperoleh akses terhadap pangan.

Mengapa ketersediaan pangan tidak sama dengan ketahanan pangan?

Ketersediaan pangan merupakan konsep ketahanan pangan yang sudah mulai ditinggalkan. Pendekatan ketersediaan pangan sebagai gambaran ketahanan pangan menjadi kurang tepat diterapkan di negara sedang berkembang yang masih mengalami ketimpangan ketahanan pangan pada tingkat nasional dan tidak memperhitungkan akses individu atau rumah tangga terhadap pangan. Bahkan pendekatan ketersediaan pangan ini secara implisit mengasumsikan, aksesibilitas setiap individu atau rumah tangga terhadap pangan yang tersedia tidak mengalami hambatan. Kenyataan menunjukkan asumsi ini sulit terpenuhi di Indonesia.

Apa alasannya ketahanan pangan kita dikaitkan dengan ketersediaan pangan?

Pendekatan ketersediaan pangan tercermin dari berbagai kebijakan yang bertujuan memaksimumkan produksi pangan, terutama beras. Berbagai kebijakan di bidang pertanian, seperti kebijakan harga output maupun harga input, kebijakan penyediaan sarana dan prasaran, bahkan kebijakan dan pengembangan sebagian besar diarahkan untuk peningkatan produksi padi. Ketersediaan pangan yang berasal dari impor dianggap dapat menciptakan ketergantungan ataupun menghabiskan devisa negara. Oleh sebab itu sejauh mungkin perlu diusahakan swasembada pangan (beras).

Jika swasembada di tingkat nasional sudah tercapai, maka langkah selanjutnya adalah menjamin ketersediaan pangan di tingkat regional yang selanjutnya diatur distribusinya oleh pemerintah melalui Perum Bulog. Agar individu atau rumah tangga dapat memiliki akses terhadap pangan tersebut, pemerintah mengendalikan harga di tingkat konsumen. Dengan perkataan lain, konsumen diuntungkan oleh adanya pendekatan persediaan pangan.

Untung Jaya

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain