“Permintaan dan harga komoditas pertanian akan kembali meningkat pada akhir kuartal II 2009, setelah beberapa waktu lalu merosot akibat spekulasi dan dampak krisis ekonomi global,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, dalam mengantar seminar nasional “Agribusiness Outlook 2009” yang dilaksanakan Tabloid AGRINA pada 26 November 2008 lalu.
Mengapa dapat diperkirakan demikian?
Sebenarnya sangat sulit untuk melihat prospek 2009, teristimewa pada masa krisis sekarang ini. Tapi kata orang bijak, apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang itu sudah terjadi sekarang, bahkan sejak hari kemarin. Kita saat ini berada pada perubahan zaman terhadap penawaran dan permintaan hasil-hasil pertanian. Perubahan dari zaman excess supply ke excess demand. Sejak 1980-an terjadi excess supply sebagai hasil dari green revolution sehingga pertumbuhan penawaran lebih tinggi daripada permintaan. Akibatnya, harga hasil-hasil pertanian sejak 1980-an sampai awal 2000-an secara global termasuk juga di Indonesia mengalami penurunan.
Akibat dari penurunan harga ini kegiatan pertanian atau agribisnis kurang menguntungkan. Dan sebagai konsekuensinya, investasi oleh pemerintah dan dunia usaha semakin lama semakin berkurang di bidang pertanian. Demikian juga perhatian Bank Dunia, IMF, dan negara-negara maju terhadap pertanian semakin berkurang. Ditambah dengan semakin terbatasnya sumberdaya lahan dan sebagai akibat dari global warming secara lambat laun pertumbuhan pangan mengalami stagnasi.
Pada pihak lain pertumbuhan demand atau permintaan semakin lama semakin besar karena pertumbuhan penduduk dunia yang terus menerus, peningkatan pendapatan khususnya di negara-negara sedang berkembang, dan peningkatan penggunaan biofuel. Yang pada akhirnya pertumbuhan permintaan melebihi pertumbuhan penyediaan sehingga harga-harga pangan dunia termasuk Indonesia juga mengalami peningkatan.
Gejala kenaikan harga pangan ini sudah kelihatan tanda-tandanya sejak 2002 tetapi lebih nyata lagi sejak 2005. Bahkan karena tren kenaikan ini diduga terjadi spekulasi di bidang harga pangan yang mengkibatkan pada kuartal II dan III 2008 terjadi lonjakan harga yang luar biasa. Hal ini diperparah lagi dengan adanya lonjakan harga minyak bumi.
Petani sawit, petani karet, peternak ayam, dan petani padi masih berpesta pora. Hal itu disebabkan dibandingkan harga 2004, harga beras misalnya, sudah naik lebih dari 200%. Begitu juga dengan jagung, karet, CPO, dan lainnya. Tapi masuk kuartal IV 2008, semuanya berubah sama sekali. Pertanyaannya sekarang, bagaimana pada kuartal I 2009 dan seterusnya?
Mengapa tiba-tiba harga komoditas pertanian bisa anjlok?
Akibat dari spekulasi dan lonjakan harga minyak bumi menyebabkan terjadinya lonjakan harga pangan yang luar biasa (spike) yang keluar dari tren harga 2002—2007. Karena naiknya seperti lonjakan luar biasa, maka jatuhnya pun demikian. Mulai kuartal III 2008, semua harga komoditas pertanian bergelimpangan. Sekalipun banyak orang berpendapat bahwa krisis keuangan dan pasar modal saat ini dapat berlangsung dua tahun bahkan tiga tahun, tetapi buat agribisnis keadaannya barangkali berbeda.
Bagaimana prediksi Profesor untuk 2009?
Mudah-mudahan saya tidak salah, saya melihat pada akhir kuartal II tahun depan kondisi agribisnis kita akan kembali pada tren perkembangan 2002—2007, yaitu kembali pada tren excess demand, yaitu permintaan dan harga komoditas pertanian akan kembali meningkat. Alasannya, dari pengalaman 1997—1998 perekonomian kita ambruk tapi agribisnis kita booming. Sekarang ini agribisnis hanya terkejut sehingga general trend tadi dikoreksi. Tapi ia akan cepat pulih karena kebutuhan untuk makan tidak bisa ditunda.
Oleh karena itu, walaupun sekarang ini kita dalam keadaan sulit tetap harus optimistis bahwa hal ini hanya sebentar. Jangan menyerah, susunlah strategi agar bisa bertahan selama dua atau tiga kuartal ke depan.
Apalagi dengan depresiasi rupiah seperti sekarang ini, maka agribisnis akan booming karena kita bisa mengekspor lebih banyak sekalipun negara importir juga sedang kesulitan tapi mereka tetap butuh makan. Sementara kita tidak akan mengimpor karena harganya terlalu mahal. Hal tersebut bisa menjadi tambahan tenaga buat kita untuk menggerakkan agribisnis di dalam negeri. Dan kita berharap pemerintah dapat menyusun program dan kebijakan tentang moneter, fiskal, dan perdagangan yang membantu dunia agribisnis Indonesia tetap dapat bertahan selama dua tiga kuartal ini.
Untung Jaya