“Krisis ekonomi di AS itu mengakibatkan dampak langsung bagi kita, yaitu kehilangan pasar pangan dan pertanian di AS. Dan dampak tidak langsung berupa kehilangan pasar di negara lain yang menjadi partner AS, seperti China, India, Jepang, dan Eropa,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 - 2004, saat diwawancarai AGRINA.
Bagaimana kondisi krisis ekonomi saat ini dibandingkan 1998?
Memang fenomena saat ini mengingatkan kita pada situasi 1998. Namun krisis ekonomi 1998 lebih besar dampaknya bagi kita daripada krisis ekonomi yang sekarang. Karena krisis 1998 lalu kerusakannya disebabkan dari dalam dan kita tidak siap, sedangkan sekarang ini kerusakan datang dari luar dan kita sudah lebih siap menghadapinya lantaran sudah punya pengalaman. Memang pertumbuhan ekonomi kita akan lebih sulit dengan pertumbuhan tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya. Namun tidak akan mengalami pertumbuhan negatif yang besar seperti 1998.
Dampak apa saja yang mungkin akan terjadi?
Krisis ekonomi yang menimpa perekonomian AS sudah merambat ke seluruh dunia. Hasil akhir dari krisis ekonomi ini sangat tergantung pada efektivitas usaha pemerintah-pemerintah di seluruh dunia secara sendiri-sendiri dan bersama-sama untuk menyelamatkan pasar modal serta sistem perbankan dan keuangan di masing-masing negara. Namun yang pasti, bagaimana pun efektif dari usaha-usaha pemerintah itu, kerusakan ekonomi sudah terjadi.
Resesi pasti terjadi. Cuma intensitas dan lama dari resesi itu masih sangat sulit diprediksi sekarang ini. Yang pasti, pertumbuhan ekonomi dunia akan berkurang, pengangguran meningkat, perdagangan menurun, dan harga-harga termasuk harga energi dan pangan akan menurun. Dengan berkurangnya pertumbuhan ekonomi dunia, permintaan terhadap produk-produk pertanian, seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, teh, dan rempah-rempah akan berkurang. Jumlah permintaan yang berkurang ini juga disertai dengan harga yang semakin rendah.
Bagaimana dampak terhadap agribisnis Indonesia?
Dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia bisa terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung, khususnya pada pangan dan pertanian Indonesia. Secara langsung, terjadi penurunan ekspor produk-produk pangan dan pertanian Indonesia ke AS yang merupakan pasar ekspor utama produk pangan dan pertanian Indonesia.
Secara tidak langsung, dengan pertumbuhan ekonomi AS yang semakin kecil padahal AS merupakan pasar besar buat China dan India, maka pertumbuhan ekonomi China dan India juga akan berkurang. Oleh karena itu, permintaan akan pangan dari China dan India akan berkurang sehingga ekspor pangan dan pertanian dari Indonesia juga akan berkurang.
Hal tersebut akan berakibat buruk pada pertanian Indonesia, khususnya produk-produk pertanian Indonesia yang mengandalkan pasar ekspor. Maka sektor pertanian pada masa-masa yang akan datang di Indonesia bakal mengalami penurunan pertumbuhan, pengangguran bertambah, dan kemiskinan juga bertambah.
Dan salah satu dampak lain dari krisis ekonomi dunia ini adalah pelarian modal luar negeri dari Indonesia yang berakibat pada penurunan nilai tukar rupiah. Hal itu akan mendorong ekspor pertanian dan mengurangi impornya sehingga akan membantu surplus perdagangan internasional di bidang hasil-hasil pertanian. Namun agar ekspor pertanian Indonesia tidak mengalami stagnasi, maka kontrol terhadap perubahan nilai tukar rupiah oleh Bank Indonesia jangan terlalu merugikan eksportir pertanian.
Bagaimana mengatasi akibat buruk tersebut?
Secara makro, krisis ini mengakibatkan pengurangan pada ekspor dan investasi, maka variabel yang dapat dimanfaatkan adalah konsumsi dalam negeri dan pembelanjaan pemerintah. Konsumsi dalam negeri terhadap produk-produk domestik harus ditingkatkan, dan harus ada insentif untuk itu. Saat ini kesempatan untuk meningkatkan konsumsi pangan dalam negeri karena harga lebih murah, khususnya konsumsi protein dan lemak yang berasal dari ternak dan ikan.
Sementara itu pembelanjaan pemerintah harus ditingkatkan dan distribusinya dipercepat untuk memperbaiki infrastruktur di pedesaan dan pertanian, seperti memperbaiki jalan-jalan desa dan irigasi. Hal tersebut akan menimbulkan lapangan kerja, selanjutnya akan menimbulkan pendapatan kepada rakyat sehingga akan menstimulir konsumsi pangan dan barang-barang industri.
Indonesia harus mengusahakan ekspor pertaniannya jangan menurun drastis, kendatipun harus melalui sistem barter. Barter walaupun primitif, masih lebih bagus daripada tidak ada perdagangan sama sekali. Contohnya, barter antara minyak kelapa sawit dari Indonesia dan pupuk dari Rusia; minyak kelapa sawit dari Indonesia dan gandum dari India; karet dari Indonesia dan mesin-mesin pertanian dari China, dan lainnya. Selain itu, jika masih ada peluang untuk mengekspor, semua hambatan ekspor harus dipangkas, misalnya pajak ekspor CPO.
Barangkali perlu dihidupkan kembali ide mengenai biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit. Saat ini adalah kesempatan untuk mengembangkan biodiesel dari minyak kelapa sawit karena harganya turun drastis dibandingkan harga minyak bumi kendatipun juga mengalami penurunan.
Di samping itu, perdagangan antarpulau dapat juga menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kelesuan yang terjadi di bidang pertanian. Oleh karena itu, hambatan perdagangan antardaerah juga harus dipangkas, seperti aturan-aturan yang rumit di pelabuhan.
Untung Jaya