Culinary bebek kini sudah memantik selera masyarakat Indonesia baik yang di kota besar maupun yang di desa. Pada fine dining di restoran mahal, atau di warung atau bawah tenda. Tapi, tidak seperti jualan makanan ayam, baik waralaba dari Amerika maupun tradisional yang ramai berpariwara, bebek dipromosikan dari mulut ke mulut. Bagi anak-anak dan remaja kota besar, kalau kepingin makan ayam, maka nama-nama KFC, Mc-D, A&W segera terbit di ingatan mereka. Kalau tentang bebek, persepsi sekejap mereka, “Paman Donal”, bukan bebek goreng/panggang di pinggan. Tampaknya gaya jualan bebek di tempat tempat lain juga sama. Tidak kwek-kwek melalui iklan.
China menunggangi benar ajang olimpiade yang spektakuler untuk sekaligus mempropagandakan bebeknya. Di dining hall perkampungan atlet, ribuan olimpian dan ofisial berbagai bangsa menyantap bebek peking, dan segera saja hidangan itu menjadi favorit dan cepat ludes. Puluhan kepala negara dan pemerintahan, ribuan suporter dan turis mancanegara juga menikmati kelezatan bebek karena menjadi menu wajib di restoran-restoran Beijing selama berlangsungnya olimpiade. Perdana Menteri Inggris yang datang untuk pembukaan olimpiade, sekaligus melakukan kunjungan kenegaraan dijamu bebek panggang di istana. Sementara di Central London, restoran kesukaannya, Phoenix Palace, lagi disegel karena ovennya tidak bersertifikat CE (Conformité Européenne), persyaratan keselamatan terhadap emisi karbon monoksida.
Di Asia, bangsa Cina terkenal sebagai pemakan bebek. Di Eropa, orang Perancis sudah lama mengenal masakan bebek (daging dan hatinya). Di Indonesia, tanpa gembar- gembor, bebek menjadi tenar, tidak lagi sekadar telurnya (yang diasinkan) atau tokoh Paman Donal di komik. Daging bebek dari berbagai jenis, lokal maupun pendatang sudah jadi kegemaran makan masyarakat.
Seiring dengan itu, bergerak cepat pula bisnis anakan (day old ducks - DOD) dan pakannya. Pelaku bisnis poultry kini tidak cuma memainkan ayam, tapi juga bebek. Tren bisnis bebek konsumsinya sudah terasa di peralihan millenium, tapi lebih tajam dalam tiga tahun terakhir ini.
Bebek lebih tahan penyakit ketimbang ayam. Sanitasinya pun lebih sederhana. “Yang diangon saja itu ‘kan sehat-sehat,” kata Santoso Djaluwahono, seorang pelaku bisnis bebek tiktok di Depok. Pelaku ekonomi kuat memfokuskan industri bebek pada DOD dan pakannya. Harga bebek saat ini Rp25.000 per kg (karkas). Satu ekor tiktok utuh bisa berbobot 2,5 kg, sedangkan bebek peking bisa sampai 3 kg. Di perhitungan akhir, marjinnya minimal 20%. Pasarnya? Masih jauh dari jenuh. Karena pasokannya masih kurang, bebek afkiran yang bekas petelur juga laku dijual. Warung-warung bebek di berbagai tempat di Jakarta saja, masing-masing memesan sampai 200 ekor per hari. Restoran besar yang sudah favorit bisa sampai 500 ekor. Seperti juga ayam, bisnis bebek juga meliputi dagingnya dan telurnya.
AGRINA edisi ini mengetengahkan bebek karena percaya akan potensinya yang menjanjikan. Bebek bisa membangkitkan agribisnis, dari hulu sampai ke hilir. Tengoklah gambar-gambar di tenda tepi jalan, kini ada ayam, lele dan bebek. Menu bebek juga tersaji di restoran mewah. Tapi itu tidak hanya terbatas pada daging dan telur. Industrinya perlu pula dikembangkan. Karena seperti di Perancis, produk bebek yang populer adalah liver paste, pasta hati bebek yang merupakan kudapan orang-orang kaya (termasuk orang kaya di Jakarta).
Populasi bebek secara nasional pada 2007 sudah mendekati 35 juta ekor. Bisnis bebek secara tradisional mengutamakan bebek petelur. Kini permintaan akan daging bebek makin meningkat, dan pasokannya masih jauh dari memenuhi permintaan pasar. Jadi, yang sekarang harus digenjot adalah bebek pedaging. Untuk itu perlu intensifikasi dan ekstensifikasi peternakan bebek. Intensifikasi bebek pedaging dilakukan di sentra-sentra utama yang sudah ada di Jawa. Juga di Kalimantan Selatan yang juga sudah menjadi sentra utama bebek. Sedangkan ekstensifikasi lebih tepat digalakkan kabupaten- kabupaten di luar Jawa, baik betina petelur atau jantan pedaging. Ini simultan dengan usaha DOD dan pakan yang juga disebar ke daerah-daerah.
Daud Sinjal