“Sistem agribisnis ayam ras (pedaging dan petelur) dalam perkembangannya merupakan sistem agribisnis yang mengalami pertumbuhan sangat cepat. Namun untuk membangun daya saingnya ke depan perlu dukungan R & D,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, saat diwawancarai AGRINA.
Bagaimana gambaran singkat perkembangannya?
Agribisnis ayam ras memiliki struktur agribisnis yang relatif lengkap dan modern, baik itu di dalam subsistem agribisnis hulu maupun hilirnya. Bahkan, pada subsistem budidayanya pun juga berkembang secara fantastis. Dari pengusahaan skala keluarga pada 1950-an menjadi suatu pengelolaan peternakan yang modern pada era 1990-an. Namun sayangnya, agribisnis ayam ras ini merupakan salah satu agribisnis yang mengalami penyusutan sangat besar akibat krisis moneter pada akhir 1990-an, baik itu degradasi di subsistem hulu, on-farm, maupun hilirnya.
Mengapa terjadi penyusutan dan apa penyebabnya?
Penyusutan yang sangat besar ini mengindasikan bahwa agribisnis ayam ras belum mempunyai ketangguhan dan kemampuan penyesuaian diri menghadapi perubahan besar lingkungan ekonomi eksternal. Penyusutan ini terutama disebabkan oleh faktor ketergantungan pada impor bahan baku pakan utama dan bibit.
Para pengusaha pabrik pakan selama ini selalu berpikir jangka pendek. Bahan baku utama, seperti jagung, kedelai, dan tepung ikan diperoleh dari impor. Padahal bahan baku tersebut cukup melimpah di dalam negeri. Krisis ekonomi menyebabkan harga bahan baku impor melonjak. Menghadapi kenaikan harga ini, tidak ada upaya konkret yang dilakukan para pengusaha pakan, kecuali meningkatkan harga pakan secara bersama-sama. Demikian juga yang terjadi sekarang, saat harga pangan dunia seperti jagung dan kedelai meningkat secara drastis, jalan keluar yang dipilih juga meningkatkan harga pakan.
Selain itu, masalah bibit seperti sudah menghadapi jalan buntu karena kemampuan riset dan inovasi teknologi cenderung stagnan. Bagi pengusaha lebih menguntungkan dan lebih mudah untuk mengimpor bibit daripada membiayai penelitian. Sedangkan lembaga penelitian tidak mempunyai aksesibilitas fasilitas yang memadai untuk melakukan sebuah penelitian yang inovatif guna menemukan bibit baru jika tidak mempunyai sumber dana.
Berarti agribisnis ayam ras belum memiliki basis yang kuat di dalam negeri?
Ya. Walaupun demikian, agribisnis ayam ras menghadapi prospek yang cerah di masa yang akan datang. Hal ini didorong oleh faktor jumlah penduduk yang besar, konsumsi daging ayam yang masih rendah, dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi nasional yang positif. Dan belajar dari pengalaman selama krisis moneter yang lalu dan era pangan mahal saat ini, yang menjadi tantangan ke depan adalah bagaimana membangun daya saing sistem agribisnis ayam ras nasional yang berbasis domestik.
Kunci pokok dari suatu agribisnis ayam ras yang berdaya saing adalah kemampuan merespon perubahan selera konsumen secara efisien, yakni mampu menghasilkan produk yang efisien dan cepat serta sesuai atribut produk yang dituntut konsumen. Pendekatan tersebut membutuhkan pergeseran paradigma pada pendekatan permintaan pasar (konsumen) menjadi kemampuan menghasilkan produk yang sesuai pemintaan pasar.
Dukungan R & D (research & development) seperti apa yang diperlukan agar agribisnis ayam ras berdaya saing?
Paling sedikit saat ini terdapat empat ranah R & D yang harus dikuasai perusahaan agribisnis ayam ras. Pertama, R & D di bidang teknologi pakan. Komponen biaya terbesar dalam agribisnis ini adalah pakan sehingga penguasaan pakan adalah faktor terpenting daya saing. Kegiatan R & D di bidang ini terutama diarahkan untuk membangun industri pakan berbasis dalam negeri. Dan untuk itu perlu dikembangkan fleksibilitas formula ransum pakan sehingga dapat memanfaatkan bahan baku pakan yang dihasilkan di dalam negeri.
Kedua, R & D di bidang industri pembibitan. Industri pembibitan merupakan cetak biru (blue print) utama dari agribisnis ayam ras, juga merupakan faktor utama dalam menentukan daya saing agribisnis ayam ras. Kegiatan R & D di bidang ini diarahkan untuk dapat menghasilkan strain baru ayam, yang diharapkan cocok dengan karakteristik pakan dalam negeri dan merupakan kombinasi keunggulan ayam ras dengan ayam buras (dalam aspek aroma dan citarasa).
Ketiga, R & D di bidang pemasaran. Indonesia memiliki keanekaragaman sosial budaya yang tentunya juga menampilkan keragaman dalam preferensi terhadap produk akhir ayam ras. Demikian juga dengan pasar internasional. Keragaman preferensi konsumen di pasar domestik dan internasional ini perlu digali untuk dijadikan suatu nilai terhadap produk yang dihasilkan.
Keempat, R & D di bidang penyakit dan vaksin. Penyakit merupakan faktor penghambat pengembangan agribisnis ayam ras. Oleh karena itu harus diupayakan teknologi untuk menanggulanginya, misalnya melalui vaksinasi. R & D di bidang ini diarahkan agar dapat menghasilkan vaksin untuk penyakit berbahaya pada ayam ras, apalagi yang dapat menular pada manusia (zoonosis), seperti penyakit flu burung.
Untung Jaya