Senin, 23 Juni 2008

TAJUK : P2SDS 2010, Efisiensi, Probiotik

Banyak orang menyangsikan Program Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS) 2010 yang dicanangkan Menteri Pertanian, September tahun lalu. Soalnya, dalam satu dasawarsa terakhir ini, Indonesia selalu defisit sapi potong dan daging, dan kecenderungannya belum pernah membaik.

Kita mengimpor 350 ribu—500 ribu ekor sapi, bahkan pada 2005 impor sapi hidup sampai 750.000 ekor lebih. Data Ditjen Peternakan menyebutkan, neraca produksi daging sapi nasional sepanjang 2008 diperkirakan hanya memenuhi 64,9%. Kekurangan 35,1% dipenuhi dengan mengimpor. 

Dalam AGRINA edisi 76, 16—29 April 2008 dikemukakan, kesangsian antara lain dari Toni M. Wibowo, direktur sebuah perusahaan pembibitan dan penggemukan sapi, dan Thomas Sembiring, Ketua Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia.  Toni Wibowo mengatakan target P2SDS 2010 luar biasa berat. ”Tinggal dua tahun lagi, kalau kita tetap dengan bibit yang murni, no way-lah”. Namun Tony mengingatkan pentingnya  gerakan nasional untuk peningkatan efisiensi, integrasi bisnis serta pengembangbiakan. Thomas Sembiring beranggapan, secara politis semua pihak pasti setuju dengan P2SDS, tapi aplikasi di lapangan bertolak belakang. Ia menunjuk program swasembada yang digulirkan Deptan pada 2005 sebelum berganti P2SDS pada 2007, “Kenyataannya, malah persentase impor makin tinggi”.

Ketika mencanangkan P2SDS, Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengemukakan tentang “debirokratisasi”. Artinya, program itu harus dijalankan dengan terobosan-terobosan, tentu tidak secara business as usual. P2SDS menempuh sejumlah langkah, antara lain optimalisasi akseptor dan kelahiran dengan inseminasi buatan (IB), pengendalian pemotongan betina produktif, perbaikan mutu bibit dan penambahan indukan bunting, penanganan gangguan reproduksi dan kesehatan hewan, pengembangan pakan lokal, intensifikasi kawin alam, pengembangan SDM serta kelembagaan.

Ketika AGRINA edisi sekarang ini berbicara probiotik, sesungguhnya itu terkait dengan terobosan, efisiensi, optimalisasi, yang ditekadkan pemerintah dan para pelaku agribisnis pertanian (termasuk peternakan dan perikanan). Pemanfaatan probiotik bisa memenuhi langkah efisiensi dan optimalisasi dalam reproduksi (memperpendek jarak beranak sapi, mengurangi kematian pedet), mempercepat pertumbuhan, menaikkan bobot badan, memberi kekebalan terhadap penyakit. Probiotik juga alternatif bagi antibiotik yang sudah dilarang di banyak negara.

Seperti pada manusia, antibiotik dipakai untuk kesehatan dan penyembuhan (terapi) binatang ternak. Tapi kemudian diketahui, antibiotik bisa membantu menambah bobot hewan ternak (ayam, sapi, domba, kelinci, babi). Yang terjadi kemudian, lebih 90% dari antibiotik yang diberikan kepada ternak bukan lagi semata untuk keperluan kesehatan/pengobatan, melainkan juga meningkatkan produktivitas ternak. Pemakaiannya menjadi overdosis.

Penggunaan berlebihan antibiotik untuk keperluan non-terapi pada unggas dan ruminansia mengancam kesehatan manusia. Karena sisa antibiotik itu tertinggal sebagai  residu, yang pada gilirannya akan menimbulkan resistensi antibitik pada manusia yang mengonsumsi daging ternak itu.

Syukurlah, pengembangan iptek selalu memberikan temuan pengganti antibiotik, yakni additives yang bukan obat, seperti probiotik, yang kegunaannya berlaku untuk manusia dan hewan. Sekaligus menjaga keseimbangan mutu lingkungan. Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi dan BPPT sudah menghasilkan probiotik, tapi Indonesia belum membangun industrinya. Begitu pun, teknologi probiotik bisa saja diaplikasikan peternakan rakyat karena mudah, murah, alami, bahan-bahannya ada di sekitar kampung halaman sendiri.

Nun di Gorontalo, pemerintah, swasta, dan rakyatnya sudah melancarkan gerakan memanfaatkan probiotik untuk unggas dan ternak sapi. Inovasi produksi yang lebih efisien, hemat ongkos, mendongkrak kuantitas dan kualitas (susu, daging, telur), bisa pula dilancarkan di ratusan kabupaten dan kota di Indonesia. Pasti belum bisa sepenuhnya mencapai target swasembada daging sapi pada 2010, atau memenuhi kebutuhan protein seluruh anak negeri. Tapi ‘kan Deptan mengartikan swasembada dalam P2SDS bukan pemenuhan seluruh kebutuhan daging dari pasokan dalam negeri, melainkan menurunkan impor sampai di bawah 10%.

Daud Sinjal

 

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain