Senin, 26 Mei 2008

SUARA AGRIBISNIS : Pemerintah Perlu Dukung Industri Biofuel

“Hingga saat ini pengembangan biofuel di Indonesia baru sebatas pembuatan roadmap tapi belum ada kebijakan pemerintah untuk memberikan insentif,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000—2004, saat diwawancarai AGRINA.

Roadmap dan insentif seperti apa yang dimaksudkan?

Dalam hal biofuel pemerintah indonesia telah membuat cetak biru pada kebijakan energi nasional yang dinamakan Energy Mix Policy 2010, termasuk roadmap dalam pengembangan industri biofuel melalui Keputusan Presiden No. 5 Tahun 2006. Selanjutnya Keppres No. 10 Tahun 2006 menghasilkan tim nasional untuk energi yang dapat diperbaharui yang terdiri dari semua perwakilan institusi dan organisasi. Energy Mix Policy meliputi energi untuk keperluan rumahtangga, industri, dan transportasi secara komersial.

Tujuan Energy Mix Policy adalah mengurangi konsumsi premium dan solar untuk transportasi, serta minyak tanah, gas, dan energi listrik untuk rumahtangga dan industri sekaligus mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan menghemat devisa untuk impor minyak. Sebagai tambahan, kebijakan tersebut juga memperhatikan potensi Indonesia pada pengembangan energi yang bisa diperbaharui sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia dan pemilik sumberdaya berlimpah untuk bioenergi. Pengembangan industri bioenergi juga membuka lapangan kerja di daerah pedesaan.

Namun jika melihat perkembangan hingga saat ini, sekali pun memiliki potensi yang besar, kecil kemungkinan Indonesia menjadi produsen biofuel besar dalam 5—10 tahun ke depan. Bahkan yang terjadi justru hal sebaliknya, dari 10 pabrik biofuel yang ada, tinggal 4 pabrik yang masih beroperasi secara kembang kempis. Karena itu, perlu kebijakan pemerintah yang bisa mendorong perkembangan industri biofuel di Indonesia, misalnya kebijakan insentif untuk pajak dan harga. 

Jadi, untuk biofuel ini dapat dikatakan, kita hanya latah saat adanya hiruk-pikuk di tingkat internasional. Kita hanya hebat pada tingkat diskusi dan persiapan pendahuluan, tapi tidak dilanjutkan dengan tindakan konkret sehingga industri ini tidak berkembang. Hal ini sangat disayangkan karena produksi bahan bakar minyak (BBM) kita terus menurun sementara harga minyak mentah di pasar internasional belum ada tanda-tanda akan menurun.

Apa target dari Energy Mix Policy tersebut?

Target dari Energy Mix Policy adalah pengurangan minimal 10% pada konsumsi minyak yang berasal dari fosil. Itu diperhitungkan dari 52% konsumsi energi nasional melalui energi yang diperbaharui termasuk bioetanol (tebu, singkong, dan jagung) dan biodiesel (kelapa sawit, jarak, dan bahan pangan lainnya) pada 2010.

Soal biofuel ini sudah kemukakan saat diundang menyampaikan pengarahan pada Biofuel Summit and Expo for Sustainable Biofuel di Madrid, Spanyol, 22—24 April 2008 lalu. Sebenarnya Indonesia sangat optimis pada industri ini. Beberapa strategi telah dilaksanakan termasuk sinergi pemerintah daerah dan beberapa perguruan tinggi. Namun demikian pengembangan energi biofuel di sini tidaklah mudah. Memperhatikan faktor eksternal, seperti melambungnya harga pangan dan minyak bumi, maka prioritas antara pangan, pakan, dan bahan bakar menempatkan pemerintah Indonesia pada situasi yang sulit. Namun demikian keputusan harus diambil. Keamanan pangan, termasuk keamanan minyak goreng untuk konsumsi domestik, adalah salah satu alasan  yang meletakkan kelapa sawit untuk konsumsi domestik sebagai prioritas yang tinggi bagi negara berpenduduk 225 juta jiwa ini.

Masalah lain, pemerintah Indonesia belum membuat kebijakan seperti yang sudah diimplementasikan negara lain, misalnya pembebasan pajak dan subsidi untuk mendukung pembaharuan energi pada 2010. Penggunaan biofuel masih bersifat sukarela, bahkan hanya untuk konsumsi domestik. Berdasarkan kondisi tersebut, dalam jangka pendek ekspor biodiesel Indonesia masih jauh dari kenyataan.

Bagaimana dengan minyak jarak pagar?

Dalam hubungan dengan minyak jarak pagar untuk biodiesel, Menteri Pertanian mempromosikan pembukaan perkebunan baru. Namun demikian karena keterbatasan  lahan yang cocok dan benih yang mempunyai produktivitas tinggi sehingga perkembangan perkebunan ini masih berjalan lambat. Perkebunan jarak saat ini ada di Jatim, Jabar, Kalimantan dan Sulawesi. Total areal tanam diperkirakan hanya sekitar 15.000 ha. Jumlah tersebut tidak signifikan untuk keperluan komersial tetapi lebih berarti bagi penyediaan energi lokal khususnya konsumsi rumahtangga subsisten.

Apa solusi yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendorong pengembangan biofuel di Indonesia?

Sebaiknya dana pengurangan subsidi BBM juga digunakan untuk penguatan pengembangan energi alternatif. Jangan dana tersebut habis untuk konsumtif saja seperti bantuan langsung tunai (BLT). Memang upaya mendukung biofuel merupakan pengeluaran yang bersifat jangka pendek, sedangkan penerimaannya baru akan dirasakan dalam jangka panjang.

Untung Jaya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain