Senin, 12 Mei 2008

TAJUK : Krisis Daya Beli

Krisis Daya Beli

Para orang bijak yang Selasa, 6 Mei lalu, berbicara di seminar AGRINA semuanya mengakui bahwa Indonesia tidak termasuk negara yang kekurangan pangan. Ketersediaan pangan – dalam hal ini beras - di Indonesia cukup, bahkan berlebih. Yang tidak cukup adalah daya beli rakyat. Yang terjadi bukan krisis pangan, tetapi krisis daya beli. Maka topik yang kami acungkan, “Ketersediaan Pangan, Keterjangkauan Harga”, bagai terpantul dalam ruangan seminar di Hotel Aryaduta tersebut. Juga subtopiknya “Adjustment Jangka Pendek dan Jangka Panjang terhadap Krisis Pangan” terasa kena ketika semua pembicara itu mengingatkan bahwa kecukupan beras yang didapat tahun ini – berkat curahan air hujan dan bantuan benih dan pupuk – tidaklah menjamin untuk sampai akhir tahun ini.  

Pangan cukup tersedia di Indonesia, tapi harganya meningkat tajam oleh kejadian di luar kekuasaan kita. Seperti produksi yang kalah cepat dengan populasi, kenaikan harga minyak bumi, bahan pangan diambil untuk energi alternatif, penyimpangan iklim,  selera makan penduduk China dan India bertambah, kemungkinan ulah spekulan yang memainkannya di pasar komoditas.

Tingginya harga pangan dirasakan sangat berat oleh masyarakat kebanyakan Indonesia yang rata-rata menggunakan 40% dari belanja hidupnya untuk pangan. Apalagi oleh 17% rakyat yang termiskin. Indonesia menghadapi masalah pangan dan kemiskinan, kata salah seorang pembicara, Siswono Yudo Husodo. Untuk masalah pangan, adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi nasional dan meningkatkan daya beli rakyat. Sedangkan masalah utama kemiskinan, bagaimana memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani.  

AGRINA berada di tengah-tengah komunitas agribisnis Indonesia. Maka topik yang dikedepankan tabloid ini adalah refleksi dari pergumulan yang terjadi di dunia itu. Penulisan di tabloid maupun menggelar seminar adalah untuk memetakan permasalahan yang berkembang dan mencari jalan keluarnya. Atas permasalahan pangan di Indonesia, baik para pembicara maupun yang memberi komentar di seminar melihat, krisis bisa terjadi karena pertanian sepenuhnya bergantung pada alam, juga oleh bencana alam, dan kita tidak bisa menentukannya. Tapi mereka juga melihat permasalahan yang disebabkan ulah manusianya.

Konsumsi kita terlalu didominasi oleh beras. Kita sangat doyan makan mi dan roti yang membuat impor gandum membengkak sampai 5,5 juta ton per tahun. Tiada diversifikasi pangan, padahal negeri kita menyimpan beragam dan berkelimpahan sumber pangan (karbohidrat dan protein). Kita pun baru setakat 49% memakai benih unggul, belum menggunakan pupuk berimbang, petani sulit mengakses modal, rendemen masih 17—20%, teknologi masih langka, ketersediaan air yang terancam oleh kerusakan lingkungan, infrastruktur masih jauh dari memadai, belum banyak investasi swasta besar.

Semua permasalahan tersebut bukannya tidak diketahui para penyelenggara negara, para pejabat penting pengambil keputusan, legislator di parlemen, pengusaha di sektor pertanian. Malah ada yang menganggap Indonesia memang belum memiliki politik pertanian/pangan yang mantap, yang menggariskan kebijakan mendasar untuk jangka waktu panjang. Semua ini sudah diketahui dunia dan negara tetangga yang lebih maju, yang bisa saja memanfaatkan kelemahan-kelemahan itu, dan mendiktekan kepentingan mereka dengan menginjak kedaulatan kita.

Yang kedengaran masih minta disepakati di seminar itu adalah tentang angka-angka yang penting untuk tolok ukur.  Yakni, tentang berapa luas panen per tahun, rata-rata produksi nasional per hektar, jumlah penduduk (231,6 juta orang atau 227,78 juta orang), jumlah yang miskin dan rawan pangan. Juga tentang apakah revitalisasi pertanian (RPPK) mandek atau masih berjalan konsisten, luas lahan pertanian bertambah atau lebih banyak yang beralih fungsi, irigasi sudah bertambah atau makin banyak yang rusak, serta bantuan apakah lebih tepat di prapanen atau pascapanen. Untuk sejumlah angka ramalan yang masih kontroversial, tentu harus ada yang membela BPS karena ia adalah badan resmi satu satunya, dan datanya valid demi hukum.

Dalam penerbitan-penerbitan berikut, kami akan menulis secara mengangsur atau menyisipkan data-data penting yang dipaparkan pada seminar yang merupakan rangkaian perayaan tiga tahun usia AGRINA.

Daud Sinjal

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain