Saat AGRINA edisi ke-77 naik cetak hari Minggu 27 April kemarin, genaplah sudah dwimingguan ini mencapai usia tiga tahun. Pada terbitan perdana, 27 April 2005, AGRINA muncul dengan isu susu sapi. Selanjutnya berbagai kumandang agribisnis -- dari sudut sektoral, jenis komoditas, infrastruktur, kebijakan, kelembagaan, sarana produksi, teknologi, sampai ke usaha rakyat kecil, pasar lokal, nasional, global -- kami soroti melalui dalam Fokus dan rubrik-rubrik lainnya
Ketika merayakan ulang tahunnya yang kedua tahun lalu, AGRINA menggelar seminar yang menyoroti peningkatan dua juta ton produksi beras 2007. Namun, dalam peralihan ke 2008, kendati produksi beras nasional berlimpah, situasi pangan dunia sedang dililit keadaan darurat, yang tanpa kecuali menghimpit negara-negara maju yang staple food-nya bukan nasi. Maka memperingati ulang tahun ketiga, kami, pada Selasa 6 Mei yang akan datang, akan menyelenggarakan seminar bertajuk “Ketersediaan Pangan, Keterjangkauan Harga (Adjustment Jangka Pendek dan Jangka Panjang terhadap Krisis Pangan).”
Krisis pangan disebabkan oleh ekses permintaan karena garis produksinya begitu melandai dibandingkan reproduksi manusia dunia yang mencuat tinggi. Konsumsi pangan juga melonjak seiring kemajuan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat. Apalagi kalau itu terjadi di negara berpenduduk besar seperti China dan India. Harga bahan bakar minyak (BBM) yang kini melampaui US$110 per barel memperparah keadaan. Krisis BBM menyebabkan pengalihan sejumlah sumber utama pangan dan pakan utama untuk pengembangan bahan bakar nabati. Dunia masih didera pula oleh perubahan iklim yang mengakibatkan musim tidak menentu.
Krisis pangan tidaklah melulu oleh kerawanan ketersediaan beras karena ia sudah terbelit tarik menarik antara pangan (untuk manusia), pakan (untuk ternak), dan bahan bakar. Menjadikan jagung, kedelai, gula, daging, telur, susu, keju, unggas terkerek naik. Gandum yang tidak terkait langsung pada food-feed-fuel ikut-ikutan naik. Negara- negara produsen besar di Asia, seperti Thailand, Vietnam, mengekap erat berasnya untuk keamanan rumahtangganya sendiri. Jahatnya, dalam keadaan begini, para pedagang besar spekulan menimbun beras dan memainkannya ke dalam future trading.
Zaman pangan murah sudah berlalu. Harga bahan makanan pokok dan bahan pakan serta energi pengolahan dan transportasinya berpengaruh pada harga jual produknya. Kalau konsumen negara maju di Eropa saja sudah mengeluhkan keadaan ini, apalagi masyarakat dunia ketiga.
Buat produsen, kenaikan harga mestinya potensial membawa berkat. Namun ini tidak berlaku bagi petani produsen di sini karena sekali pun Harga Pembelian Pemerintah (HPP) padi dinaikkan, toh tidak mengangkat daya belinya. Petani produsen merangkap konsumen yang miskin serta wong cilik Indonesia menghabiskan 70%--80% pendapatannya untuk membeli makanan. Inilah lapisan terbesar konsumen Indonesia. UU No.7 1996 tentang Pangan menyatakan, ketahanan pangan adalah terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan.
Disequilibrium pangan tengah mengancam ekonomi dan sosial kita. Bukan tidak mungkin ia akan mencuat menjadi keresahan sosial yang menggoncangkan stabilitas politik dan keamanan. Seminar “Ketersediaan Pangan, Keterjangkauan Harga” digelar untuk mencari equilibrium baru demi menjamin ketahanan pangan. Para pembicara dan peserta diskusi diharapkan menemukan adjustment terhadap krisis pangan. Untuk jangka pendek, setidaknya mengamankan situasi sampai dua musim tanam. Jangka panjangnya, mengupayakan ketahanan pangan yang melampaui masa bakti pemerintahan pemenang Pemilu. Artinya, siapa pun berkuasa, strategi pangan yang sudah digariskan harus tetap berlanjut.
Penyelenggara seminar mengundang Menteri Koordinator Kesra, Dirut Perum Bulog, Kepala Badan Ketahanan Pangan Deptan. Juga para anggota Komisi IV DPR-RI, pejabat perbankan, pengamat ahli dari kalangan akademisi, pelaku agribisnis, eksponen petani produsen dan fungsionaris organisasi-organisasi tani.
Daud Sinjal