India punya 1,3 miliar manusia dan 300 juta sapi (juga 60 juta kerbau, 120 juta kambing, 40 juta domba). Indonesia punya 224 juta manusia dan 10,5 juta ekor sapi. Di India, sapi haram dipotong (kecuali di dua negara bagian). Kalau pun warga India yang non-Hindu mengonsumsi daging sapi, itu adalah dari sapi jantannya. Di Indonesia, yang jantan dan betina produktif dipotong tiada kecuali.
Sukses persapian di India karena mereka rajin cross-breeding sapi lokalnya dengan sapi unggulan dari luar dan menghasilkan sosok sapi dan produksi susu yang lebih bermutu. Di Indonesia program cross-breeding tidak menghasilkan peningkatan kualitas sapi lokal karena keturunannya langsung dipotong, bukan dikembangbiakkan. Yang lebih banyak terjadi adalah in-breeding sesama sapi lokal yang malah menghasilkan sapi lebih rendah mutunya. Maka, ketika kita membunyikan “Gaung” (tiga Ung: sapi lokal sebagai tulang punggUNG, impor sapi bakalan sebagai pendukUNG, dan impor daging sapi sebagai penyambUNG), gaung itu sudah berlangsung di India.
Ditjen Peternakan mengakui, saat ini kita hanya mampu 72% swasembada dan kekurangannya diisi dengan impor ternak bakalan dan daging beku. Dikhawatirkan pada 2010 kita hanya sanggup 63% memenuhi konsumsi masyarakat akan daging sapi. Sementara usaha pembibitan (breeding) sapi potong juga dianggap kurang layak karena butuh waktu yang sangat panjang, dan turnover-nya kecil pula. Namun pemerintah Indonesia yakin performa sapi lokal masih bisa dioptimalkan untuk mencukupi kebutuhan domestik. Pemerintah mencanangkan Program Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS) 2010.
Ada yang skeptis terhadap P2SDS 2010 mengingat waktunya yang sudah mepet (tinggal dua tahun lagi). P2SDS juga dianggap terlalu ambisius mengingat data statistik satu dasawarsa terakhir menunjukkan Indonesia rata rata mengimpor sekitar 350.000 ekor sapi bakalan setiap tahunnya untuk digemukkan (belum lagi impor ribuan ton daging beku). Pada 2007 kita mengimpor 496.368 ekor sapi bakalan dari Australia, dan untuk bulan Januari 2008 saja sudah diimpor 40.900 ekor. Bagaimanapun, Ditjen Peternakan Deptan persistent melangkahkan rencana kegiatan PSDS sejak Januari 2008.
Yang menarik dari strategi P2SDS ini adalah pelaksanaannya yang disebarkan di 18 provinsi serta 205 kabupaten dan kota. Ini membangkitkan gairah peternakan rakyat di daerah-daerah, terutama yang luar Jawa. Sumatra Barat yang sudah lebih dulu sukses mencapai swasembada, tentunya akan lebih giat lagi. Kendati kebutuhan konsumsi daging sapi di provinsi ini sudah terpenuhi, peternakan sapi potong di daerah ini tetap bekerja intensif untuk memasok kebutuhan provinsi tetangga, seperti Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau. Sumbar bahkan berniat mengekspor sapi ke Malaysia.
Daerah-daerah tradisional lainnya, seperti Sulsel, Bali, NTB, dan NTT pasti akan lebih bersemangat pula. P2SDS memberikan pendapatan yang layak, sekaligus menghasilkan ternak untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Program utamanya antara lain: mengoptimalkan akseptor dan kelahiran inseminasi buatan, pengendalian pemotongan betina produktif, penanganan gangguan reproduksi, pengembangan pakan, SDM dan pengembangan kelompok untuk good breeding practices dan good farming practices.
Prospek agribisnis peternakan sapi potong di Indonesia jelas masih menjanjikan, mengingat laju kenaikan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan per kapita, bertambahnya penduduk perkotaan yang membawa perubahan selera makan. Peluangnya terbuka untuk pemodal besar dan tentunya juga segmen terbesar peternakan sapi rakyat. Apalagi kalau P2SDS benar-benar menghasilkan breed unggul sapi potong khas Indonesia yang sesuai lingkungan tropis di sini. Dan menghapuskan keprihatinan Asosiasi Produsen Daging dan Pengusaha Feedlot Indonesia bahwa setiap tahun Indonesia membayar sampai Rp 1,2 triliun untuk pembelian sapi bakalan dari luar.
Revolusi peternakan akan berlanjut hingga 2020, yang akan mendorong peningkatan pasar dunia akan daging dan susu serta pakan biji-bijian. Pasar ini akan semakin keji karena harga minyak bumi yang terus menaik, pengalihan biji-bijian untuk bahan bakar nabati, perubahan cuaca, spekulasi future trading, dan jangan lupa nilai tukar dollar Australia (negara asal sapi bakalan) sudah sama dengan dollar AS.
Daud Sinjal