Senin, 14 April 2008

Bertanam Vanname di Lahan Perawan

Jika tambak udang di kawasan lain diserbu penyakit, maka kolam milik PT Indokor Bangun Desa (IBD) kalis dari itu.

Salah satu kiatnya adalah memanfaatkan lahan pasir yang masih perawan di pantai Kuwaru, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, sehingga perusahaan ini dapat menikmati daya dukung lingkungan optimal. “Tambak di sini paling ideal,” ucap Bambang Satyadi (36 tahun), Manajer Operasional PT Indokor yang menggeluti budidaya udang Vanname. Hal ini merupakan berkah tersendiri bagi perusahaan yang didirikan Ki Tony Agus Ardy, seorang pebisnis perminyakan. Dia tertarik mengembangkan kawasan pantai yang tidak produktif menjadi berhasil guna di bidang ekonomi.

Pelihara Daya Dukung Lingkungan

Kawasan pantai selatan Yogyakarta dinilai ideal oleh Bambang karena bukan kawasan industri, jadi tidak ada risiko pencemaran limbah. Di samping itu, penggunaan bahan kimia dan obat-obatan di tambak tersebut nyaris tidak ada. Terlebih di Pantai Kuwaru, Indokor, satu-satunya yang mengusahakan tambak udang sehingga manajemen kualitas kolam sepenuhnya terjaga. 

Di sepanjang sisi tambak ditanami pohon cemara dan gamal sebagai sabuk hijau  yang membuat nyaman suasana sekaligus berfungsi sebagai vegetasi konservasi lahan. Untuk mempertahankan daya dukung lahan dan kualitas air, perusahaan itu mengandalkan probiotik, “Kita tidak menggunakan bahan kimia, seperti kaporit, krustasida, atau dropping plankton ” tandas Bambang saat ditemui AGRINA. Tak heran sampai saat ini tidak ditemukan penyakit dari virus atau pun bakteri.

Lahan pasir juga memberikan keuntungan tersendiri bagi usaha budidaya udang, yaitu hemat waktu dan ongkos produksi. “Lumpur dari sisa pakan dan kotoran  tidak terikat sehingga kolam bisa bersih dari lumpur,” jelas sarjana peternakan lulusan UGM 1997 itu. Dengan begitu, pengangkatan lumpur setelah panen tidak perlu dilakukan. Proses penyiapan lahan cukup melalui pengeringan, pembersihan, dan pemerataan pasir, tanpa proses pengapuran lantaran proses oksidasi di lahan pasir berjalan sempurna.

Waktu persiapan cukup satu minggu, sementara model tambak yang lain butuh waktu dua minggu. “Jadi, hemat waktu dan biaya,” hitung Bambang yang sebelumnya 8 tahun bekerja di pertambakan CP Bahari Lampung. Mudahnya pembersihan lumpur juga menyebabkan udang terhindar dari  kadar amonia yang berlebihan. Berkat daya dukung lingkungan yang baik, enam petak tambak pada Maret 2008 mampu berproduksi rata-rata 21,6 ton per ha.

Udang yang dipelihara dengan padat tebar 135 ekor per m2 selama rata-rata 94 hari  itu menghasilkan ukuran panen (size) 51,5 (rata-rata 51,5 ekor per kg). Nilai rasio konversi pakannya (FCR) sebesar 1,24.

Kiat Tetap Untung

Indokor mulai beroperasi di lokasi tersebut sejak 1999 dengan areal seluas 8 ha. Menurut Bambang, harga pokok produksi (HPP) Vanname yang dicapai perusahaan ini sangat bergantung pada ukuran (size), tapi kisarannya Rp20.000—Rp25.000 per kg.

HPP tidak termasuk biaya penyusutan, tapi sudah menghitung biaya listrik selama tidak berproduksi. Komponen HPP terdiri dari 50—60% biaya pakan, 10% biaya benur, 4% biaya pupuk dan probiotik. Lainnya berupa gaji pegawai, administrasi, listrik, dan sebagainya.

Sejalan terus merosotnya harga udang, efisiensi menjadi salah satu jalan agar usaha ini tetap untung. Dengan begitu, Bambang yakin PT IBD tetap bisa meraih laba. Harga Vanname sekarang anjlok sampai Rp3.000—Rp5.000 per kg per tahun. Sebagai gambaran, pada Februari 2006 harga Vanname size 50 Rp41.000 per kg, Februari 2007 Rp39.000 per kg, dan pada Februari 2008 menjadi Rp38.500 per kg.

Efisiensi dilakukan melalui penghematan pakan dan selektif dalam pemilihan benur karena biaya pakan dan benur mencapai 60—70% dari ongkos produksi. Pakan dihemat dengan memperbanyak frekuensi pemberiannya sampai empat jam sekali. Bambang menilai, Vanname terbilang lambat makannya tetapi terus menerus. Jika pakan hanya diberikan empat kali sehari, dalam semalam hasilnya kurang optimal.

Untuk benur, Indokor memilih benih F1 dari induk eks impor karena meskipun lebih murah, benur F2 cukup riskan. “Kita hanya tahu motilitas dan ukurannya. Pertumbuhan, keseragaman pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit, kita tidak tahu. Yang tujuh petak itu dulu F2,” papar pria yang mulai bekerja di Indokor sejak setahun silam.

Perusahaan membeli postlarva (PL) umur sembilan hari dan diaklimatisasi selama 10 hari. Tujuannya agar kadar garam turun menjadi sekitar 12 ppt. Setelah itu baru ditebar dengan kepadatan 125 ekor per m2.

Fase ganti kulit (moulting) diwaspadai karena kondisi udang lemah. Pada fase ini persediaan oksigen dicukupi lantaran udang tidak bergerak ke mana-mana.

Agar dapat menahan pasir dan air, konstruksi dinding tambaknya menggunakan model biokrit. Biokrit, yaitu potongan blok campuran semen dan material lain yang mampu menahan resapan air serta longsoran pasir. Potongan berukuran 0,5 m x 1,75 m disusun bersambungan dengan perekat semen supaya dinding bisa dilepas-pasang ke tempat lain. Dasar tambak dilapisi plastik yang kuat agar tidak bocor.

Faiz Faza (Yogyakarta)

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain