Dalam waktu 50 hari, sudah mulai bisa dipanen. Dari seperempat hektar saja, petaninya dapat meraup untung Rp6 juta per musim tanam.
Selain menguntungkan, melihat hamparan buncis di lahan pertanian ternyata sangat menyenangkan. Demikian ungkap Paham Sembiring, petani buncis di Peceren, Berastagi, Kab. Karo, Sumut ketika ditanya alasan memilih bertanam buncis. Padahal, ia masih tergolong baru menanam sayuran ini. “Saya memang senang menjadi petani. Apalagi melihat hasil produksi di pertanian kita, membuat saya tetap gembira dalam hidup ini,” kata Paham, sapaan akrabnya, ketika ditemui AGRINA awal bulan lalu.
Akhir tahun lalu, Paham mengawali menanam buncis pada luasan 0,25 hektar (ha) dengan menghabiskan 3,5 kg bibit buncis varietas Widuri. Dalam 50 hari setelah tanam, ia mulai dapat memetik polong muda. Dua minggu pertama, hasil panennya mencapai 2 ton. Total sampai akhir panen, umur 70 hari, ia meraih sekitar 6 ton.
Menurut hitungannya, 1 kg benih akan menghasillkan 1,6—1,8 ton buncis. Dengan harga jual buncis saat ini Rp2.000 per kg, Paham memperoleh hasil penjualan Rp11,2 juta. Jika, dipotong modal sekitar Rp4,5 juta—Rp6 juta, ada keuntungan sebesar Rp6 juta. “Melihat hasil ini, saya akan perluas lagi areal tanam karena saya sudah merasakan panen yang menguntungkan,” ucap kakek 20 cucu ini dengan nada riang.
Untuk perkembangan harga, Paham sudah menganalisis, memang akan terjadi fluktuasi. Namun ia yakin fluktuasi akan disiatinya dengan pola tanam yang disesuaikan dengan serapan pasar. Dari pengamatannya dalam setahun terjadi 3—4 bulan harga yang rendah pada kisaran di bawah Rp1.000 per kg. “Di luar itu, harga relatif stabil Rp1.500—Rp2.000 per kg. Bahkan, ada pada bulan-bulan tertentu harga bisa di atas Rp.2.000 per kg,” ucap mantan pemborong dari 1970—1980 itu.
Target Dua Hektar
Paham yang menjadi petani sejak 1980 itu pun kemudian menanam buncis lagi di tiga perempat hektar lahan lainnya. “Saya merencanakan hingga akhir tahun ini akan tanam sampai dua hektar,” ujarnya.
Pria yang sebelumnya telah menjadi petani jeruk dan bawang prei itu memilih buncis varietas Widuri. Varietas keluaran PT East West Seed, produsen benih sayuran di Purwakarta, Jabar ini memang cocok ditanam di dataran rendah sampai tinggi. Polongnya yang berwarna muda hijau dapat tumbuh sepanjang 15—20 cm dengan diameter 7—8 mm. Bentuknya gilig. Rasanya manis. “Bentuk buncis ini sangat disukai para pedagang di pajak (pasar, Red.) Berastagi,” jelas pria kelahiran 1941 ini.
Satu tanaman varietas Widuri menghasilkan 0,5—0,7 kg polong. Per kilo panen rata-rata terdiri dari 90—120 polong tua dan 300—326 polong muda.
Tanaman mulai berbunga pada kisaran umur 40—43 hari setelah tanam. Pada umur 50 hari, petani sudah mulai bisa memanen polong muda. Rentang waktu panen berlangsung sampai 70 hari. Selain genjah, varietas Widuri juga direkayasa tahan terhadap penyakit karat daun yang disebabkan cendawan....
Kecuali bertanam varietas Widuri, Paham juga tengah mencoba menanam buncis varietas Logawa. Ayah dari 8 anak ini melihat, hasil produksinya lebih bagus ketimbang Widuri dan lebih tahan terhadap penyakit. “Karena itu, saya akan secepatnya tanam setelah panen semua ini jika bibitnya sudah ada di pasaran,” jelasnya bersemangat.
Yan Suhendar