Senin, 17 Maret 2008

Di Balik Melambungnya Harga Daging Sapi

Mogoknya para pedagang daging sapi di pasar tradisional se-DKI Jakarta dan sekitarnya pada Februari lalu menimbulkan pertanyaan, ada apa sesungguhnya?

Untuk mengatasi mahalnya harga di pasaran, pemerintah lalu menawarkan pembukaan kran impor seluas-seluasnya dari negara yang memenuhi syarat melakukan ekspor daging ke Indonesia. Langkah ini terkesan hanya untuk menenangkan pedagang yang memprotes naiknya harga daging dalam dua bulan terakhir sehingga menyebabkan pendapatan mereka anjlok lantaran rendahnya volume pembelian oleh masyarakat.

Sampai akhir Februari 2008, realisasi rencana pembukaan kran impor masih belum jelas teknisnya karena pemerintah sepenuhnya menyerahkan kepada mekanisme pasar. “Peluang ini silakan ditangkap oleh pelaku usaha, jangan jadikan pemerintah sebagai importir dong,” tegas Mentan Anton Apriyantono  di Deptan (25/2).

Mekanisme Pasar

Berdasarkan informasi yang didapat para pedagang, membubungnya harga daging sapi dipicu oleh kenaikan harga sapi hidup impor asal Australia. Kenaikan harga ini lalu diikuti oleh sapi hidup lokal asal Bali dan Nusa Tenggara. Saat ini harga sapi hidup impor bakalan sampai di Jakarta mencapai 2,25 dollar AS per kg atau sekitar Rp21.000 per kg, padahal sebelumnya Rp18.000—Rp19.000 per kg.

Pihak Deptan menyatakan, kenaikan harga itu lebih disebabkan faktor cuaca yang tidak menentu sehingga transportasi untuk memasok sapi dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur mengalami kendala signifikan. “Diakui, harga sapi impor sangat bergantung pula pada kondisi negara pengekspor yang penyebabnya faktor iklim, kenaikan harga bahan bakar minyak, dan faktor nilai tukar dollar Australia terhadap dollar AS,” jelas Mentan (25/2).

Sependapat dengan Mentan, Thomas Sembiring, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) mengatakan, saat ini sangat berat bagi importir untuk menekan harga jual, seiring meningkatnya nilai tukar dollar Australia. Importir anggota Aspidi sejak awal tahun ini menjual daging sapi impor dengan harga Rp42.000—Rp43.000 per kg. Sebelumnya harga daging sapi masih bisa bertengger di angka Rp40.000. “Sebenarnya importir daging sudah menekan laba, dan hanya mengambil keuntungan wajar sebesar 5%—7% dari harga jual,” ucapnya melalui telepon.

Teguh Boediyana, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) mengemukakan, sulit bagi importir sapi hidup untuk menurunkan harga. Soalnya, kenaikan harga sapi impor merupakan mekanisme pasar.

Masih Tekor

Gonjang-ganjing harga daging sapi tak terlepas dari kondisi peternakan dalam negeri yang tak sanggup memenuhi kebutuhan nasional. Menurut data Deptan, total kebutuhan nasional akan daging sapi dan kerbau pada 2006 diperkirakan 388.000 ton setara 2,37 juta ekor. Kebutuhan itu ditutup dari ternak lokal 1,7 juta ekor, impor sapi bakalan 218.000 ekor, impor daging dan jeroan beku sekitar 70.000 ton.

Pada 2007, kebutuhan daging sapi di dalam negeri 370.800 ton, sedangkan kapasitas produksi dalam negeri 245.200 ton. Kekurangan 125.600 ton atau 33,9% dipenuhi lewat impor. Untuk itu, Ditjen Peternakan meluncurkan program percepatan swasembada daging sapi. “Melalui program ini diharapkan pada 2010 impor daging sapi bisa ditekan menjadi 9,8% atau 40.600 ton dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri 414.300 ribu ton,” ujar Tjeppy D. Soedjana, Dirjen Peternakan.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam program itu antara lain, menaikkan jumlah sapi betina produktif dari 1 juta ekor (2007) menjadi 1,5 juta ekor pada 2010, pengembangan pakan lokal, peningkatan mutu bibit, peningkatan sumber daya petugas, dan memperbanyak kelompok sapi potong.

Yan Suhendar

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain