Selasa, 4 Maret 2008

Revolusi dalam Manajemen Keamanan Pangan

International Dairy Federation (IDF) Indonesia kembali menjadi tuan rumah penyelenggaraan simposium internasional keamanan pangan yang mengangkat pendekatan-pendekatan baru dalam manajemen keamanan pangan.

Simposium bertema Revolution Food Safety Management  yang dilaksanakan di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua tanggal 13—15 Febuari 2008 ini dihadiri lebih dari 150 pakar dan pelaku usaha di bidang pangan dari mancanegara. Pada sesi pembukaan, tampil Prof. FG Winarno (Presiden IDF Indonesia), Christian Robert (Dirjen IDF), dan Sarah Cahill (FAO).

Simposium ini bertujuan membagikan pandangan dan pengalaman kepada pemangku kepentingan di bidang pangan, termasuk pelaku usaha persusuan untuk lebih memahami pendekatan-pendekatan baru dan mempertimbangkan kemungkinan pemanfaatannya pada sektor tersebut.

Pendekatan Baru

Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan “atas dasar risiko” telah menjadi suatu cara meningkatkan kemampuan manajemen risiko keamanan pangan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Pendekatannya adalah ALARA (As Low As Reasonably Achieved) atau serendah mungkin yang bisa dicapai. Persyaratan pangan biasanya diekspresikan dengan “avoid” (menghindari), “minimize” (meminimalkan), dan “eliminate” (menghilangkan) faktor risiko yang membahayakan kesehatan. Keamanan pangan biasanya diekspresikan dengan kategori “aman” atau “tidak aman/terdiskualifikasi”.

The Codex Committee on Food Hygiene baru saja membangun kerangka manajemen risiko mikrobiologi, termasuk di dalamnya perkenalan matriks baru yang disebut FSO (Food Safety Objective), PO (Performance Objective), dan PC (Performance Criterion). Ini adalah cara untuk menetapkan dan mengomunikasikan batasan sasaran  bahaya/risiko yang berasal dari makanan pada titik tertentu dalam rantai makanan yang akan mencapai level tertentu dalam melindungi kesehatan. Matriks ini bertujuan memberikan kontribusi pelaksanaan WTO SPS-Agreement, yaitu mengubah Appropriate/Acceptance Levels of Protection (ALOP) yang diatur suatu negara menjadi matriks yang lebih praktis sehingga dapat dilimplementasikan oleh pelaku usaha bidang pangan.

Di tingkat industri, Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System, selama  lebih dari dua dekade menjadi salah satu sarana praktis untuk menangani risiko yang terkandung dalam makanan dan memenuhi kebutuhan persyaratan dari pihak pembuat peraturan. Metodologi HACCP dimungkinkan untuk dilengkapi dengan pelaksanaan praktis sebuah matriks baru (pendekatan FSO/PO/PC) pada bisnis makanan perorangan. Dengan menggnakan matrik ini, cara komunikasi yang efektif antara pelaku bisnis dan organisasi seluruh rantai makanan dapat dikembangkan dan dilaksanakan. Diharapkan, pengendalian risiko menjadi terintegrasi.

Pada semua titik rantai makanan dibutuhkan desain kontrol yang lebih baik, lebih terfokus, dan terdokumentasi. Hal ini sering disebut Integrated Chain Management, sebuah revolusi dalam manajemen keamanan pangan. 

Meskipun begitu, di beberapa negara, HACCP hanya sukses diimplementasikan para pelaku industri pangan berskala besar yang melayani pasar ekspor. Para pelaku usaha kecil belum mampu mengimplementasikannya. Mereka ini perlu diberikan petunjuk dan arahan tambahan supaya dapat mencapai sasaran-sasaran yang didasari dengan pertimbangan risiko kesehatan manusia.

FN Poernomo

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain