Negeri Belanda luas daratannya cuma 33 ribu km2. Tapi negeri mungil ini menjadi trend-setter dalam kiprah produksi dan perdagangan sayur-mayur kawasan Eropa dan negara-negara maju lainnya. Produktivitas dari bangsa berkekuatan 16,5 juta jiwa itu sanggup menguasai 40 persen pasar sayuran Uni Eropa yang populasinya 490 juta (dan arealnya 4,3 juta km2). Karakter inovatifnya menakjubkan, 50 persen dari nilai keseluruhan produksi sayuran Belanda berasal dari rumah rumah kaca yang areanya hanya 6% dari total lahan hortikultura negeri itu. Delapan puluh persen dari produk sayuran ini diekspor.
Setengah populasi dunia kini adalah pemukim perkotaan, dan diperkirakan menjadi dua pertiga pada 2025. Strategic approach agribisnis sayur-mayur (dan buah-buahan) kini harus dipola mengikuti pergeseran demografi dan selera mereka. Sayuran harus bisa disediakan segar setiap hari. Kebun sayuran Belanda berada sekitar bandara Schiphol, dan di antara Den Haag dan Rotterdam yang akses kereta apinya mulus ke seantero Eropa. Fasilitas processing dan manufacturing hasil pertanian harus berada dekat sumber bahan mentah atau dekat konsumen atau di antaranya.
Oakland, sebuah kota kecil di negara bagian Michigan, AS, dijadikan agricultural renaissance zone. Kepadatan penduduknya hanya di urutan ke-30, tapi letaknya tidak sampai sehari perjalanan mobil ke-15 kota besar di pantai timur Amerika dan Kanada.
Di Tanzania, Afrika – untuk contoh negara berkembang, pemerintahnya membangun fasilitas kargo yang bagus di bandara Kilimanjaro dan Dar-es-Salaam untuk melayani penerbangan buah dan sayuran ekspor negeri itu ke negara-negara Teluk dan Eropa Barat. Jaringan KA dan jalan beraspal disediakan untuk kelancaran angkutan sayuran dan buah dari pedalaman ke Dar-es-Salaam untuk diekspor, atau dipasarkan langsung ke negara tetangga sekitarnya dan Afrika bagian Selatan. Masih dibangun lagi sebuah bandara di Mbeya di pedalaman demi kelancaran shipment komoditas ekspor tersebut.
Kita nggak usah ngomong soal China dan India deh. Dua negara itu raksasa penjual sayuran terbesar pertama dan kedua dunia. Dengan penduduknya yang 1,3 miliar dan 1,1 miliar, kedua bangsa itu sudah tentu juga pemakan sayuran terbesar di dunia.
Baiknya kita tengok apa yang dilakukan negara sesama ASEAN. Vietnam sedang meningkatkan sampai 25 persen ekspor sayuran dan buah pada 2006 – 2010. Mereka memproyeksikan omzet US$600 juta—US$700 juta pada 2010 dengan menghasilkan 9 juta ton buah-buahan, 11 juta ton sayuran, dan 3,5 miliar pucuk bunga (setahun). Duit APBN dikucurkan untuk meng-upgrade fasilitas agribisnis, membangun pusat-pusat pertanian baru, pasar-pasar induk, pergudangan, jalan, dan terminal pengangkutan. Disiapkan lahan 550 ribu ha untuk sayuran, 760 ribu ha bagi anggrek dan bunga.
Indonesia jauh lebih punya kelebihan. Tidak dibatasi musim yang berganti empat kali setiap tahun. Punya wilayah yang luas, air berkecukupan, punya kawasan yang cocok untuk banyak jenis sayuran, punya jutaan tenaga kerja. Sentra produksi sayuran ada di semua pulau, provinsi, dan kabupaten. Yang sudah terkenal adalah Dieng, Tawangmangu, Pangalengan, Lembang, Cipanas, Batu, Tomohon, Berastagi. Tapi banyak tempat lainnya yang cocok untuk dijadikan zona sayuran. Terserah pada adaptasi jenis tanamannya, apakah di dataran tinggi, di kaki gunung, atau di tanah basah, di tanah kering. Sewa lahannya pun masih relatif murah.
Sesungguhnya agribisnis sayuran di Indonesia “tidak ada matinya”. Berbagai komoditas itu memang amat positif sebelum terjadi krisis, tapi perkembangannya setelah 1998 juga tidak jelek-jelek amat. Ada satu dua yang turun dan stagnan, tapi selebihnya masih ada untungnya. Yang mencemaskan justru kebutuhan sayuran orang Indonesia kini juga sudah diisi oleh orang luar. Maka, manakala pemerintah pusat dan daerah bersemangat membangun kawasan agribisnis sayuran, haruslah itu disertai ingatan bahwa negara-negara Barat, negara raksasa China dan India, negara tetangga, bahkan negara berkembang Afrika, sudah kejangkitan renaissance pertanian. Dengan tiada henti berpikir kreatif dan mengembangkan inovasi strategis untuk merebut pasar hortikultura demi kesejahteraan rakyatnya.
Daud Sinjal