Senin, 18 Pebruari 2008

Rumput Laut di Tambak Monokultur atau Polikultur?

Budidaya rumput laut di tambak dapat dilakukan secara monokultur dan polikultur. Pelaksanaannya bergantung kondisi pasar.

Dalam budidaya monokultur, rumput laut di tambak dipelihara tanpa organisme lain. Sementara, jika pada polikultur, rumput laut dibudidayakan bersama biota lain, seperti teripang, ikan, dan udang. Sistem monokultur biasanya dilakukan petani bila pasar yang dibidiknya hanya rumput laut kering. Sedangkan sistem polikultur diterapkan petani untuk mengantisiasi turunnya harga atau ingin mendapatkan penghasilan dari panen komoditas yang lain.

Reklamasi Tambak

Sebelum bertambak rumput laut, tambak tentu saja perlu direklamasi, dikapur, dan dipupuk terlebih dulu. Pengeringan tambak lama bertujuan menghilangkan senyawa asam sulfida (H2S) dan senyawa beracun lain. Tambak yang dikelola secara intensif biasanya mengandung lumpur hitam dari sisa pakan serta kotoran udang dan ikan. Lumpur diangkat agar tidak menjadi media berkembangnya penyakit.

Pengeringan juga berguna memperbaiki kondisi dasar tambak. Di antaranya  dengan aerasi sedimen permukaan untuk pengoksidasian senyawa tereduksi (misalnya H2S, nitrit, dan amonia). Cara lainnya, disinfeksi dasar tambak dengan penyinaran matahari langsung dan  penghilangan lapisan alga yang tidak diinginkan, lalu dilanjutkan pengapuran. 

Tambak umumnya dibuat dengan membuka hutan bakau yang merupakan sumber pirit (FeS). Akibatnya, perbaikan pH air tanpa perbaikan pH tanah dasar tidak berhasil. Kapur dapat juga digunakan memperbaiki pH dasar tambak. Tanah berpirit sebaiknya direklamasi melalui  proses pengeringan dan pencucian tanah dasar.

Tahap pertama, perendaman tanah selama seminggu setelah pengeringan. Diikuti pencucian saat pasang naik pada bulan pertama dan pengeringan saat pasang surut setiap bulan. Perendaman dan pencucian dilakukan terus selama satu minggu pertama pada bulan kedua. Pada minggu ketiga bulan kedua dan minggu ketiga bulan ketiga, perendaman dilakukan selama satu minggu yang diikuti pencucian.

Pengapuran dan Pemupukan

Pada awal bulan keempat, tambak dipersiapkan untuk penumbuhan kelekap. Peningkatan pH dipercepat dengan penambahan kapur 800—1.000 kg per ha dan pupuk organik 2.000—2.500 kg per ha. Efek panas kapur berfungsi mematikan kuman. Selain itu, kapur juga menambah ketersediaan fosfor sehingga plankton selalu tumbuh.

Pengapuran dilakukan setelah lumpur organik diangkat, serta sebelum dan sesudah tanah dibajak. Dosis kapur yang digunakan disesuaikan keasaman tanah dan dikerjakan saat tanah tambak agak basah. Keefektifan material kapur bergantung bentuk dan ukuran partikel, makin kecil ukuran partikel lebih efektif.

Pemupukan merupakan kegiatan penting saat persiapan maupun selama pemeliharaan.  Tujuannya memasok unsur hara, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium, terutama dari urea, TSP, dan ZA dengan dosis 50—100 kg per ha, perbandingan 2 : 1 : 1.

 

Tabel Kebutuhan Kapur (CaCO3) untuk Menetralkan pH Tanah

Nilai pH Tanah Kebutuhan Kapur (Kg/Ha CaCO3)

                Lempung          Lempung          Pasir

                                        Berpasir

< 4            14.320              7.160                4.475

4,0 – 4,5    10.740              5.370                4.475

4,6 – 5,0    8.950              4.475                3.580

5,1 – 5,5    5.370              3.580                1.790

5,6 – 6,0    3.580              1.790                   895

6,1 – 6,5    1.790              1.790                      0   

Sumber : Amrullah, 1997

 

Budidaya Monokultur

Tujuh hari setelah pengapuran dan pemupukan, tambak diairi 60—70 cm dan dibiarkan 3—4 hari. Selanjutnya, benih rumput laut ditebarkan merata dengan kepadatan 80—100 gram per m2 atau 800—1.000 kg per ha. Bila dasar tambak cukup keras, benih ditancapkan seperti menanam padi. Penanaman sebaiknya  dikerjakan pagi atau sore hari saat cuaca teduh.

Pekerjaan rutin setelah itu adalah pengontrolan, pergantian air, dan pemupukan susulan. Pengontrolan untuk meratakan tanaman dan menyingkirkan organisme pengganggu, seperti lumut dan siput yang menghalangi sinar matahari sehingga menghambat pertumbuhan rumput laut. Petani di Sulsel menanggulangi lumut dengan menebar bandeng ukuran kecil 1.500—2.000 ekor per ha. Setelah lumut habis, bandeng segera dijaring agar tidak memangsa rumput laut.

Pergantian air dan pemupukan dilakukan 15 hari sekali berupa campuran urea, TSP, dan ZA, dengan perbandingan 1:1:1 sebanyak 20 kg per ha. Dengan masa pemeliharaan selama 2—2,5 bulan, tingkat produktivitas di tambak mencapai sekitar 1,9 ton rumput laut kering per ha.

Budidaya Polikultur

Rumput laut dapat dibudidayakan secara polikultur, misalnya dengan udang windu, udang putih, udang Vanname, bandeng, kerapu, kakap, dan nila. Sejumlah penelitian menunjukkan, rumput laut yang dipelihara secara polikultur tumbuh lebih cepat. Produksi bandeng dan udang windu pun relatif lebih tinggi karena rumput di dasar tambak berfungsi sebagai pelindung sekaligus tempat menempelnya organisme makanan bandeng dan udang.

Bandeng yang dipolikultur tidak memangsa rumput laut, asalkan diberikan pakan buatan. Yang perlu diperhatikan, jenis organisme yang dipolikultur dengan rumput laut dan padat penebaran.  Sebaiknya pilih ikan yang relatif tahan pada kualitas air buruk misalnya bandeng, kakap, dan kerapu. Ikan pemakan tumbuhan, seperti beronang , tidak cocok dipolikultur dengan rumput laut karena malah jadi pemangsa rumput laut tersebut. Dengan penerapan metode budidaya yang baik dapat dihasilkan rumput laut kering sebanyak 1,5—2 ton per ha.

M. Ghufran H. Kordi K (Kontributor Makassar)

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain