Jumat, 1 Pebruari 2008

Kedelai Malabar versi Grobogan Produksi Riil 3 ton/ha

Kedelai telanjur dianggap tanaman subtropis yang tak akan berproduksi optimal di daerah tropis. Dengan perbaikan teknologi, varietas Malabar versi Grobogan dapat berproduksi dua setengah kali lipat rata-rata nasional

Heboh kedelai bulan lalu yang sempat membuat mogoknya perajin tahu tempe memerlukan solusi jangka panjang berupa peningkatan produksi dalam negeri. Salah satu upaya adalah membudidayakan varietas kedelai yang produktivitasnya tinggi.

Di atas Rata-rata

Sampai saat ini, menurut Ir. M. Muchlis Adie, MS, pemulia kedelai di Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang, Indonesia mempunyai lebih dari 65 varietas kedelai. Di luar itu, ada tiga galur harapan baru kedelai hitam,  yaitu 9837/K-D-8-185, W/9837-D-6-220, dan 9837/W-D-5-211,.yang dalam proses rilis. Namun semua varietas unggul tersebut mencapai daya hasil di lapangan sekitar 2,5 ton. Di tingkat petani, produktivitas kedelai umumnya sangat rendah karena tidak dibudidayakan secara benar.

Kini ada kedelai kuning varietas Malabar versi Grobogan yang diupayakan Kelompok Tani (KT) Kabul Lestari di Desa Panunggalan, Kec. Pulokulon, Grobogan, Jateng. Di tangan mereka, kedelai itu dapat menghasilkan rata-rata 3 ton/hektar (ha). Bahkan pertanaman musim hujan lalu yang dipanen pada minggu pertama Januari 2008, dapat mencapai rata-rata 3,2 ton/ha dari luas tanam 80 ha. Ini berarti 2,5 kali lipat produktivitas rata-rata nasional yang hanya 1,3 ton/ha.

Dengan produksi 3 ton dan harga jual Rp5.000/kg saja, anggota kelompok yang berjumlah 75 orang tersebut bisa tersenyum lebar karena mengantongi keuntungan hampir Rp10 juta/ha.

Namun tingkat produktivitas yang mengesankan itu tidak diperoleh secara instan. KT Kabul Lestari bisa mencapai hasil optimal dengan paket teknologi penghilang sifat antiproduktif tanaman subtropis serta menghidupkan kembali tekstur dan unsur hara tanah sejak lima tahun lalu. “Kami menggunakan teknologinya mulai tahun 2002, tetapi mulai menanam kedelainya sudah sejak 1997. Memang banyak yang tidak percaya (hasilnya 3 ton, Red),” ungkap Ali Muchtar, Sekretaris KT Kabul Lestari saat ditemui AGRINA.

Hasil nyata kelompok baru diperoleh pada musim tanam 2004/2005, sebesar 2,49 ton/ha, 2005/2006 menjadi 2,91 ton/ha, dan 2006/2007 naik lagi 3,032 ton/ha. Pada musim tanam 2006/2007 produktivitas tertinggi mencapai 3,5 ton/ha dan yang terendah 2,8 ton/ha. Sedangkan tahun ini yang tertinggi 3,6 ton/ha dan rata-rata 3,2 ton/ha.

Rahasianya

KT Kabul Lestari menerapkan paket teknologi optimalisasi budidaya temuan Budi Mixed Farming (BMF) Grobogan. Tjandramukti, peneliti BMF, sebelumnya melakukan riset terhadap kedelai varietas Malabar keluaran Balitkabi sejak 1997. Varietas ini berumur pendek, 70—75 hari, tapi tanamannya tidak bercabang sehingga jumlah polongnya sedikit.

Hal itu diatasi dengan memberikan prekursor hormon sitokinin hingga membentuk tiga cabang dan jumlah polong meningkat hingga 200%. “Jadi, hasilnya 3,5 ton selama 75 hari. Sedangkan di daerah subtropis harus 135 hari dengan produktivitas yang hampir sama,” ungkap Mbah Tjondro, begitu ia biasa disapa.

Setelah melewati faktor pembatas dari dalam tanaman, menurut peneliti berusia 70 tahun itu, kita harus menyelesaikan faktor pembatas dari luar, yaitu kondisi tropis itu sendiri. Daerah berlintang mendekati nol derajat selalu beriklim panas dengan lama penyinaran matahari yang pendek. Hal ini tidak menguntungkan karena kedelai kuning sebagai tanaman asli China dan Jepang subtropis butuh temperatur yang sejuk dengan penyinaran matahari lama, lebih dari 12 jam, agar fotosintesisnya berjalan sempurna.

Suhu tinggi menjadikan energi fotosintesis yang semestinya ke pembentukan buah dibongkar lagi untuk pernapasan. Mbah Tjondro berpendapat, suhu tanaman tidak boleh lebih dari 32oC. Di bawah intensitas sinar matahari yang sangat tinggi pada pukul 11.00—14.00 proses fotosintesis justru terhenti. “Soalnya, untuk mengurangi penguapan, daun menjadi layu. Stomata tertutup dan suplai karbon terhenti. Akibatnya fotosintesis berhenti juga,” terangnya. Jumlah energi hasil fotosintesis pun turun hingga 30%. Itulah sebabnya produktivitas kedelai di Indonesia tidak pernah memuaskan.

BMF menghasilkan teknologi untuk mendinginkan tanah dan menebalkan daun. Tanah perlu didinginkan agar pelayuan daun tidak terjadi. Penebalan daun dimaksudkan untuk menambah jumlah klorofil yang notabene dapurnya tumbuhan.

Supaya tanah menjadi dingin, di areal persawahan dibuat sumur-sumur  resapan yang idealnya ada 12—24 buah/ha. Sumur ini berkedalaman 3 m dan berdiameter 80 cm. Dinding sumur tidak boleh dilapisi semen agar air bisa merembes ke lahan. Namun, sumur-sumur ini tidak bermanfaat jika sistem kapilaritas agregat tanah terhadap air tidak mantap. Agar tekstur tanahnya baik, BMF menyuplai lahan dengan humic acid dan fluvic acid sehingga tanah pada puncak kemarau masih basah sampai kedalaman 25 cm. Sementara untuk menebalkan daun BMF menggunakan sistem penebalan magnesium.

Untuk memudahkan aplikasi, BMF mengemas prekursor sitokinin, humic dan fluvic acid, serta magnesium dalam pupuk organik BMF BioLemi serta Biofert. “Tujuan kita bukan hanya menambah unsur hara tetapi juga memperbaiki tekstur kapiler tanah. Dengan begitu tanah menjadi hidup,” urai Tjandra.

Dengan hidupnya kembali tanah, tanaman mampu menghasilkan senyawa alkaloid dan zat alelopati yang mampu mengusir hama dan gulma secara alami. Berdasarkan pengalaman, metabolisme sekunder tanaman yang menghasilkan alkaloid biasanya muncul setelah aplikasi pupuk organik selama 3—4 tahun dan produksi alelopati dimulai antara 5—7 tahun bergantung tingkat kerusakan lahan. Semua daun kedelai varietas ini seluruhnya rontok di sawah sebelum panen sehingga menambah persediaan hara.

Selain itu, untuk memperpanjang akar agar penyerapan unsur hara optimal, BMF menemukan teknologi pemberian nutrisi pada mikoriza, organisme yang bersimbiosis dengan akar.

Dengan mengadopsi teknologi tersebut, kelompok tani juara nasional 2006/2007 dalam kategori ketahanan pangan tersebut menikmati produktivitas tinggi. Keuntungan makin besar bila mereka menjual dalam bentuk benih kepada petani di luar kelompok. Saat ini harga jual benih Malabar versi Grobogan yang sudah menyebar hingga ke Pati daaaaan Blora itu mencapai Rp10.000/kg. Anda tertarik?

Faiz Faza

 

Analisis Usaha Budidaya Kedelai Malabar versi Grobogan Skala Satu Hektar

Biaya

- Benih 80 kg                                 Rp   440.000

- Pupuk Phonska 120 kg                  Rp    210.000

- Kompos Cair BMF BioLemi             Rp      72.000

- Pupuk Cair Organik BMF                Rp      80.000

- Insektisida Atabron 50 EC              Rp    174.000    

- Pengolahan tanah                          Rp    180.000

- Penanaman                                  Rp    360.000

- Penyiangan                                  Rp    270.000

- Pemupukan                                   Rp      90.000

- Penyemprotan                               Rp  270.000

- Panen                                           Rp    450.000

- Sewa mesin perontok kedelai         Rp    900.000

- Pajak                                            Rp      50.000

- Sewa tanah per musim                   Rp 1.800.000 

                                                            -----------------

Total biaya                                            Rp5.346.000

 

Pendapatan

- Produksi 3 ton x Rp5.000                     Rp15.000.000

 

Laba bersih: Rp15 juta – Rp5,346 juta = Rp9,654 juta                                         

Sumber: Kelompok Tani Kabul Lestari, 2008

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain