Jumat, 1 Pebruari 2008

Pendapatan Dobel Berkat Kemitraan

Kemitraan sapi potong mampu menaikkan pendapatan peternak plasma hingga dua kali lipat.

Pola usaha kemitraan antara perusahaan besar dengan peternak plasma tidak hanya berlangsung di peternakan ayam pedaging. Di peternakan sapi potong pun hal itu ada. Kelompok Peternak Sapi Potong Cempaka di Kampung Astomulyo, Punggur-Lampung Tengah misalnya, telah menggandeng PT Great Giant Livestok Coy (GGLC), salah satu perusahaan pengemukan sapi di Lampung selama 11 tahun.

Surati, Ketua Kelompok Cempaka, mengungkap kepada AGRINA, kemitraan itu memungkinkan peternak memperoleh keuntungan yang lebih baik. Tak pelak  jumlah anggota kelompok terus bertambah. Dulu ketika peternak menggemukkan sapi sendiri-sendiri, keuntungannya di bawah Rp500 ribu/ekor per periode. “Sekarang keuntungan plasma berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta per ekor,” katanya.

Dengan kepemilikan sapi rata-rata 2—3 ekor, plasma dapat mengantongi keuntungan minimal Rp1 juta—Rp2 juta per periode (70—90 hari). Mereka ini menggemukkan sapi dengan peningkatan bobot harian rata-rata (average daily gain-ADG) 1,5 kg dari bobot awal rata-rata 350 kg menjadi  435--440 kg.

Terjamin

Hingga saat ini, menurut Surati, terdapat 122 peternak yang tersebar di Kampung Astomulyo dan Negeri Cahyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah menjalani pola kemitraan. Pada era 1990-an, kata dia, bermunculan kelompok peternak sapi di daerahnya. Namun saat itu cara budidayanya masih dengan menggembalakan sapi di sawah atau tegalan dan sorenya baru dimasukkan ke kandang.

 

Demikian pula perkembangbiakan sapi dilakukan secara alami antara sapi jantan dengan betina. Akibatnya pertumbuhan dan perkembangan sapi lambat dan hanya menjadi usaha sambilan bagi warga yang umumnya bercocok tanam padi.

Melalui kemitraan, peternak menerapkan pola budidaya semi intensif. Peternak yang mendapat sapi bakalan dari inti tinggal memberikan pakan konsentrat, kulit nenas, dan obat-obatan yang juga sudah dijamin penyediaannya oleh GGLC sebagai inti. Selaku plasma, peternak menanam rumput gajah atau hijauan lain. 

GGLC menerapkan subsidi pada harga pakan konsentrat sehingga harganya terjangkau oleh plasma. Harga konsentrat Rp1.000/kg, dan kulit nenas Rp60—R65/kg. Dengan harga pakan murah, dari seekor sapi, peternak masih memperoleh keuntungan setelah dipotong harga sapi bakalan, pakan/konsentrat, dan obat-obatan.

Sementara itu, Didiek Purwanto, Direktur Produksi GGLC, mengatakan, dalam kemitraan, kelompok peternak mempunyai posisi tawar dalam penetapan harga, baik bakalan maupun hasil panen. “Namun, untuk sapi bakalan harganya sangat dipengaruhi oleh harga kontrak sapi bakalan yang didatangkan dari impor,” kata Didiek.

Hal itu dibenarkan Surati. Memang kelompok ternak yang memutuskan mengenai harga jual sapi. Jika kelompok menilai harga saat itu tidak menguntungkan, feedlot (inti) tidak bisa memaksa mengambil sapi di kelompok.

Tiap anggota tidak sekaligus menerima sapi, tapi diatur secara bergiliran. Misalnya, bulan pertama terdapat 100 plasma yang menerima sapi, bulan berikutnya 100 lagi, dan sisanya 100 plasma akan menerima sapi pada bulan ketiga. Pada bulan keempat, 100 plasma  pertama sudah panen, selanjutnya panen di kelompok kedua dan ketiga. “Ini juga memudahkan pengaturan pemasaran dan mengantisipasi kekosongan sapi di kelompok,” jelas Surati.

Sistem seperti itu akan menciptakan kompetisi penuh antaranggota untuk menghasilkan sapi yang bagus dan peternak akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan usaha.

Syafnijal D. Sinaro (Kontributor Lampung)

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain