Jumat, 1 Pebruari 2008

Sistem Kemitraan Ala KDT

Kemitraan menjadi salah satu jalan memecahkan stagnannya usaha budidaya ayam pedaging.

Di Yogyakarta kemitraan ayam pedaging (broiler) berkembang pesat. Saat ini ada sedikitnya 28 inti dengan jumlah plasma 500—600 peternak berskala pemeliharaan 1.500—40.000 ekor.

Salah satu dari kemitraan tersebut adalah Kelompok Duta Technovet (KDT) yang mulai berkiprah pada tahun 2000. Menurut drh. Hari Wibowo, sang inti, latar belakang berdirinya KDT tak lepas dari stagnannya usaha sebagai peternak mandiri. “Dengan sedikit kandang, untung yang didapat pun sedikit. Lain halnya dengan punya kandang yang banyak, untung yang diperoleh pun bisa banyak,” ungkap Hari. Karena itulah supaya usahanya berkembang, ia mengajak peternak lain bermitra. Hingga saat ini jumlah plasmanya sekitar 100 orang dengan total populasi 300 ribu ekor.

Kontrak dan Bagi Hasil

Hari mengungkap, sistem kemitraan yang dianut KDT adalah sistem kontrak dan bagi hasil (sharing). Sebanyak 75% plasma yang tersebar di Gunung Kidul, Sleman, Bantul, dan Kulonprogo lebih memilih sistem kontrak, sedangkan sisanya sistem sharing.

Dengan sistem kontrak, lanjut lulusan Fakultas Kedokteran Hewan IPB itu, pihak KDT sebagai inti merasakan beban yang lebih berat ketimbang sistem sharing. “Harga-harga sapronak dan harga panen sudah ditentukan begitu teken kontrak. Paling berat adalah saat harga panen jauh di bawah harga kontrak dan BEP (titik impas). Sudah harga BEP nggak dapat, harga panen pun anjlok,” jelasnya.

Pada sistem sharing, inti dan plasma sama-sama memperoleh keuntungan maupun kerugian dengan besaran 60% (inti) dan 40% (plasma). “Sebenarnya sistem inilah yang paling tepat karena secara jelas menunjukkan keseriusan dan transparansi masing-masing pihak,” ujar Hari yang juga Ketua Umum Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta (APAYO).

Sistem itu cukup menantang bagi plasma. Namun, Toto Rachmadi, BBA, salah seorang plasma KDT yang memelihara 20 ribu ekor misalnya, mengatakan, tetap lebih memilih sharing karena boleh dibilang win-win solution bagi kedua pihak. Toto yang bergabung dengan KDT sejak tiga tahun silam sadar, sistem pilihannya berisiko besar. Namun, ia mengaku banyak pelajaran yang diperolehnya, selain keuntungan materi.

Ryan (Kontributor Yogyakarta)

ILUSTRASI

Sistem kontrak

Populasi ayam               : 5.000 ekor

Bobot panen                              : 1,5 kg

Biaya sapronak, dll                     : Rp8.000/kg

Pendapatan plasma                    : Rp1.000—Rp1.500/kg

Rugi ditanggung inti sendiri

 

Inti

Modal: 5.000 x 1,5 x Rp8.000/kg = Rp60 juta

Pendapatan plasma: Rp7,5  juta—Rp11,25 juta

Total: Rp67,5  juta—Rp71,25 juta

Hasil daging: 7,5 ton

BEP: Rp67,5 juta/7,5 ton = Rp9.000

Harga panen: Rp6.500/kg

Inti rugi: Rp18.750.000

 

Plasma

Biaya operasional budidaya dan penyusutan kandang: Rp700/ekor

Syarat: skill, kandang, agunan

Modal: Rp700 x 5.000 = Rp3,5 juta

Pendapatan: Rp7,5 juta—Rp11,25 juta

Rugi/Laba: (Rp7,5  juta—Rp11,25) - Rp3,5 juta

Laba: Rp4 juta—Rp7,75 juta

 

Sistem sharing

Populasi ayam   : 5.000 ekor

Bobot panen                  : 1,5 kg

Biaya sapronak, dll         : Rp8.000/kg

Pendapatan plasma        : Rp1.000—Rp1.500/kg

Rugi/laba: inti (60%): plasma (40%)

 

Inti

Modal : 5.000 x 1,5 x Rp8.000/kg = Rp60 juta

Pendapatan plasma : Rp4 juta

Total : Rp64 juta

Hasil daging: 7,5 ton

BEP = Rp64 juta/7,5 ton = Rp8.530

Harga panen : Rp6.500

Rugi: Rp15.225.000

Inti rugi: Rp9.135.000 (60%)

 

Plasma

Biaya operasional budidaya dan penyusutan kandang: Rp700/ekor

Syarat: skill, kandang, agunan

Modal: Rp700 x 5.000 = Rp3,5 juta

Pendapatan: Rp7,5 juta—Rp11,25 juta

Plasma kecipratan rugi: Rp6.090.000 (40%)

Rugi/Laba: (Rp7,5 juta—Rp11,25 juta) - (Rp3,5 juta + Rp6,09 juta)

Rugi: Rp1,66 juta—Rp2,09 juta

Sumber: drh. Hari Wibowo (diolah)

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain