Kemitraan menyemarakkan agribisnis seantero dunia. Bukan cuma di negara-negara berkembang, tapi juga di negara maju. Di Amerika Serikat umpamanya, satu atau lebih dari 10 usaha tani menggantungkan rezekinya dari kemitraan. Di sana disebut contract farming yang terdiri dari marketing contract dan production contract. Nilainya mencapai 36 persen dari total produksi pertanian/peternakan. Hampir keseluruhan peternakan ayam bergiat di bawah kemitraan dan sistem itu mulai menjalar ke babi, susu, kapas, buah-buahan, dan sayuran.
Memang pola kemitraan untuk bisnis unggas yang paling pas karena permintaan atas ayam dan telur terus menanjak, terutama disebabkan makin meningkatnya kaum urbanis yang gemar makanan sedap, berprotein, tapi penyajiannya praktis. Harap diketahui, dalam table manners mana pun di dunia, hanya ayam yang boleh dipegang dengan tangan.
Kemitraan bisnis ayam dan telur juga dijalankan dengan serius di China dan India, serta di negara Eropa Barat dan Timur, Afrika, Amerika Latin. Di Asia Tenggara contoh yang telah berjalan baik adalah di Thailand dan Indonesia.
Peternak lebih baik bermitra karena ongkos produksi mahal, khususnya pakan. Padahal pakan mengambil porsi terbesar dalam biaya produksi industri ayam, sementara harga jual ayam gejolaknya tajam. Kemitraan di sini adalah antara peternak dan korporasi besar. Dengan bermitra, modal kerja atau sarana produksi ternak dijamin, dan harga jual setiap panenannya sudah disepakati di muka atau sesuai harga pasar.
Apalagi selama proses produksi, peternak didampingi pembina teknis yang kompeten. Peternak mendapatkan transfer pengetahuan dan ketrampilan teknik beternak, berniaga, maupun pemeliharaan lingkungan. Dengan bermitra, risiko rugi dapat dicegah. Kalau pun terjadi force majeure para peternak dibebaskan dari penggantian sapronak
Bila dilihat dari permukaan tampaknya semua tentang kemitraan ini menyenangkan, para pihak sama sama untung, adil-sejahtera. Menatap ke depan tentunya juga terang benderang mengingat jumlah penduduk Indonesia yang 230 jiwa dan naik konstan 1,4% per tahun. Menteri Pertanian Anton Apriyantono bilang, jumlah kebutuhan pangan protein hewani 10 tahun ke depan setara dengan 1,250 miliar ekor ayam.
Kemitraan memang yang paling ideal, tapi tidak otomatis dambaan kita itu mesra di pelukan. Di AS sudah belasan jurisprudensi tercipta dari berbagai dispute atas kontrak. Di Eropa ada perkara siapa yang bertanggung jawab atas gangguan lingkungan. Di tempat lain ada tuntutan untuk mengundangkan aturan permainan. Siapa yang jadi wasit, siapa mengontrol korporasi yang culas, dan sebaliknya sebagaimana efektif tindakan atas peternak yang terus menerus nggak becus. Ada kontrak yang lugas, ada yang kekeluargaan, ada tafsir karet atas beberapa klausul.
Kemitraan di Indonesia jelas tidak sepi kendala. Di sini, kerumitannya kebanyakan oleh kejadian di luar kekuasaan kita. Siapa bisa menahan orang Amerika memakai jagung untuk etanol. Padahal bahan baku utama pakan unggas adalah jagung. Siapa bisa menahan harga minyak? Siapa sanggup mengenyahkan avian flu, siapa yang menjamin tak akan ada bencana banjir. Tampaknya negeri kita penuh dengan force majeure, kejadian-kejadian tak terduga, tapi Indonesia jelas masih punya kekuatan dan peluang yang besar. Kita punya aset utama kemitraan, yakni orang dan lahan. Kita punya ratusan juta SDM dan jutaan hektar lahan. Ratusan juta penduduknya yang pemakan ayam adalah pasar yang amat besar.
Maka sebenarnya kita tidak perlu berkecil hati. Seandainya saja pemerintah pusat dan daerah berinvestasi membuka lahan baru di luar Jawa, membangun agroindustri dan membuka aksesnya ke sana dengan jalan dan pelabuhan, menjamin keamanan, dan memberantas peminta upeti. Seandainya swasta dan pengusaha UKM dirangsang dengan kredit ringan dan pembebasan PPN. Dengan manusia dan tempat yang demikian banyak, Indonesia bisa lebih menyebarluaskan kemitraan agribisnis. Korporasi dan swasta menengah dan kecil bisa bahu-membahu dalam jenjang-jenjang agribisnis dari hulu sampai hilir. Pemerintah mendukungnya dengan tenaga pioner penyuluh lapangan dan menggencarkan promosi pentingnya mengonsumsi daging dan telur. Seandainya....
Daud Sinjal