Apa kata dunia, bila Indonesia ibarat tikus mati di lumbung padi?
Ancaman krisis pangan yang diperingatkan FAO (lembaga yang mengurus pangan dan pertanian di PBB), akhir tahun lalu, kini sudah dirasakan masyarakat. Harga beras dan kedelai melonjak sehingga masyarakat miskin menjadi was-was. Memang ironis, masyarakat yang hidup di negara berpredikat agraris ini mesti kesulitan memperoleh beras atau sepotong tahu.
Untuk menekan harga beras, Bulog berjanji akan menggelontorkan raskin (beras untuk masyarakat miskin) 191 ribu ton/bulan. Sepanjang 2008, Bulog mencanangkan beras raskin sebanyak 19,1 juta ton. Sementara untuk menekan harga kedelai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah mengeluarkan tiga kebijakan jangka pendek. Salah satunya adalah menghapus bea masuk (BM) dari 10% menjadi 0%.
Mesti Sinergi
Walau demikian, ancaman krisis pangan tetap harus menjadi perhatian semua pihak. Sebab, berdasarkan perhitungan FAO, stok pangan dunia yang diperhitungkan hingga akhir musim tanam 2008, diperkirakan turun sekitar 420 juta ton dari stok sebelumnya. Oleh sebab itu, harga internasional biji-bijian (termasuk padi dan kedelai) akan tetap tinggi lantaran pasokannya seret.
Di Indonesia, menurut Mentan Anton Apriyantono, setiap tahun diperlukan penambahan produksi beras 1,8 juta ton. Jumlah ini setara dengan 3 juta ton gabah kering giling (GKG). Untuk itu diperlukan penambahan areal sawah seluas 600 ribu hektar. Bila tidak terpenuhi, dia menghitung pada 2017 negeri ini bakal dilanda krisis pangan. Sebab, ada ketimpangan antara jumlah penduduk dan ketersediaan lahan pertanian. Laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,3%—1,5%/tahun. Sementara itu tidak kurang dari 10 ribu hektar sawah beralih fungsi setiap tahun.
Berdasar catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi pada 2007 mencapai 57,05 juta ton GKG. Jumlah ini naik 4,76% dibandingkan 2006 (lihat tabel). “Memang angka itu belum memenuhi jumlah yang ditargetkan sebanyak 58,18 juta ton GKG,” jelas Sutarto Alimoeso, Dirjen Tanaman Pangan, Deptan.
Guna mengantisipasi ancaman krisis pangan, Mentan akan menerapkan tiga jurus. Upaya itu meliputi perluasan areal, peningkatkan produktivitas, dan diversifikasi konsumsi.
Senada dengan Mentan, Sidi Asmono, Manajer Bayer BioScience Indonesia, produsen benih padi hibrida, berpendapat, untuk menyikapi kesenjangan potensial antara pasokan dan permintaan, produksi padi ini harus dipacu dengan berbagai teknologi. “Ibarat mobil, produksi padi harus dipacu dengan full gas (sekencang-kencangnya). Dan di sisi lain kita rem pertumbuhan penduduk, sehingga tercapai suatu keseimbangan,” tandasnya.
Lebih jauh Sidi berujar, semua teknologi harus disinergikan, mulai dari blueprint pertanian, yaitu benih. Selain menggunakan benih unggul bersertifikat, juga ada benih padi hibrida. Demikian pula teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) maupun System of Rice Intensification (SRI). Pilihan teknologi tersebut disesuaikan dengan kondisi sawah dan lingkungan masing-masing daerah.
Soal diversifikasi pangan, lanjut Sidi, harus diejawantahkan agar beban pemerintah bisa berkurang, dengan memberdayakan sumber pangan yang lain. Hal ini harus dilakukan dan dikampanyekan. Pemerintah berperan membuatkan model dan contoh yang spesifik untuk masing-masing daerah sesuai potensinya. Di daerah yang banyak menghasilkan sagu, maka disosialisasikan makan sagu. Demikian pula daerah penghasil jagung, diversifikasi dengan jagung. “Tapi jangan hanya karena memperingati hari pangan, lalu kita ramai-ramai melakukan diversifikasi, setelah itu kembali mengonsumsi beras,” saran Sidi.
Dadang, Untung
Realisasi Produksi Tanaman Pangan 2007 dan Target 2008 Padi 57,05 juta ton 61,093 juta ton Jagung 13,3 juta ton 14,1 juta ton Kedelai 0,61 juta ton 1,05 juta ton Kacang tanah 0,79 juta ton 0,941 juta ton Kacang hijau 0,32 juta ton 0,362 juta ton Ubi kayu 18,95 juta ton 21,1 juta ton Ubi jalar 1,88 juta ton 2,25 juta ton
Komoditas Realisasi 2007 Target 2008
Sumber: Deptan, 2008