Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Begitulah jalan hidup Mas’an, seorang petani ikan gurami sukses asal Desa Kacila, Kec. Kemranjen, Kab. Banyumas, Jateng.
Sedari bocah, gurami bukanlah hal asing buat Mas’an. Kakek dan ayahnya, Imam Muctar dan Juhari, adalah pedagang gurami yang cukup tersohor di wilayah Banyumas. Didorong oleh keinginannya mandiri, sejak kelas III SMP Mas’an bahkan sudah berani memulai usaha budidaya gurami sendiri.
Modalnya, “Uang SPP sekolah empat bulan dan kolam pinjaman dari orang tua seluas 250 m2,” ujar Mas’an yang mengaku agak bengal saat sekolah. Pembuatan kolam dikerjakan sendiri seusai jam sekolah, benih dibeli dari uang SPP, dan pakan ia bayar dari uang sakunya.
Berawal Dari Duit SPP
Pada awalnya, biaya operasional tidak ia hitung karena seluruhnya dikerjakan sendiri. Dalam waktu delapan bulan, 400 ekor benih ukuran korek yang ditebar menghasilkan 300 kg gurami ukuran 7—9 ons per ekor. “Waktu itu harga gurami sekitar Rp10.000 per kg sedangkan biaya produksi kecil sekali, kalau tidak salah hanya Rp4.000 per kg,” ujar Mas’an.
Saat panen, Mas’an memperoleh Rp3 juta dengan keuntungan bersih Rp1,8 juta atau Rp225 ribu per bulan. Kendati begitu, sebagai anak baru gede yang baru bisa usaha, ia merasa gembira. Apalagi, “Sekali panen sudah kembali modal. Untungnya bisa untuk modal lagi tanpa harus berhutang duit SPP lagi,” ujarnya sembari tertawa mengenang kebandelannya dulu.
Pembeli guraminya adalah tengkulak asal Ciamis dan Bandung. Alasannya, pasar wilayah itu bisa dikatakan stabil, daya serap cukup tinggi, dan jaraknya yang relatif terjangkau. Tak heran hingga saat ini ia tetap mengandalkan wilayah Priangan tersebut sebagai pasar utama ikan produksinya.
Dalam waktu enam tahun, usaha Mas’an mulai kelihatan hasilnya. Berawal dari sepetak kolam seluas 250 m2, pada tahun keenam ia sudah memiliki lima petak kolam yang masing-masing ditebari benih gurami sebanyak 2.000—3.000 ekor. Selain itu, ia juga mampu membeli sarana angkutan dan membuka toko pakan untuk memperluas bisnisnya.
Setelah 18 tahun menekuni bisnis gurami, ayah empat orang anak ini mengelola 2 ha kolam gurami dan 5 ha kolam petani plasma di Kec. Kemranjen, Banyumas dengan produksi berkisar 2,4—3 ton per bulan. Jika keuntungan per kg gurami rata-rata Rp6.000, dalam sebulan petani berusia 33 tahun ini mengantongi Rp14,4 juta—Rp18 juta per bulan.
Itu belum termasuk keuntungan dari usahanya menjadi distributor salah salah satu merek pakan ikan ternama untuk wilayah Banyumas, Purwokerto, dan Cilacap (Jateng). Alhasil, selain dikenal sebagai juragan gurami, ia juga kerap dipanggil bos voer alias juragan pakan ikan di daerah tersebut.
Seleksi Tengkulak
Meski sudah meraih manisnya berbisnis gurami, bukan berarti Mas’un tidak pernah merasakan pahitnya usaha ini. Satu setengan tahun lalu, gurami ukuran konsumsinya mati total yang mengakibatkan kerugian sampai Rp80 juta. Usut punya usut, “Ternyata pola budidaya yang kurang sempurna, terutama jenis pakan yang jadi penyebabnya,” terang suami Ani Endang ini.
Masih menurut Mas’an, pemberian jenis dan jumlah pakan yang kurang tepat menyebabkan pertumbuhan lambat, kelangsungan hidup benih rendah, dan memicu penyakit cacar dan mata saat musim kemarau karena kandungan lemak yang tinggi. Karena itu, ia kemudian menata pola budidaya secara baik dari awal, terutama pada musim kemarau yang rawan penyakit.
Harga pakan yang terus meningkat juga menjadi kendala buat pembudidaya gurami seperti Mas’an. Pada 1989, harga jual gurami rata-rata Rp10.000 per kg, harga pakan Rp1.000 per kg, dan biaya produksi gurami hanya Rp4.000 per kg. Sekarang, harga jual gurami di kolam Rp18.500, harga pakan Rp4.700 per kg, dan biaya produksi mencapai Rp12.500 per kg.
Untuk menyiasatinya, Mas’an memproduksi gurami konsumsi dengan ukuran yang lebih kecil, 3—5 ons. Dengan begitu, “Perputaran uang lebih cepat dan kebutuhan pakan juga lebih sedikit,” jelasnya. Kiat lain, mencari mitra yang bonafid. Di antaranya bermitra dengan petani plasma untuk mendapatkan benih gurami yang baik dan memilih pabrik pakan berkualitas yang mempekerjakan tenaga technical service yang mampu memberi solusi saat pembudidaya mengalami hambatan teknis di lapangan.
Yang tak kalah penting, seleksi tengkulak yang loyal, jujur dalam timbangan, dan membayar dengan tunai. “Tengkulak yang seperti itu kita beri orderan barang yang lebih banyak dan kontinu,” tandas Mas’an. Tidak menutup diri dari dunia luar, terutama teknologi dan informasi menjadi kiat usahanya yang lain.
Enny Purbani T., Agung Nugroho (Kontributor Purwokerto).
Biaya Produksi per Kg Gurami Biaya : - Bibit ukur 3 jari Rp1.500 x 2 = Rp3.000 - Pakan BA6/B Rp 4.700 x 1,5 kg = Rp7.050 - Tenaga Rp500 x 4 bulan = Rp2.000 - Sewa lahan (kg) Rp500 = Rp 500 Total biaya = Rp12.550 Harga per kg di kolam = Rp18.500 Keuntungan = Rp 5.950