Anggaran pertanian, dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, terus menerus diperbesar. Dari Rp4,1 triliun pada 2005 menjadi Rp6,3 triliun pada 2006, bertambah lagi tahun ini menjadi Rp7,8 triliun. Dan untuk 2008 dialokasikan Rp8,8 triliun. Total empat tahun mencapai Rp27 triliun. Seperti ditegaskan Presiden, memang kita ingin membangun pertanian dan petaninya. Ini isu strategis karena ketahanan pangan yang berbarengan dengan terangkatnya kesejahteraan petaninya di desa, yang merupakan lapisan tebal masyarakat Indonesia, adalah modal kuat bagi ketahanan kehidupan kita berbangsa dan bernegara.
Sebagai negeri tropis, dengan sinar matahari sepanjang tahun, tanah yang selalu disiram hujan dan berkala diremajakan abu vulkanik, Indonesia dikodratkan sebagai negeri agraris. Dan dengan perairan yang melingkupi 70% wilayahnya, ia sekaligus juga negeri maritim. Kita dianugerahi sumber daya alam yang sangat berkecukupan dari darat dan laut. Maka sebenarnya tanpa Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK), tanpa berbuat pun, mengikuti lirik sebuah lagu Koes Plus, “tongkat dan kayu jadi tanaman. Ikan dan udang jadi milikmu”. Telah terbukti dalam kondisi negative growth sekalipun, pertanian tetap tiang penyangga ekonomi nasional dari keterhempasan.
Terbukti pula untuk urusan pertanian, khususnya pangan, setiap pemerintah yang berkuasa tidak boleh jeda sedikit pun karena berapa pun produksi beras disasarkan, tidak pernah bisa mengejar kenaikan jumlah penduduk. Ketika Pak Harto mencapai swasembada pangan pada 1984, jumlah penduduk Indonesia masih 160 juta. Swasembada itu tidak berlangsung lama, malah pada tahun-tahun berikutnya Indonesia mengimpor beras sampai dua juta ton. Lalu ketika pemerintahan yang terakhir ini mencanangkan peningkatan produksi beras sampai 2 juta ton. Toh, pemerintah tetap tidak berani ambil risiko, meminta Bulog mengimpor beras untuk cadangan.
Pelaksanaan RPPK sudah berjalan, kendati derapnya di lapangan tidak sekencang yang dipidatokan. Jumlah tenaga penyuluh masih di bawah setengah dari yang seharusnya, jaringan jalan kabupaten demi intensifikasi, ekstensifikasi dan akses ke pasar banyak yang rusak, fasilitas dermaga tidak mendukung, irigasi belum ditambah atau diperbaiki, lahan abadi yang akan dijamin UU belum lagi dibahas di DPR.
Belum lagi urusan diversifikasi pangan, pendanaan, subsidi dan distribusi benih dan pupuk, serta promosi atau insentif lainnya. Namun lepas dari seberapa berhasil RPPK dengan duit triliunan rupiah itu, seberapa terpadu kerja antardepartemen, optimisme kita malah terbangun oleh performa di provinsi dan kabupaten. Itu terutama digerakkan oleh kepemimpinan daerah yang terpanggil dan gigih membangun agropolis-agropolis yang maju untuk membuka lapangan kerja, menggali pendapatan daerah, dan membangun kesejahteraan rakyat.
Prof. Bustanul Arifin wanti-wanti agar kita jangan terkecoh dengan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2007 yang 6,2%—6,3%, yang dikatakan Kepala BPS berkat sektor pertanian yang bertumbuh 4,76%. Menurut Bustanul, kinerja sektor pertanian itu didorong oleh subsektor perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, kakao, atau kopi, yang pertumbuhannya meningkat sejalan melonjaknya harga. Ia memastikan, pertumbuhan sektor perkebunan tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani tanaman pangan dan peternakan. Bahkan nasib mereka akan semakin terpuruk seiring kenaikan harga komoditas perkebunan yang juga dikonsumsi petani atau ternak.
Dua minggu lagi 2007 akan beralih ke 2008. Tahun depan merupakan tahun yang menentukan bagi pemerintahan SBY-JK, karena hanya tersisa 22 bulan untuk mempertanggungjawabkan mandat rakyat yang katanya akan dipenuhi dengan mengentaskan kemiskinan melalui pembangunan berlandaskan pertanian. Pertanggunganjawaban itu juga menyangkut puluhan triliun rupiah uang rakyat yang dianggarkan untuk pembangunan pertanian. Tahun depan akan menegangkan, karena ketika tuntutan kerja semakin tinggi dan harus lebih fokus, para penentunya, baik di pemerintahan maupun parlemen, yang adalah orang orang partai, sudah terganggu konsentrasinya ke persiapan Pemilu 2009. Tahun 2008 akan menentukan RPPK itu retorika atau bukan.
Daud Sinjal