Mula-mula menganggap bisnis sapi perah tidak menguntungkan, tetapi dengan mengajak anak SD minum susu, kini tak kurang Rp12juta/minggu dikantonginya.
Adalah Neneng Siti Rahmah, bersama suaminya, Iwan Rangkat, pengelola Koperasi Peternak Sapi Perah Gunung Gede di Desa Cimangkok, Kec. Sukaraja, Sukabumi yang setiap Senin—Jumat memasok susu segar ke 31 Sekolah Dasar di 15 kecamatan se-Sukabumi.
Lebih dari 8.000 gelas plastik (cup) susu segar diproduksi Neneng. Belum termasuk penjualan yoghurt dan es yoghurt di kedainya. Meski berteknologi seadanya, ia berani menggaransi produknya dengan mengangkat slogan “Has Milk”, yang berarti susu Halal, Aman, dan Sehat. Begitulah upaya Neneng keluar dari tekanan harga susu murni yang dianggapnya tak kunjung menguntungkan.
Pantang Mundur
Petualangannya di bisnis sapi perah bermula tahun 2000. Sepulang dari merantau ke Jepang, Neneng kebingungan memilih usaha yang menjanjikan. Bermodal tabungan Rp100 juta hasil kerja setahun sebagai buruh pabrik di Negeri Matahari Terbit, ia pun memutar otaknya.
Sempat menjadi bandar kapas beberapa bulan, tapi wanita kelahiran Bandung, 7 Oktober 1969 ini tidak mendapatkan hasil maksimal. Akhirnya Neneng dan suaminya mengembangkan usaha sapi perah milik orang tuanya yang juga tokoh Koperasi Sapi Perah Gunung Gede. “Sebetulnya waktu itu bisnis sapi perah tidak menguntungkan, marjinnya pas-pasan, tapi kita tetap berusaha,” kenangnya saat berbincang dengan AGRINA pertengahan Desember lalu.
Kelangsungan hidup 60 peternak sapi perah yang sangat bergantung pada koperasi membuat Neneng bersemangat menjalankannya walau dirinya awam terhadap dunia peternakan. Langkah pertamanya, membeli lima ekor sapi untuk menggenapkan populasi menjadi 50 ekor. Waktu itu harga susu murni masih Rp1.725/liter di tingkat peternak. Ia berpikir, menambah populasi praktis akan menambah penghasilan. Namun ternyata, “Orang bilang, tahun pertama itu sapi makan kita, tahun kedua sapi makan sapi, baru tahun ketiga kita yang makan sapi,” ungkap Neneng menggambarkan beratnya bertahan di bisnis persusuan.
Setiap hari Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS) Gunung Gede menyuplai 2.000 liter susu murni ke pabrik keju Natura. Sebanyak 1.300 liter dihasilkan peternak, sisanya diambil dari kandang sendiri.
Taktik Jitu
Tak mau usaha sapi perahnya jalan di tempat, pada 2004 Neneng kembali memutar otak. Pelatihan pembuatan produk olahan susu oleh Dinas Peternakan setempat pun lahap diikutinya. Ia lalu memberanikan diri membuat susu dalam kemasan meski dengan cara sederhana.
Susu murni dipasteurisasi, lalu dikemas dalam gelas plastik ukuran 120 ml, dan dipasarkan seharga Rp1.500/gelas. Pengolahan susu itu dapat melipatgandakan harganya, dari Rp1.725 menjadi Rp13.500 per liter.
Namun pemasaran susu olahan ternyata tidak mudah. Neneng dan suaminya harus rela mengelilingi Sukabumi menggunakan mobil sewaan. “Kita ngiter, jualannya pakai halo–halo, sambil bawa anak pula,” tuturnya.
Setiap hari libur pun ibu empat orang anak ini rajin menyambangi lapangan tempat orang berolah raga. Akhirnya peminat susu olahannya semakin banyak. Dia kemudian juga membuat olahan lain, yaitu yoghurt dan es yoghurt. Syukurlah, kedua produk barunya langsung mendapat sambutan hangat dari masyarakat sehingga ia mendirikan kedai di Jalan Pujasera, Cianjur.
Kini Neneng memproduksi sekitar 20 liter yoghurt dan es yoghurt. Saat Sabtu dan Minggu, kedainya mampu menjual sampai 80 liter. Meski belum dalam jumlah besar, yoghurtnya mulai merambah Purwakarta dan Jakarta. Satu kemasan yoghurt berisi 250 ml dijualnya seharga Rp5.000 atau Rp15.000 per liter. Sedangkan es yoghurt dipatok Rp3.000/kemasan isi 10 potong. Total ketiga produk olahan susunya mencapai 220 liter per hari.
Suplai Anak SD
Neneng yang mantan tenaga pemasaran iklan (account executive-AE) di sebuah majalah terkemuka ibukota dikenal lihai meyakinkan orang. Ia lantas melobi Pemkab Sukabumi agar melaksanakan program Gemar Minum Susu bagi pelajar SD menggunakan produknya “Jual space iklan saja bisa, padahal headline-nya belum tahu, kenapa produk sendiri nggak bisa jual?“ candanya
Singkat cerita, Maret 2006 Neneng memenangkan tender pengadaan susu pasteurisasi dalam program tersebut. Mula-mula ia mendistribusikannya ke tiga SD sebanyak 4.000 gelas per bulan dengan harga Rp1.500/gelas. Sekarang, total pasokan susunya ke 31 SD sekitar 8.000 gelas per minggu. Bila dikalkulasi, pendapatannya saat ini ditaksir mencapai Rp12juta/minggu belum termasuk hasil penjualan yoghurt dan susu murni ke pabrik keju.
Meski kontraknya untuk memasok sekolah–sekolah hanya berjangka empat bulan, tapi produknya ternyata dianggap cukup berkualitas. Nyatanya ada 9 SD di Kecamatan Sukalarang, Nagrak, dan Sukaraja yang secara mandiri meminta pasokan darinya meski kontrak telah usai. Jumlahnya mencapai sekitar 1.800 gelas per minggu.
Neneng berharap banyak sekolah yang bisa mandiri membeli susu, meski tidak harus darinya. Menurut dia, susu adalah jajanan sehat, dan sejalan dengan target pemerintah untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.
Selamet Riyanto