Selama kita mengimpor jagung, industri unggas kita tidak akan sehat.
Demikian pernyataan Anton J. Supit, dalam satu pertemuan dengan Ir. Herry Rotinsulu, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, Allan Uy, Direktur Utama PT Jagung Hibrida Sulawesi, dan Harley Woworuntu, Ketua Kelompok Tani Jagung Maesa Mitra Jaya.
Masih menurut Anton, industri pakan ternak dalam negeri mengimpor sekitar 700 ribu ton—1,7 juta ton per tahun. Padahal, “Kalau kebutuhan itu bisa terpenuhi dari dalam negeri, mutu jagung jelas lebih segar. Dan petani jagung kita juga terbantu,” jelasnya.
Kredit Tanpa Agunan
Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang serius mengembangkan jagung. Melalui crash program, sejak 2006 provinsi tersebut menetapkan akan mengembangkan tiga komoditas, yaitu jagung, kelapa sawit, dan rumput laut. “Target 2008, target produksi jagung Sulawesi Utara 600.000 ton,” ujar Herry Rotinsulu.
Salah satu upaya untuk itu dengan diluncurkannya skim kredit tanpa agunan oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Utara. Menurut Herry, BPD Sulut telah mengucurkan skim kredit tersebut sebesar Rp10,3 miliar atau 33% dari dana yang dialokasikan. Selain BPD Sulut, “Bank Syariah Mandiri juga telah mengucurkan Rp1 miliar,” jelasnya.
Pinjaman berbunga 12% per tahun ini diharapkan dapat digunakan untuk membeli keperluan produksi, seperti benih, herbisida, pupuk, dan biaya pengolahan tanah. Satu hektar lahan mendapat paket Rp2,5 juta dengan maksimal pinjaman sebesar Rp25 juta atau 10 hektar. Agar rantai pemasaran berjalan baik, BPD Sulut juga memberi kredit kepada para pedagang pengumpul jagung dengan maksimal pinjaman sebesar Rp500 juta.
Pada 2006, produksi jagung provinsi tersebut baru sekitar 287.000 ton. Namun, Herry optimis Sulawesi Utara mampu meraih target itu karena hingga akhir 2007, diprediksikan produksi jagung di wilayahnya bisa mencapai 400.000 ton. Selain itu, “Potensi lahan jagung Sulawesi Utara masih luas, yaitu 350.000 hektar dan penggunaan benih hibrida cukup tinggi, mencapai 50%,” jelasnya.
Show Windows Sulut
Jagung hibrida memang bukan barang hal baru bagi petani di Sulawesi Utara. Tak heran beragam varietas jagung hibrida beredar di provinsi ini, seperti Bisi, Pioneer, dan Jaya. “Sebelumnya, hampir seluruh varietas jagung hibrida pernah saya coba. Sekarang, saya pakai varietas Jaya I,” ujar Harley Woworuntu, Ketua Kelompok Tani Jagung Maesa Mitra Jaya.
Menurutnya, produktivitas varietas Jaya I tetap lebih tinggi dibanding varietas lain saat ditanam pada musim kemarau atau dengan pemupukan yang minim. Selain itu, “Susutnya juga lebih sedikit,” jelas Harley, yang saja menerima penghargaan sebagai Kelompok Tani Jagung Nasional Terbaik 2008 dari pemerintah.
Kelompok yang beranggotakan 60 orang petani jagung di Desa Tountimomor, Kec. Kakas, Kab. Minahasa, Sulut, tersebut saat ini mengelola 700 hektar lahan jagung. Dengan produktivitas rata-rata 6 ton per hektar, Maesa Mitra Jaya mampu menghasilkan 4.200 ton per musim tanam atau 8.400 ton per tahun. Tak heran jika Kecamatan Kakas dijadikan show windows untuk komoditas jagung Sulawesi Utara.
Menurut Anton J. Supit, peningkatan produksi jagung Sulawesi Utara cukup signifikan, tapi belum cukup untuk menggerakkan ekonomi. Untuk itu, penting segera membangun infrastruktuktur, investasi di bidang teknologi, mencetak motivator-motivator di lapangan, serta dukungan dana yang lebih besar. “Di Sulawesi Utara tenaga kerja mahal sehingga harus diarahkan untuk mekanisasi. Selain itu produk diarahkan untuk mencapai standar industri,” tambahnya lagi.
Enny Purbani T.