Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan sampai 2012 bumi mengalami kenaikan suhu 1—5oC. Hingga 2100, permukaan air laut diramalkan meningkat 11 – 77 cm.
Tanda-tanda yang terlihat sekarang adalah kekeringan di suatu tempat, tetapi hujan lebat di tempat lain. Muncul pula angin puting beliung sebagai akibat tidak meratanya tekanan udara di atmosfir, juga kegagalan panen biji-bijian di dunia. Pemanasan global jelas mempengaruhi perubahan ekosistem bumi, terlebih organisme renik seperti bakteri, jamur, protozoa, dan virus.
Menurut ahli parasitologi ikan FKH UGM, Dr. Drh. Wisnu Nurcahyo, gejala peningkatan jumlah dan patogenisitas penyakit ikan di Indonesia muncul lima tahun lalu. Penyakit ikan dari daerah subtropis masuk ke Indonesia melalui aliran lelehan es kutub utara atau global traveling warga dunia.
Menyebar dan Meningkat
“Infeksi Haplosporidium nelsoni dan Perkinsus marinus awalnya hanya dijumpai pada kerang Amerika Utara, kini menjalar hingga di Teluk Meksiko. Ini membuktikan penyakit dari daerah subtropis terus mengalir ke wilayah tropis, termasuk Indonesia,” terang anggota Dewan Pakar Pusat Karantina Ikan DKP ini.
Menurut Wisnu, beberapa jenis ikan yang masuk ke Indonesia terinfeksi parasit Trichodina, Ichthyophthirius, Cryptobia, Icthyobodo, dan Trypanosoma sp., genus Monogenea (Dactylogyrus dan Gyrodactylus), cestoda (Bothriocephalus), krustasea (Leanea dan Argulus), serta jenis parasit lain. Penyakit tersebut akhirnya menulari ikan di Indonesia.
Dikhawatirkan, penyakit ikan laut subtropis mampu beradaptasi di air payau sehingga berpotensi menyerang ikan air tawar. “Kejadiannya lebih cepat jika terjadi air pasang seperti di Jakarta kemarin atau rob di Semarang. Saat itu air laut bercampur air tawar,” paparnya. Contohnya, Henneguya exillis yang menyerang jambal siam, tawes, dan lele.
Pemanasan global juga berpotensi meningkatkan keganasan penyakit. Membuat agen non patogen menjadi patogen serta meningkatkan intensitas serangan akibat merebaknya populasi agen penyakit. Musababnya, menurut alumnus Freie Universität Berlin ini organisme renik sangat sensitif dan berubah hanya dengan kenaikan suhu 10C di lingkungannya.
Ektoparasit, kutu, dan jamur peka sekali terhadap perubahan suhu. Makin panas, makin cepat berkembang. “Pemanasan global juga berpotensi memperpendek siklus hidup agen penyakit menjadi cepat dewasa dan berkembang lebih cepat,” tegas Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UGM ini.
Contohnya, peningkatan suhu air laut secara tidak langsung mempercepat munculnya inang cacing trematoda dan mengubah distribusi siput air tawar Biomphalaria sp. Sementara contoh penyakit yang meningkat intensitasnya adalah bintik putih (Ichtiyophtiruius multifilis) pada lele.
Para pemangku kepentingan di sektor perikanan harus siap menghadapi penyakit baru yang muncul akibat pemanasan global (emerging infectious disease). Jenis penyakit yang perlu diwaspadai adalah tuberkulosis (TBC), koi herpes virus (KHV), dan Salmonella.
Langkah Antisipasi
Langkah antisipasi terpenting adalah pengetatan karantina ikan yang disertai pemantauan, di antaranya disinfeksi bandara secara ketat. Pasalnya, global traveling ditengarai berandil besar menularkan penyakit. Maklum, sistem disinfeksi di pelabuhan udara Indonesia kurang diperhatikan. Padahal, “Di bandara Australia yang menjadi pengharum ruangan itu disinfektan, sehingga sebenarnya kita sedang disucihamakan,” ungkap Wisnu lebih jauh.
Untuk mengefektifkan pemantauan, pemerintah perlu menyediakan unit laboratorium bergerak yang menjangkau sentra perikanan, terutama sentra budidaya ikan air payau. Dengan unit laboratorium bergerak, penyakit yang muncul segera dapat dideteksi. Dengan demikian, dinamika penyakit sejak dini sudah dipantau. “Di Jerman misalnya, masing-masing sentra perikanan dilengkapi biosensor yang bisa menggambarkan kondisi kolam dan sekaligus penyakit secara cepat,” jelas Wisnu.
Kepada pembudidaya, Wisnu menganjurkan pengeringan kolam secara sungguh-sungguh. Soalnya, perkembangan algae, jamur, dan siput pembawa cacing hati saat ini semakin kompleks. Pemerintah juga perlu menyediakan daftar penyakit ikan yang senantiasa diperbaharui berdasarkan perkembangannya kepada para pembudidaya dan penyuluh lapangan.
Faiz Faza, Yogyakarta