Selasa, 13 Nopember 2007

Peluang Usaha Gula Merah Tebu

Tebu yang biasanya menjadi bahan baku gula pasir ternyata bisa juga dibuat gula merah alias gula jawa. Keuntungan dari bisnis ini pun lumayan “manis”.

             Gula jawa umumnya dibuat dari nira kelapa atau aren. Namun gula jawa produksi Dusun Sukolilo-Napel, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, Jatim, diolah dari tebu. Salah satu dari empat produsen gula jawa di dusun itu adalah Rusdiono yang sudah berusaha sejak 1980-an..

            Menurut Rusdi, begitu ia biasa disapa, peluang pasar gula tebu ini cukup besar, mulai dari pasar lokal hingga pabrik kecap dan petis. Harga gula cetakan sekitar Rp4.000/kg untuk pasar lokal di tingkat bakul-bakul besar. Di tingkat konsumen, harga bisa mencapai Rp10.000/kg. “Sedangkan harga ke pabrik sekitar Rp3.400—Rp3.500/kg, lihat kualitas gula, yaitu warna dan rasa. Yang bagus itu warnanya kuning, mawur gulanya. Rasanya manis. Kalau yang hitam-hitam itu, agak asam dan kurang manis,” ujarnya.

            Gula tebu ini dipasarkan ke pabrik-pabrik kecap dan petis di sekitar Malang, Pasuruan, Tulungagung, Kediri, Madura, Surabaya, hingga Tasikmalaya. “Prospek dan pasarnya bagus. Kita malah sebenarnya kekurangan. Kita mau buat pabrik satu lagi tapi terbentur modal,” ungkap pria lajang itu. Padahal untuk membuat pabrik baru hanya dibutuhkan modal Rp50 juta.

            Saat ini kapasitas pabrik pengolahan gula tebu milik Rusdiono sekitar 7—8 ton tebu per hari. Bahan baku tebu dipilih dari jenis BR, BW, BZ Triton, dan jenis baru lainnya. Pasokan tebu didatangkan dari ladang sendiri dan daerah Dampit, Poncokusumo.  “Sekarang ini saya beli kuintalan. Harganya sekitar Rp23.000 per kuintal untuk jenis BR dan BW sampai di tempat,” papar Rusdi.

               Dari 7—8 ton bahan baku dihasilkan 10—11 kuintal gula. Dengan harga Rp3.500/kg, dan setelah dikurangi biaya operasional, setiap hari Rusdi memperoleh keuntungan Rp500 ribu—Rp550 ribu.

            Produksi gulanya sangat tergantung kualitas tebu yang terkait dengan musim. Pada saat musim kemarau, satu kuintal tebu menghasilkan sekitar 11 kg gula kering dalam bentuk cetakan atau lempengan. Kualitas tebu sendiri dilihat dari umur, jenis, dan pupuknya. Tebu yang tua biasanya mengandung gula lebih banyak. Demikian pula tebu yang dipotong saat musim kemarau lebih baik ketimbang hasil panen musim penghujan.

            Rusdi tidak sembarang memilih bahan baku tebunya. Ia memilih tebu berumur kurang lebih setahun dengan ciri gagang bawah itu padat atau tinggi sama rata. Asal tebu juga dipilih dari kebun yang diberi pupuk ZA, tidak dipupuk dengan pupuk kandang. Berdasarkan pengalamannya, tebu yang diberi pupuk kandang menghasilkan gula yang encer, tidak bisa mengkristal. Lokasi penanaman juga sebaiknya di tanah berpasir yang tidak banyak menyerap air atau ladang.

           

Cetak Atau Bongkahan

            Bahan baku tebu yang datang langsung digiling untuk menghindari gula berasa masam. Air tebu hasil gilingan atau disebut kelang, ditampung dalam tandon, paling lama satu jam. Penyimpanan bahan baku ini tidak boleh terlalu lama karena rendemennya berkurang dan kadar gulanya turun.

            Proses memasaknya untuk pertama kali sekitar 2 jam karena waktu pagi dan cuaca masih dingin. Selanjutnya hanya butuh waktu satu jam. Untuk menetralkan keasaman, biasanya digunakan air kapur dengan dosis satu sendok per kuali. Namun, jika kualitas tebu bagus, air kapur tidak diperlukan. Setelah proses pemasakan, barulah gula dibentuk sesuai pesanan, yaitu cetakan atau bongkahan. Bakul-bakul biasa memesan dalam bentuk cetakan, sedangkan pabrik kecap atau petis membeli bongkahan.

 

Indah Retno Palupi (Surabaya)

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain