Ikan kerapu kertang yang sulit berkembang biak secara alami, berhasil dipijahkan melalui metode implantasi hormon oleh peneliti di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung.
Ketersediaan benih kerapu kertang (Epinephelus hemiochus) memang sangat ditunggu oleh pembudidaya ikan laut. Pasalnya, harga benihnya saja mencapai Rp1.500/cm. Harga ini dua kali lipat dibanding benih kerapu tikus. Selain itu harga kerapu kertang konsumsi juga selangit, Rp150 ribu–Rp200/kg hidup.
Namun, pertumbuhan kerapu kertang yang luar biasa cepat lah yang menjadi daya tarik utama. Menurut Paiman, seorang pelaku bisnis benih ikan di Denpasar, benih kerapu kertang dapat mencapai bobot 3–5 kg/tahun. “Jauh lebih cepat dibanding kerapu tikus yang hanya mencapai ukuran 5–8 ons dalam waktu yang sama,” ujar Paiman.
Pakai Hormon LHRHa
Itulah sebabnya, Agus Sudarsono, peneliti di BBPBL, yakin kerapu kertang akan menjadi andalan baru ekspor perikanan Indonesia. Jadi, “Kerapu kertang bisa diibaratkan sebagai ayam potong yang memiliki nilai komersial karena pertumbuhannya cepat dan nilai jualnya yang lumayan tinggi,” ujar Agus.
Saat ini, permintaan benih datang dari Medan dan Batam. Sedangkan kebutuhan kerapu kertang konsumsi berasal dari Singapura dan Malaysia. Selain dijual dalam kondisi hidup, kerapu kertang juga dipasarkan dalam bentuk irisan beku. “Jadi peluang pasarnya lebih besar ketimbang jenis kerapu lain,” jelas Agus.
Sayangnya, sampai saat ini kebutuhan benih maupun induk kerapu kertang masih mengandalkan tangkapan dari alam karena terkendala dalam pemijahan dan produksi benih. Menurut Suci Antoro, koordinator pembenihan BBPBL, jenis kerapu lain akan memijah secara alami jika pakan tercukupi. Berbeda dengan kerapu kertang yang tetap ogah bereproduksi meskipun cukup nutrisi.
Karena itu, BBPBL mencoba berbagai perlakuan khusus untuk merangsang pematangan dan pengeluaran telur. “Salah satunya dengan implantasi Luteinizing Hormone Releasing Hormone analogues (LHRHa) tiap dua bulan sekali,” ujar Suci. Implantasi hormon, lanjut dia, bisa dilakukan pada kerapu kertang karena ikan tersebut tidak memiliki tulang-tulang halus yang menghambat pemasukan implant dalam tubuh ikan.
Dua bulan setelah menetas, benih kerapu kertang tumbuh mencapai satu cm dan laku dijual seharga Rp1.500/ekor. Dan, dalam waktu empat bulan, kerapu ini mencapai ukuran 1–2 kg/ekor. Menurut Suci, pertumbuhan benih kerapu dapat dipacu dengan meningkatkan dosis pakan. “Tingkat kematian benih kerapu kertang relatif rendah karena sifat kanibalismenya tidak seganas kerapu macan atau kerapu tikus,” ujarnya.
Butuh Pakan Alami
Dengan ditemukannya metoda pembenihan kerapu kertang, diharapkan para pembudidaya ikan tertarik mengembangkannya, terutama di tingkal pendederan. Menurut Agus, pendederan kerapu kertang relatif tidak tergantung pada pakan impor. “Hanya larvanya saja yang diberi pakan berupa artemia. Sementara benih hingga ikan dewasa sudah bisa diberi pakan lokal,” jelasnya.
Meskipun sudah berhasil memijahkan kertang dengan metode implantasi hormon, BBPBL belum menyebarkan benihnya ke masyarakat. Menurut Agus, bila setelah tiga kali pemijahan hasilnya tetap baik, baru akan disebarkan ke pendeder. “Untuk itu BBPBL mempercepat pengembangan kerapu kertang yang diharapkan menjadi primadona perikanan di masa depan,” imbuh Agus.
Dibanding kerapu tikus dan kerapu macan, kerapu kertang memang masih terbilang baru dalam kancah budidaya ikan di Indonesia. Di tingkat pengusaha benih, pengusahaan kerapu baru pada tahap domestikasi induk, pemijahan, dan pembenihan yang belum sepenuhnya berhasil. Menurut Paiman, kerapu kertang masih bisa dipijahkan secara alami namun jumlah telur dan tingkat penetasan larvanya masih sangat rendah.
Selain itu, “Teknologi pemeliharaan larva hingga benih belum dapat dikuasai sehingga mortalitasnya masih tinggi,” ujar Paiman. Selama ini, para pembenih masih menggunakan teknologi pembenihan kerapu tikus dalam upaya mendapatkan benih kerapu kertang, sayangnya hingga kini belum berhasil. “Terutama dalam menentukan jenis dan jumlah pakan alami yang cocok,” ucapnya.
Selain kendala pakan alami, kerapu kertang rentan terhadap virus Viral Nervous Necrosis (VNN). Tanda-tandanya, kedua mata ikan membengkak dan berujung pada kebutaan. Selain itu, ikan juga mengalami peradangan dan luka yang kemudian menjalar ke sekujur tubuh. Tingkat ancaman VNN lebih tinggi ketimbang bakteri, jamur, dan parasit lainnya.
Enny Purbani T./Syanijal Datuk (Lampung).