Skala pemeliharaan ayam broilernya terbilang kecil tetapi kesempatan meraih keuntungan yang memadai tetap ada karena si peternak mampu berproduksi optimal.
Maman Surachman, peternak kemitraan ayam broiler di Palina, Sindang Heula, Serang, Banten misalnya, dapat mengantongi keuntungan bersih sebesar Rp6 juta—Rp7 juta per periode (dua bulan). Padahal sejak pertama menjadi peternak plasma pada 2003 hingga sekarang, populasi ayam yang dipeliharanya tetap 5.000 ekor.
Ketika ditemui AGRINA di peternakannya, Maman berkisah. Mula-mula pria kelahiran 1948 ini menjadi peternak plasma dari perusahaan perunggasan yang terintegrasi cukup besar di tanah air. Selama kurun waktu tiga tahun bermitra, ia merasakan penghasilannya belum dapat meningkatkan skala usahanya. “Makanya saya beralih ke perusahaan inti asal Korea Selatan ini dengan tujuan agar ada penghasilan lebih, sehingga dapat lebih mengembangkan usaha,” ungkapnya.
Pendapatan Naik
Sejak beralih perusahaan inti, Maman berhasil memperoleh laba lebih tinggi. Saat ini ia berhasil mencapai pendapatan kotor Rp7,5 juta—Rp8 juta per periode. Dipotong biaya, keuntungan bersih yang diperolehnya berkisar Rp6 juta—Rp7 juta atau Rp3 juta—Rp3,5 juta per bulan. Bahkan, pernah selama enam periode, peternakannya mendatangkan hasil kotor Rp9 juta per periode. Apa pasal? Ia mampu memproduksi ayam berukuran 1,2—1,4 kg/ekor dalam waktu 29 hari. Tentu saja pendapatannya per bulan lebih besar ketimbang rata-rata tersebut.
Padahal ketika pertama kali menjadi plasma, harga kontrak ayam hasil panen sebesar Rp6.500/kg. Dengan memproduksi ukuran 1,6—1,7 kg/ekor dalam 35—40 hari, keuntungannya sekitar Rp800 per ekor setelah dipotong biaya produksi yang sebesar Rp600—Rp700 per ekor. Jadi, keuntungan bersih Rp4 juta per dua bulan selama 18 periode. “Dengan rata-rata Rp2 juta per bulan, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja,” keluh ayah empat anak ini .
Itu cerita masa lalu. Kini Maman menikmati pendapatan yang meningkat lantaran harga kontraknya lebih baik, kisaran Rp7.000—Rp8.000 per kg dan ditambah adanya bonus sekitar 20% bila mampu produksi dengan baik. Di samping itu ada jaminan kerugian yang dibagi dua, 50% : 50% antara plasma dan inti. “Sehingga jika terjadi suatu kegagalan produksi, maka perusahaan inti turut menjamin kegagalan itu hingga setengahnya,” terang mantan petani ini.
Dibantu Inti
Maman mengaku, sebagai plasma, ia memperoleh pelayanan dari inti melalui para Technical Service (TS) perusahaan. “Sejak saya beralih, bimbingan dari perusahaan inti melalui tenaga bimbingan teknis benar-benar nyata dan kami rasakan manfaatnya bagi peternak,” jelasnya.
Lebih jauh ia membeberkan, dalam dua periode terakhir usahanya mengalami kegagalan produksi sehingga penghasilan dari satu periode cuma Rp2,5 juta. Penghasilan sebesar ini hanya cukup menutupi modal kerja. Setelah diskusi dengan para TS yang membimbingnya, ditemukan berbagai sebab kegagalan, di antaranya bibit ayam/day old chick (DOC) ketika itu merupakan strain baru yang membutuhkan proses adaptasi.
Untuk mengatasi akibat kegagalan itu, perusahaan tetap berkomitmen membantu peternak plasmanya dengan memberikan bantuan pinjaman biaya operasional untuk periode tersebut sekitar Rp4 juta. “Dengan adanya pinjaman ini, peternak tidak merasa dibutuhkan ketika produksi bagus saja, namun ketika rugi pun peternak diperhatikan,” papar bapak pria kelahiran Serang ini.
Selain itu, tentu saja sebagai peternak, Maman mendapatkan jaminan pembelian ayam dari perusahaan inti, harga penjualan ayam yang stabil, tidak perlu modal usaha sendiri, risiko kerugian kecil, dan tambahan pengetahuan teknologi budidaya. “Padahal, sebagai plasma kita hanya dibebani agunan lahan dan kandang kepada inti sebagai kesepakatan dalam bermitra,” katanya.
Kerjasama kemitraan ini diikat dalam surat perjanjian sehingga peternak sebagai plasma mendapatkan kepastian harga jual dan jaminan pasar ayam, sedangkan perusahaan sebagai inti mendapat jaminan pemasokan ayam dari peternak. Dengan adanya kepastian harga jual, inti akan menjamin harga minimum ayam siap jual dari plasma. Artinya, bila harga ayam di pasaran jatuh, peternak tidak akan dirugikan karena produksi ayam akan dibeli perusahaan inti dengan harga dasar yang telah disepakati. Lagi pula, “Pada saat panen, berat badan ayam akan ditimbang, lalu akan ada perhitungan ayam yang hidup dan pakan yang dihabiskan. Hasil hitungan ini akan mempengaruhi bonus yang akan kita terima,” ujar Maman mantap.
Yan Suhendar