Ketersediaan benih wotel hibrida tidak mampu memenuhi kebutuhan. Di sisi lain kualitas benih dari petani belum optimal sehingga berpeluang untuk ditingkatkan.
Kebutuhan benih wortel terus meningkat. Kurun 2003—2005, kebutuhan benih wortel berturut-turut sebanyak 82.778 kg, 93.047 kg, dan 94.913 kg. Sementara areal penanaman wortel berdasarkan angka tetap pada 2003 mencapai 23.651 hektar. Pada 2004 dan 2005, luasnya meningkat menjadi 26.585 hektar dan 27.118 hektar.
Selama ini, pemenuhan benih wortel berasal dari impor dan produksi petani sendiri. Pada 2004, benih wortel yang diimpor mencapai 5.881 kg. Benih sebanyak ini ditanam pada areal seluas 1.680 hektar, atau 6,31% dari total pertanaman wortel. Namun setahun kemudian, jumlah benih yang diimpor menurun menjadi 3.045 kg, dan hanya memenuhi 3,2% dari luas areal penanaman. Sementara itu benih produksi petani belum optimal.
Bisa Ditingkatkan
Kegiatan penangkaran benih wortel yang dilakukan petani di sentra produksi sebagian besar masih bersifat sambilan. Artinya, mereka melakukan perbanyakan benih hanya sebatas untuk mencukupi kebutuhannya sendiri, tanpa mengharapkan mutu dan menghiraukan prosedur penangkaran. Memang, dengan pengetahuan terbatas, ada beberapa petani yang sudah mengetahui cara untuk menghasilkan benih berkualitas.
Di lapangan tampak ada kesenjangan antara penangkaran yang dilakukan para petani dengan prosedur teknologi penangkaran benih
Contohnya, gerakan ini dipelopori kontak tani, tokoh masyarakat, dan Camat Tomohon Tengah-Sulawesi Utara, yang difasilitasi petugas lapang seperti penyuluh, Mantri Tani, Petugas Organisme Pengendali Tanaman (POPT/Pengamat Hama), Pengawas Benih Tanaman dan peneliti. Fasilitator ini membimbing dan memberikan motivasi kepada petani agar mampu memproduksi benih bersertifikat secara berkelompok (penangkar benih).
GP3W di Tomohon Tengah, Kota Tomohon, Sulawesi Utara, berpusat di Rurukan. Di wilayah ini terdapat 90 kelompok tani yang mengupayakan wortel dengan luas areal sekitar 250 hektar. Hampir seluruh petani di
Wortel produksi Rurukan dipasarkan ke Papua,
GP3W di Rurukan bisa berjalan lantaran melalui pendekatan:
1. Kelembagaan kelompok penangkar benih yaitu:
2. Kelompok tani yang sudah ada ditingkatkan kapasitasnya menjadi kelompok penangkar benih.
3. Petani-petani yang sudah biasa memproduksi benih sendiri bergabung menjadi kelompok penangkar benih.
4. Lahan penangkaran benih wortel dalam satu hamparan minimal 0,5 hektar/unit. Unit dikelola oleh kelompok penangkar benih secara intensif.
5. Pelayanan fasilitas:
6. Penyuluhan/bimbingan kelompok penangkar benih oleh penyuluh pertanian, pengawas benih tanaman, dan petugas pengamat
7. Teknologi produksi benih wortel dari Balai Penelitian Sayuran (Balitsa), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Sulawesi Utara dan fakultas pertanian setempat.
8. Modal antara lain bersumber swadaya kelompok, Dana Alokasi Khusus (DAK), Bantuan Langsung Masyarakat untuk Keringanan Investasi Pertanian (BLM-KIP), atau sumber lain
9. Komoditas wortel: sementara menggunakan varietas lokal yang sudah berkembang dan pasar tidak masalah serta tidak menutup kemungkinan mengintroduksi varietas yang lebih berkualitas.
10. Kelompok penangkar melalui pemberdayaan petani setempat diprioritaskan bagi petani yang sudah biasa memproduksi benih untuk mencukupi kebutuhan sendiri maupun dijual kepada petani lain.
GP3W di Rurukan diharapkan diimplementasikan juga di sentra-sentra pertanaman wortel di wilayah lain seperti Sumut, Jabar, Jateng, Jatim, dan Bengkulu.
Nana Laksana Ranu
Direktur Perbenihan & Sarana Produksi, Ditjen Hortikultura