Dengan menjalin kemitraan, H. Yatno mampu meningkatkan populasi 4 kali lipat.
Dalam dua tahun, H. Yatno, peternak kemitraan ayam broiler di Desa Kuranji, Taktakan, Serang, Banten, mampu meningkatkan populasi ayamnya hingga 4 kali lipat.
Awal 2005, ia memulai usahanya beternak ayam dengan populasi 6.000 ekor. Usahanya berkembang sehingga pada awal 2006 populasinya meningkat menjadi 9.000 ekor. Namun setelah satu setengah tahun bermitra dengan perusahaan integrasi terbesar di Indonesia, ia merasakan bisnisnya tidak dapat berkembang dengan cepat.
Karena itu sejak pertengahan 2006, ia berganti perusahaan inti ke perusahaan pakan ternak asal Korea Selatan yang ada di Banten. Langkahnya tak sia-sia. Dalam kurun 6 bulan, mantan karyawan sebuah perusahaan kimia ini mampu menambah populasi sebanyak 15.000 ekor. Kini ia memelihara 24.000 ekor yang ditempatkan dalam dua kandang. “Di kandang pertama, populasinya tetap 9.000 ekor, sementara yang 15.000 ekor lagi di kandang sewaan dengan sistem pembayaran Rp300 per ekor,” terang Yatno.
Untung Berlipat
H. Yatno lebih jauh merinci pendapatannya dari hasil bermitra dengan perusahaan inti pertama. “Kalau ditotal, satu periode selama 2 bulan, penghasilan bersih saya sekitar Rp4 juta. Ini hanya cukup memenuhi kebutuhan keluarga saja,” ungkap ayam dua anak ini.
Ketika itu, dengan pendapatan kotor sekitar Rp1.500/ekor, setelah dipotong biaya produksi yang mencapai Rp600—Rp700 per ekor, ia mengantongi laba sekitar Rp800 per ekor. Sementara, harga jual ayam ketika itu yang tercantum dalam kontrak Rp6.500/kilo, dan sebagai peternak plasma tidak mendapatkan bonus jika panennya melebihi target.
Berbeda dengan kemitraan sekarang ini, penghasilan Yatno meningkat karena keuntungan kotor yang diperoleh Rp1.800—Rp.2.000 per ekor, bahkan dapat menembus Rp2.300/kg. Sedangkan ongkos produksi hampir sama seperti sebelumnya, jika ada peningkatan pun hanya Rp100—Rp200 per ekor. “Dengan kemitraan baru ini, saya mendapatkan keuntungan lebih baik dibandingkan sebelumnya,” jelas lelaki berusia 38 tahun ini.
Dilihat dari kecepatan tumbuh ayamnya pun berbeda. Dulu untuk mencapai bobot 1,5 kg/ekor, dibutuhkan waktu 35—40 hari. Sedangkan yang sekarang dalam waktu 28—30 hari sudah mencapai bobot 1,4 kg/ekor. Dengan demikian, ia bisa menekan biaya produksi per periode.
Syarat Mudah
Menjadi peternak kemitraan broiler, menurut H. Yatno, ternyata tidak terlampau sulit. Banyak keuntungan yang ia dapat sebagai peternak mitra. Harga penjualan ayam hasil panen yang stabil karena dijamin, tidak perlu modal sendiri, pemasaran hasil panen terjamin, risiko kerugian kecil, ada tambahan pengetahuan tentang teknologi budidaya dari perusahaan inti, dan memperoleh bantuan kredit yang diberikan dalam bentuk sapronak.
Selain itu, peternak mendapatkan jaminan penanggungan kerugian yang tercantum dalam kontrak. Apabila peternak mitra mengalami kegagalan panen yang cukup parah, kerugian ini akan dibagi dua. “Padahal, sebagai peternak mitra, saya hanya memberikan agunan berupa lahan dan kandang kepada inti, sebagai kesepakatan kami dan inti dalam bermitra,” kata laki-laki kelahiran Subang, Jabar, ini.
Kerjasama kemitraan tersebut diawali dengan surat perjanjian sehingga ada saling mengikat antara plasma dan inti. Surat perjanjian ini bagi peternak sebagai plasma merupakan ikatan jaminan pemasaran dari ayam yang dihasilkan. Sementara dilihat dari sisi inti, perjanjian ini tak lain adalah jaminan pemasokan ayam dari peternak.
Yan Suhendar