Untuk membangun saling pengertian, Asian Agri melakukan pembinaan sejak dari hulu.
Komunikasi dan keterbukaan merupakan kunci keberhasilan Asian Agri Group dalam meningkatkan kesejahteraan petani plasma sawit. Di perusahaan sawit milik Sukanto Tanoto ini ada sekitar 28.910 keluarga petani yang menggantungkan hidupnya pada sawit. Kontribusi mereka terhadap produksi minyak sawit mentah (crude palm oil-CPO) perusahaan ini sekitar 30%.
Kasiyo, misalnya. Pria kelahiran Sragen, Jateng, 6 Maret 1956, pada Agustus ini saja bisa mengantongi Rp 5,6 juta dari lahan sawit satu kavling (2 hektar). Setelah dipotong biaya operasional, ayah dua anak ini masih bisa mengantongi pendapatan bersih Rp 4,5 juta-an.
Anggota KUD Usaha Tani Mandiri ini adalah peserta PIR-Trans (Perusahaan Inti Rakyat) Transmigrasi 1991 di Desa Air Putih, Lubuk Batu Jaya, Indragiri Hulu, Riau. “Setelah dipotong biaya hidup dan sekolah anak-anak, saya masih punya sisa Rp1,5 juta/bulan,’’ kata Kasiyo, ketika ditemui di lokasi, sekitar 3,5 jam dari Pekanbaru, Riau.
PIR-Trans & KKPA
Nasib Slamet Waldi, jauh lebih baik lagi. Petani kelahiran Temanggung, Jateng, 15 September 1959, ini sudah memiliki dua unit Toyota Kijang Innova dari hasil kebun sawitnya. Peserta PIR Trans 1991 ini dengan merendah hati mengaku hanya mempunyai beberapa kavling.
Tapi, menurut sumber AGRINA, ayah dua anak tersebut mempunyai 20 kavling melalui pola PIR-Trans dan 35 kavling melalui pola Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Maklumlah, Slamet pernah 15 tahun menjadi kepala desa di Kulim Jaya, Indragiri Hulu. Ia banyak membeli lahan rekan-rekannya yang tidak tahan hidup di daerah transmigrasi.
Melalui pola PIR-Trans, pengelolaan kebun ada di tangan petani. Sedangkan melalui pola KKPA, pengelolaan kebun di tangan perusahaan inti, dalam hal ini PT Inti Indosawit Subur, anak perusahaan Asian Agri Group, selama 25 tahun (sesuai umur tanaman sawit).
Menurut Ir. H. Rafmen, Koordinator Plasma/KKPA Asian Agri Group, pendapatan bersih petani kemitraan KKPA sekitar Rp1,5 juta per kavling per bulan, setelah dipotong cicilan kredit dan biaya operasional. Sedangkan untuk PIR-Trans, kreditnya sudah lunas. “Dengan KKPA ini enak, kami tinggal terima duit,’’ komentar Slamet Waldi, Sekretaris KUD Tani Bahagia.
Manfaat Bagi Petani
Tentu saja pendapatan petani tergantung pada produksi tandan buah segar (TBS) bermutu dan harga TBS. Dalam penentuan harga, menurut Sutarno Kudin, Ketua KUD Usahatani Mandiri, mereka bernegosiasi dengan perusahaan inti (pembeli TBS sawit), yang didampingi instansi terkait seperti Dinas Perkebunan. “Di sini terbuka. Tidak ada penekanan,’’ tegas Sutarno.
Untuk mendapatkan informasi harga dari luar, mereka mengakses harga CPO di Rotterdam, Belanda, melalui internet. Harga CPO ini berkorelasi dengan harga TBS sawit, bahan baku CPO. Selain itu, mereka mengumpulkan informasi harga dari media cetak dan TV. Pertengahan Agustus lalu, harga disepakati Rp1.405,32/kg TBS.
Perusahaan inti, menurut Rafmen, melakukan berbagai penyuluhan yang bermanfaat bagi petani sawit. Misalnya, mereka diminta agar tidak memanen TBS yang mentah. Selain harganya rendah, panen buah mentah itu merusak tanaman. “Para petani paham sehingga tidak ada buah yang dikembalikan atau tidak ada pemborosan,’’ katanya.
Dengan demikian dapat menekan konflik. “Sepanjang pembinaan ini dari hulu, mereka bisa mengerti,’’ lanjut Rafmen. Asian Agri Group mengerahkan petugas lapangan yang setiap hari berinteraksi dengan petani. “Kalau dari hulunya sudah oke, tak ada masalah,” tandasnya.
Syatrya Utama
TABEL : PENDAPATAN PETANI PER KAVLING (Rp/Bulan)
No
Diskripsi
Rp
A
Penjualan TBS
5.621.620
B
Biaya-biaya
Perawatan
192.720
Obat-obatan
96.000
Peralatan Panen
58.160
Pupuk
567.240
Transportasi
200.000
Lain-lain
250.000
Total biaya
1.364.120
Pendapatan (A – B)
4.257.500
Sumber : Diolah dari data Sutarno Kudin |
Asumsi : a. Produksi 4.000 kg TBS/kavling/bulan b. Harga Rp1.405,32/kg TBS c. Umur Tanaman Sawit 10 tahun ke atas |