Senin, 6 Agustus 2007

Kembangkan GMO Dengan Prinsip Kehati-hatian

Kembangkan GMO Dengan Prinsip Kehati-hatian

 

“GMO (Genetically Modified Organism) sebagai teknologi itu netral, bisa baik dan bisa juga buruk. Oleh karena itu sudah masanya dipromosikan secara besar-besaran tapi kita selalu memegang prinsip kehati-hatian,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancarai AGRINA

 

Mengapa demikian, bukankah teknologi GMO itu masih ada yang menolaknya?

Pengalaman saya pada 2003 memang demikian. Dihantam oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang anti-GMO karena Deptan membuat keputusan merilis secara terbatas benih kapas transgenik atau GMO. Sebenarnya bukan saya yang memulai tapi empat menteri, yaitu Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Meneg Pangan dan Hortikultura, serta Meneg Lingkungan Hidup, sebelumnya sudah mengizinkan untuk melakukan pengujian. Hasil uji tidak menunjukkan ada dampak negarif sehingga tidak ada alasan Deptan untuk tidak mengizinkannya, sekalipun kita harus berhati-hati. Apalagi hasil akhir kapas bukan untuk dikonsumsi, hanya sebagai bahan baku sandang.

Walaupun dirilis secara terbatas tetap saja LSM marah kepada Deptan. Dan mereka membawa masalah tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Untunglah di PTUN Deptan menang bahwa keputusan yang dibuat oleh Menteri Pertanian pada saat itu sudah benar.

Sebenarnya LSM kita kurang konsisten dalam hal ini. Mereka menolak produk GMO dalam negeri tapi tidak peduli dengan produk impor. Seharusnya importasi ini tetap harus mempraktikkan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu labelisasi produk-produk transgenik baik dalam negeri maupun impor harus dilakukan.

 

Bagaimana kelanjutannya penerapan teknologi GMO pada saat itu?

Karena masalah hukum yang belum stabil pada saat itu, akhirnya perusahaan yang mengajukan uji benih GMO itu mundur karena kita terlalu ribut. Mereka pergi ke India,  China, dan Brasil. Ternyata India, China, dan Brasil lebih maju daripada kita mengenai analisis ilmiah suatu teknologi. Dan mereka memutuskan untuk menerima benih-benih yang dihasilkan melalui teknologi GMO.

Hasilnya sekarang India menjadi eksportir kapas yang besar di dunia dan China meningkat produksi kapasnya karena menggunakan benih kapas GMO. Sedangkan Brasil menjadi produsen besar dan eksportir jagung dan kedelai yang digunakan untuk pangan dan bioenergi. Dan sampai saat ini produk GMO di sana belum menunjukkan tanda-tanda yang dapat membahayakan.

 

Mungkin saat itu kita belum memiliki laboratorium yang mampu mengujinya secara ilmiah?

Itulah masalah ketika itu. Sekarang sudah ada laboratorium yang mampu menguji GMO, maka secara ilmiah bisa memutuskan memberi izin atau menolak teknologi tersebut jika terdapat unsur negatifnya. Jadi, sama sekali bukan karena ada kepentingan bisnis atau kepentingan saingan bisnis, teknologi itu diizinkan atau dilarang. Tapi semuanya harus berdasarkan analisis ilmiah.

Laboratorium uji GMO tidak hanya mengetahui suatu produk mengandung GMO atau tidak, tapi mampu untuk mengetahui kadarnya. Informasi tersebutlah yang nantinya dicantumkan pada label. Hasil uji laboratorium ini dapat pula menjadi dasar keputusan kita berdasarkan analisis ilmiah, bukan berdasarkan perasaan, ideologi, atau kepentingan komersial belaka. Dan hingga saat ini belum ada yang dapat menunjukkan bahaya yang disebabkan oleh GMO. Oleh karena itu usaha-usaha uji laboratorium banyak manfaatnya.

Saat ini di Indonesia baru ada tiga laboratorium yang mampu menguji GMO, tentu masih belum cukup. Penduduk kita saja 200 juta lebih yang tersebar pada 14.000 pulau, sulit rasanya untuk dapat melayani itu semua. Tapi lebih baik sudah ada tiga laboratorium daripada tidak ada sama sekali.

Pekerjaan seperti ini menjadi sangat penting saat ini karena penduduk kita bertambah. Penduduk bertambah, makanan perlu bertambah, yaitu makanan yang bergizi dan sehat. Selain makanan, energi yang dibutuhkan akan lebih banyak dan itu bisa dihasilkan dari pertanian. Maka mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus menguasai teknologi GMO tapi selalu dengan prinsip kehati-hatian. Kesalahan masa lalu tidak usah menjadi beban, marilah kita perbaiki kesalahan itu.

 

Apakah informasi penggunaan teknologi ini perlu disampaikan kepada konsumen?

Selama ini kedelai, jagung, kapas, bahkan mungkin gula impor sebagian besar yang kita konsumsi adalah produk GMO tapi kita tidak mendapat informasi mengenai itu, karena memang tidak ada keharusan untuk itu. Sebaiknya, konsumen harus diberi informasi yang lengkap supaya mereka bisa memutuskan untuk memilih dan mengonsumsi produk GMO atau tidak.

Sudah saatnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan mengambil inisiatif untuk melakukan labelisasi produk makanan, minuman, dan obat yang mengandung GMO. Demikian juga dengan produk-produk yang kita ekspor sebaiknya melalui labelisasi unsur GMO yang dikandungnya sehingga tidak mengalami penolakan yang tidak perlu oleh negara importir.

Labelisasi ini bukanlah hal baru karena sudah banyak negara lain yang menerapkannya. Dengan demikian konsumen memperoleh informasi yang jelas bahwa ada produk yang dihasilkan dari teknologi GMO dan ada yang tidak, terserah konsumen memilihnya.

 

Untung Jaya

 

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain