Senin, 6 Agustus 2007

Berbagai Rezeki di Bisnis Pepaya

Berbuah sepanjang tahun dan harga jual yang relatif stabil menjadikan pepaya sebagai buah pembawa berkah petani di  Kec. Bantur, Malang, Jatim.

Kasri, salah satu contoh petani pepaya sukses asal Desa Karangsari, Kecamatan Bantur, Malang. Lelaki paruh baya ini telah bergelut di usaha tani pepaya sejaka 13 tahun lalu dan menjalin kemitraan dengan petani di sekitar lahannya. Ia beralih dari tanaman tebu ke pepaya karena, menurutnya, pepaya lebih menguntungkan. Pasalnya, pepaya dapat berbuah tanpa mengenal musim,"Beda dengan tebu atau salak yang waktu panennya tertentu," ujarnya.

 

Bertanam di Lahan Sewa

Kabupaten Malang merupakan salah satu sentra perkebunan pepaya di Jatim. Populasi tanaman pepaya di kabupaten tersebut tersebar di Kecamatan Kepanjen, Bululawang, Gondanglegi, Dampit, Bantur, dan Turen.Jenis pepaya yang dikembangkan adalah varietas Dampit dan Bangkok. Walaupun varietas tersebut tidak lagi menjadi tren, tapi petani tetap menyukainya karena bobot buahnya yang besar.

Menurut data Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, produksi pepaya di Kabupaten Malang  2005 mencapai 23.361 ton, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 4.557 ton. Sedangkan harga pepaya relatif stabil, berkisar Rp360—Rp490 per kg atau rata-rata Rp420 per kg.  Produksi pepaya asal Malang umumnya dilempar ke pasar Jakarta, Surabaya, dan kota besar lainnya.

Di Kabupaten Malang, setidaknya terdapat 500 keluarga tani yang mengusahakan tanaman asal Karibia ini meskipun kepemilikan lahan rata-rata hanya 0,3 hektar. Untuk menyiasati minimnya lahan, para petani umumnya menyewa lahan. Kasri misalnya, saat ini mengelola sekitar 25 hektar lahan sewa di kawasan Gunung Kawi, Dampit, dan Gondang Legi. Dari luasan itu, hanya sebagian kecil yang milik dia. “Lebih banyak yang sewa atau kerjasama dengan Perhutani,” aku ayah tiga anak ini.

Dengan sewa, modal yang dibutuhkan untuk mengelola satu hektar kebun pepaya kurang lebih Rp15 juta. “Biaya sewa lahan di sini sekitar Rp7 juta—Rp8 juta per hektar, sedangkan ongkos produksi sekali tanam Rp6 juta—Rp7 juta,” jelas Kasri. Rata-rata produksi pepaya sekitar  75.000 kg per hektar dengan harga jual Rp500 per kg. Jadi dari panen pertama saja (umur 9 bulan), modal sudah kembali. Malahan dia dapat untung sebanyak Rp7,5 juta.

 

Semua Dapat Berkahnya

Berkah pepaya tidak singgah di kantong petani semata. Banyak anggota masyarakat yang juga mengais rezeki di bisnis ini, pemetik buah salah satunya. Untuk memanen sehektar  tanaman pepaya dibutuhkan sedikitnya lima orang pemetik dan pemikul. Satu hari kerja  mereka menerima upah Rp15.000. Padahal, menurut data BPS, pada 2005 lahan pepaya produktif di wilayah itu diperkirakan mencapai 129.046 hektar.

Berikutnya ada para pengepul, pedagang besar, dan pedagang kecil atau  pengecer, bahkan tengkulak pun turut mendapat rezeki dari pepaya. Satu lagi kelompok yang terlibat di bisnis buah sumber Vitamin A dan C ini adalah penangkar bibit yang banyak terdapat di Kecamatan Gondanglegi. “Dari 500 m² lahan yang digunakan untuk penangkaran, keuntungannya mencapai Rp2 juta per bulan,” ujar Kasin, penangkar benih pepaya.

Menurut Kasin, setiap hari ada saja yang membeli, bahkan ada yang dari luar kota sengaja memesan bibit. Para penangkar bibit tersebut biasanya mempekerjakan ibu-ibu untuk menanam biji, menyiram, dan merawat bibit. Mereka menerima upah Rp15.000—Rp20.000 per hari.

 

Tri Agus Abdi Sholeh (Kontributor Malang)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain