“Sejak awal sudah saya perkirakan bahwa program stabilisasi harga (PSH) minyak goreng sulit mencapai tujuannya, yaitu menurunkan dan menstabilisasi harga minyak goreng,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, saat diwawancarai AGRINA.
Kenapa Bapak sejak awal bisa memperkirakan PSH ini sulit berhasil?
Alasannya, belum pernah ada stabilisasi harga berhasil jika diserahkan kepada para pengusaha secara sukarela. PSH haruslah merupakan program pemerintah yang dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah. Pemerintah tampaknya mau enaknya saja dan pengusaha tidak berani mengatakan tidak, kendati pun dia tidak yakin itu bisa dia lakukan dengan baik apalagi dalam jangka panjang.
Agribisnis kelapa sawit melibatkan banyak asosiasi dengan banyak anggota yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Bahkan kecurigaan antarsesama mereka sudah menjadi rahasia umum. Oleh karena itu jika mereka diminta untuk bekerjasama secara sukarela, apalagi dalam waktu yang sangat singkat, maka tidak banyak bedanya dengan meminta kucing dan harimau bekerjasama. Bahkan PTPN yang milik pemerintah saja masih berkeberatan melaksanakan program tersebut.
Jika PSH tidak berhasil, pemerintah mengancam akan menerapkan pajak ekspor (PE) tambahan. Bagaimana akibatnya?
Saya heran juga kenapa pemerintah mengatakan akan menerapkan PE tambahan. Apakah PSH sebagai satu kebijakan tidak dipikirkan dengan matang-matang sebelum dilakukan? Sebaiknya PSH itu direncanakan dengan matang dan dilakukan secara baik sampai mencapai tujuannya. Walaupun seperti saya katakan tadi ini sulit berhasil.
Jika toh pemerintah mengenakan PE tambahan, saya juga tidak yakin hal itu akan mencapai tujuan semula yang ingin menurunkan dan menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri. Kenaikan harga minyak goreng disebabkan kenaikan harga CPO internasional. Jika PE tambahan diterapkan, maka harga internasional akan lebih tinggi lagi. Dengan adanya harga dalam negeri yang secara artifisial lebih rendah daripada harga internasional akan menyebabkan potensi penyelundupan. Kalau penyelundupan terjadi, harga di dalam negeri akan menyesuaikan dengan kenaikan harga internasional. Akhirnya tujuan stabilisasi tidak akan tercapai.
PE tambahan telah kita alami pada akhir tahun 1990-an. Pengenaan PE tambahan tidak mampu menstabilkan harga dan tidak menambah pundi-pundi pemerintah tapi malah menimbulkan pencari-pencari rente baru yang sangat merugikan pada kerjasama saling mempercayai antara pemerintah, pengusaha, dan petani. Bahkan ini menghambat perkembangan peningkatan produktivitas dan perluasan usaha perkelapasawitan.
Memang dengan PE tambahan pendapatan pemerintah pada satu kantong akan meningkat tetapi di kantong yang lain akan berkurang karena pajak penghasilan perusahaan akan berkurang. Jadi secara keseluruhan terhadap pundi-pundi negara tidak banyak bedanya. Namun kekacaubalauan akan terjadi karena kebijakan PE tambahan tadi.
Apa yang sebaiknya dilakukan?
Yang sebaiknya dilakukan adalah mengkaji dengan baik apakah memang stabilisasi harga minyak goreng itu suatu hal yang penting dilakukan karena minyak goreng bukanlah barang yang strategis. Tapi kalau toh pemerintah mengatakan itu suatu yang strategis, PSH harus diambil over dari tangan pengusaha swasta kepada pemerintah.
Sebagai langkah awal pemerintah menetapkan apa tujuan spesifik PSH dan siapa yang akan mendapatkan manfaat dari kebijakan ini. Berapa besar manfaat yang akan diperoleh? Pihak mana yang akan membayar keseluruhan biaya untuk kebijakan tersebut dan bagaimana mekanisme pembiayaannya? Bagaimana dengan pembagian tugas dan tanggung jawabnya? Yang penting juga, bagaimana mekanisme pemantauan dan evaluasi dari input, proses, dan output kebijakan dan program? Apakah model raskin dan minyak dapat dipertimbangkan menjadi contoh?
Bila program ini diambil over oleh pemerintah, maka pemerintah harus menyiapkan lembaga atau organisasi pelaksana kebijakan itu, misalnya Perum Bulog. Memang Perum Bulog dibentuk untuk melaksanakan program seperti ini. Dan seluruh biaya sebagai akibat dari kebijakan itu dibiayai dari mekanisme anggaran pemerintah yang ada. Para pengusaha cukuplah menjadi pembayar pajak yang baik. Dan pemerintah menjadi pemungut pajak yang baik. Dan hasilnya dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan kebijakan ini.
Bagaimana menghindari kebijakan-kebijakan yang sifatnya mendadak?
Untuk mencegah hal itu terjadi, berulang-ulang pemerintah perlu mengelakkan membuat kebijakan-kebijakan ad hoc dan beralih pada kebijakan yang komprehensif dan konsisten satu sama lain di bidang agribisnis yang berbasis kelapa sawit ini. Dan kebijakan perkelapasawitan ini harus merupakan bagian yang integral dari kebijakan perekonomian nasional.
Bila hal itu dilakukan, berarti pemerintah ikut memfasilitasi bertumbuhnya agribisnis berbasis kelapa sawit nasional yang berkelanjutan, berdaya saing, menyerap tenaga kerja yang sangat besar, serta menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Dengan demikian agribisnis berbasis kelapa sawit bisa menjadi sumber kebanggaan nasional sebagai produsen dan eksportir terbesar di dunia dalam bidang minyak sawit dan turunannya.
Untung Jaya