“Harga beras yang naik luar biasa beberapa bulan terakhir membuat Bulog banyak mendapatkan kritik bahkan disalahkan. Barangkali Bulog bisa disalahkan tapi tidak sepenuhnya salah Bulog,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian Periode 2000—2004, saat diwawancarai AGRINA. Berapa kenaikan harga beras belakangan ini? Belakangan ini terjadi gonjang-ganjing yang luar biasa mengenai harga beras kita. Harga meningkat dari rata-rata Rp2.200/kg untuk beras kelas medium pada akhir 2004 menjadi sekitar Rp6.200/kg pada akhir 2006. Bahkan sejak akhir tahun lalu hingga awal 2007 naiknya harga beras terasa sangat luar biasa. Mengapa Bulog sebagai stabilisasi harga tidak sepenuhnya salah? Status dan peranan Bulog dalam stabilisasi harga beras nasional sekarang sudah berubah. Bulog yang dulunya Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) kini telah berubah menjadi Perum. Perubahan status Bulog itu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2003 tentang Pendirian Perum Bulog. Kemudian diubah berdasarkan PP No. 61 tahun 2003 tentang Perubahan atas PP No. 7 tahun 2003 tentang Pendirian Perum Bulog. Semasa Bulog sebagai LPND, ia tidak hanya sebagai pelaksana kebijakan stabilisasi harga beras tetapi juga menjadi perumus kebijakan, paling sedikit salah satu perumus kebijakan. Kepala Bulog kala itu kendati pun bukan anggota kabinet tapi di bidang kebijakan pangan dia langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Sedangkan sebagai perum, peran Bulog hanyalah pelaksana kebijakan dan statusnya hanya sebagai salah satu BUMN yang bertanggung jawab kepada Meneg BUMN. Siapa yang menjadi perumus kebijakan perberasan? Kebijakan mengenai perberasan secara khusus dan pangan pada umumnya menjadi tugas dari suatu dewan yang dibentuk oleh Presiden melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 132 Tahun 2001 tentang Dewan Ketahanan Pangan. Dewan ini diketuai langsung oleh Presiden dengan ketua hariannya Menteri Pertanian. Dan anggota DKP terdiri dari Menteri Dalam Negeri; Menteri Pertahanan; Menteri Keuangan; Menteri Perindustrian dan Perdagangan; Menteri Kehutanan; Menteri Kelautan dan Perikanan; Menteri Perhubungan; Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah; Menteri Kesehatan; Menteri Sosial; Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Kepala Badan Urusan Logistik; Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan; dan anggota merangkap sekretaris adalah Kepala Badan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian. Dewan ini menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan kebijakan yang sudah dirumuskan di bidangnya. Sesudah Bulog menjadi perum, penugasan oleh pemerintah hanya menyangkut beras. Dan untuk penugasan itu Perum Bulog berhak mendapatkan sumberdaya melalui APBN. Sedangkan Bulog sebagai perum, ia harus mencari keuntungan untuk membiayai dirinya. Perum Bulog ditugaskan DKP untuk membeli gabah dari petani pada harga penetapan pemerintah (HPP) yang ditetapkan oleh dewan dengan Inpres. Tugas berikutnya menyalurkan beras untuk masyarakat miskin atau raskin. Dan Perum Bulog melakukan operasi pasar (OP) jika diperlukan atas perintah DKP melalui Menteri Perdagangan. Jadi yang bertanggung jawab terhadap ketahanan pangan adalah DKP? Ya. Tanggung jawab mengenai ketahanan pangan di mana stabilisasi harga salah satu di antaranya itu adalah DKP. Jadi jika Perum Bulog gagal berarti kegagalan pemerintah atau DKP sebagai perumus kebijakan yang memberi tugas kepada Perum Bulog. Pemerintah tidak hanya perumus kebijakan tapi dia juga harus menyediakan sumberdaya, dan memantau pelaksanaannya. Oleh sebab itu beras yang ada di gudang Bulog itu adalah beras pemerintah karena dibeli dengan dana APBN. Demikian pula impor beras oleh Perum Bulog, itu pun penugasan dari pemerintah. Dan hendaknya dewan itu merumuskan kebijakan yang tidak kontradiksi satu sama lain. Misalnya, Perum Bulog ditugaskan untuk membeli beras dengan HPP, kebetulan harga pasar lebih tinggi daripada HPP sehingga Perum Bulog tidak bisa melaksanakan tugasnya. Tidak ada inisiatif dari dewan untuk memberikan fleksibilitas kepada Perum Bulog untuk melakukan pembelian di atas HPP yang sudah ditetapkan. Sebaiknya HPP bisa dibuat fleksibel, berubah setiap bulan atau sesuai kebutuhan, jadi tidak harus ditetapkan setahun sekali. DKP juga harus pintar-pintar memberikan instruksi dan sumberdaya supaya Perum Bulog bisa bekerja dengan baik. Jika Perum Bulog gagal melaksanakan tugasnya berarti si pemberi tugas juga gagal. Bahkan tanggung jawab yang lebih besar ada pada pemberi tugas. Apa harapan kepada Kepala Perum Bulog yang baru? Kepala Perum Bulog yang baru sebaiknya benar-benar mempelajari kembali makna dari perubahan status dan peranan Perum Bulog. Di samping itu, ia lebih proaktif lagi untuk mengklarifikasi kebijakan dan program pemerintah di bidang perberasan agar Perum Bulog tidak mengalami kesulitan. Bahkan Perum Bulog yang memiliki pengalaman, personil, dan sumber daya yang cukup besar sebaiknya proaktif mengusulkan kebijakan-kebijakan perberasan pada masa mendatang. Selain itu, juga perlu komunikasi yang lebih baik mengenai status dan peranannya sebagai perum kepada masyarakat supaya ekspektasi masyarakat tidak salah terhadap Perum Bulog. Dan agar Perum Bulog lebih sehat sebagai perusahaan, maka jangan hanya mengurus beras, tetapi memulai inisiatif bisnis pangan lainnya yang dapat memberikan keuntungan kepada Bulog sendiri. Untung Jaya