Manajemen hijauan pakan yang baik akan meningkatkan produksi susu, efisiensi biaya, dan keberlanjutan industri.
Prof. Dr. Ir. Nahrowi Ramli, M.Sc, Ahli Teknologi Pakan CENTRAS IPB University menjelaskan, peningkatan produktivitas susu sapi di Indonesia bisa dilakukan dengan pendekatan pakan. Sayangnya berdasarkan fakta di lapangan, peternak lebih banyak mencari hijauan pakan dengan menghabiskan waktu yang cukup lama. Di samping itu, jenis hijauan pakannya hanya rumput tanpa ada varian lainnya. Dan ketika menghadapi musim kemarau, ketersediaan pakan tidak terjamin. Belum lagi kualitas konsentrat yang berfluktuasi.
”Konsentrat kulitasnya jelek karena pengawasan tidak ketat dibandingkan pengawasan industri unggas. Kita memang bermasalah untuk konsentrat di sapi. Kalau bahan jelek, sapi juga akan bermasalah. Dampaknya, kita lihat skor sapi yang diberikan makanan ala kadarnya menjadi rendah dan tidak normal. Pakan jelek maka produksi anakannya menjadi sangat rendah,” ujarnya. Lantas, bagaimana solusinya?
Langkah Strategis
Nahrowi menawarkan tiga solusi, yaitu peternak fokus pada pemberian pakan, pemeliharaan, dan kesehatan. Kemudian, ”Penyediaan pakan itu jadi urusan fasilitasi koperasi atau pabrik pakan sehingga peternak menikmati beternaknya. Kita dari peneliti dan pemerintah seharusnya memberikan pendampingan yang bagus, jangan hanya masalah saja didampingi tapi pendampingan terjadwal,” ulasnya dalam webinar ‘Revolusi Pakan Ternak: Indigofera sebagai Kunci Hijauan Berkualitas untuk menggenjot Produktivitas Sapi Perah Indonesia’ pada Desember 2024.
Doktor bidang Biokimia Mikroba dari University of Ehime, Jepang menguraikan, langkah strategis yang bisa dilakukan adalah ada kemitraan pakan. Koperasi atau industri pakan menyediakan hijauan segar, silase, blok hay, dan konsentrat atau pakan komplet secara rutin. Kemudian, distriusi atau rantai pasok yang efisien dan tidak panjang. Termasuk, pembangunan gudang pakan sentral dengan distribusi terjadwal ke peternak.
Berikutnya, ada pendampingan ahli dalam bentuk kolaborasi dengan perguruan tinggi untuk pelatihan pemeliharaan sapi dan pemantauan kesehatan ternak. Lalu, fokus peternak hanya pada pemberian pakan, kebersihan kandang, dan pemeriksaan ternak. Terakhir, pembiayaan fleksibel, yaitu berupa skema potongan pembayaran berbasis hasil susu dengan insentif bagi peternak berprestasi. Dengan langkah strategis tersebut, Nahrowi optimis, ”Saya yakin bisa mengubah kondisi sapi perah di Indonesia.”
Pengelolaan Pakan
Menurut Nahrowi, tantangan pengelolaan hijauan pakan yaitu ketersediaannya sepanjang tahun dan kerusakan akibat penyimpanan yang buruk. Kemudian, yang harus diperhatikan pula ialah bagaimana mengelola pakan untuk meningkatkan kualitasnya dan menyimpannya agar tersedia lama.
”Sekarang kalau kita mengolah, pasti dipanen dulu. Panen kalau mau revolusi, kita tanam skala besar. Luasannya jangan 10 ha, harusnya sampai ribuan ha. Tanam 10 ha itu kecil buat industri sapi perah, harusnya di atas ribuan ha kalau mau aman,” papar pria kelahiran Jakarta, 25 April 1962 itu. Permasalahannya, peternakan tidak punya lahan. Karena itulah ia menyarankan untuk bermitra antara pihak yang memproduksi pakan dengan penggunanya.
Waktu optimal untuk pemanenan hijauan pakan di fase vegetatif sebelum tanaman berbunga. Selanjutnya, hijauan pakan tersebut harus dicacah supaya ukuranya pas. Ukuran ideal pencacahan sebesar 1:2 cm untuk memaksimalkan konsumsi. Kemudian, teknologi yang sekarang banyak dikembangkan yaitu fermentasi. Fermentasi anaerob menggunakan silo atau plastik kedap udara. Keuntungannya, masa simpan hijauan pakan bisa sampai satu tahun.
”Banyak dari kita itu sudah melakukan fermentasi. Bukan salah, itu tidak salah. Tapi itu cara pas untuk Indonesia karena kita ada dua musim, hujan dan kemarau. Kalau kemarau, tidak jadi masalah kita keringkan. Tapi kalau musim hujan, kita tidak sempat ke pengeringan kecuali kita punya alat. Maka, dibuat fermentasi tidak masalah,” urai lulusan Master of Science bidang Nutrisi dari Upsala University, Swedia itu.
Hanya saja, lanjut Nahrowi, untuk pakan sapi perah ukurannya adalah indeks bahan kering menjadi meningkat. Hal tersebut perlu dipertimbangkan sehingga bahan kering harus dilayukan lebih dahulu dalam bentuk silase. Selanjutnya, pengeringan hijauan pakan dengan kadar air yang ideal di bawah 15% untuk mencegah timbulnya jamur.
Prinsip penyimpanan hijauan pakan yang baik yaitu ruangan bersih dan bebas hama serta ada ventilasi untuk mencegah kelembapan. Perihal teknis penyimpanan, terang Ketua Masyarakat Perkelincian Indonesia (MAKINDO) itu, peternak banyak menyimpan bahan-bahan fermentasi karena akan dibuat secara fermentasi. “Seperti kita lihat, ada pakai baker untuk membuat silase. Ini yang paling bagus karena menyediakan cepat, murah, dan bisa dipakai untuk banyak peternak. Tapi kalau pakai drum, kalau tidak pakai alat, saya pikir menghabiskan banyak waktu hanya untuk mengisi drum-drum itu,” terangnya.
Pada sistem pergudangan, sambungnya, menggunakan prinsip first in first out (FIFO). Artinya, yang masuk duluan akan dikeluarkan lebih dulu dan yang masuk belakangan akan dikeluarkan belakangan. ”Kalau (hijauan pakan) kita olah, gudangkan dengan bagus maka bisa mengejar target yang kita inginkan. Berapa efisiensi biaya, produksi bertambah berapa banyak, dan keberlanjutannya bagaimana, itu bisa kita lakukan kalau memang sudah melakukan pengelolaan dengan bagus,” jelasnya.
Karena itu, keunggulan manajemen hijauan pakan yang baik akan meningkatkan produksi susu, efisiensi biaya, dan keberlanjutan industri.
Windi Listianingsih, Peni SP, Sabrina Y