Menerapkan praktik berkelanjutan akan mendekatkan diri pada kebutuhan pasar.
Transformasi rantai pasok kelapa sawit menjadi catatan penting untuk menjamin kepercayaan pasar bahwa industri kelapa sawit Indonesia telah menerapkan prinsip keberlanjutan (sustainability). Untuk meningkatkan kesadaran penerapan praktik kelapa sawit yang berkelanjutan di mata rantai pasok paling hulu, khususnya para petani swadaya, Sinar Mas Agribusiness & Food meluncurkan inisiatif Realising Indonesian Smallholder Empowerment (RISE).
Stephan Sinisuka, Head of Corporate Communications Sinar Mas menjelaskan, inistiafif ini mendukung penanaman kembali petemajaan sawit dengan meningkatkan akses terhadap benih yang berkualitas tinggi dan pembiayaan, serta mendorong adopsi praktik pertanian berkelanjutan melalui pelatihan. ”Ini menjadi inisiatif yang bertujuan meningkatkan praktik berkelanjutan dalam pertanian serta meningkatkan pendapatan para petani Indonesia,” ujarnya.
Sawit Terampil
Dalam Diskusi Panel “Peluncuran Inisiatif RISE dan Perayaan Sertifikasi RSPO” di Jakarta, Rabu (4/12), Stephan menjelaskan, ada 2 program utama yang berlangsung di bawah inisiatif RISE. Pertama, dukungan pada Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dalam menyediakan akses benih berkualitas sehingga petani dapat meningkatkan produktivitas dan hasil panen. Kedua, Program Sawit Terampil yang mendorong adopsi praktik pertanian sawit berkelanjutan melalui pelatihan.
”Program ini memberikan pelatihan kelompok dan dukungan individu untuk membimbing petani dan meningkatkan budidaya dan mempersiapkan mereka memperoleh sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dan RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil),” terang Stephan.
Menurut Helena Delima Lumban Gaol, Head of Smallholders Innovation Department Sinar Mas, Program Sawit Terampil berlangsung sejak 2020 dan fokus melatih petani swadaya yang memasok tanda buah segarnya (TBS) ke pabrik kelapa sawit (PKS) yang mengantarkan CPO (crude palm oil, minyak sawit mentah) atau PKO (palm kernel oil, minyak inti sawit)-nya ke parik pengolahan (refinery) Sinar Mas. ”Jadi yang kami bantu adalah para petani pemasok ke PKS karena Sinar Mas juga punya banyak refinery. Petani-petani ini secara direct dan indirect sebagai pemasok penting ke Sinar Mas,” ulasnya.
Melalui Sawit Terampil, Hero Sanjaya, Head of Supplier Compliance Sinar Mas menambahkan, pihaknya ingin mengajak petani swadaya lebih kompetitif di era globalisasi ini. “Kalau kita nggak mau berubah, nggak bertrasformasi, kita akan tertinggal di pasar. Kita mau mereka lebih produktif dan salah satu caranya mereka harus mau bertransformasi. Paradigma ini ingin kita arahkan ke mereka, salah satunya mereka mau bertransformasi,” urainya.
Hero mengutarakan, petani memiliki keterbatasan secara ekonomi. Karena itu, Program Sawit Terampil diberikan secara cuma-cuma alias gratis untuk mendukung transformasi petani. ”Petani ini konvensional sekali, makanya Sawit Terampil itu salah satu praktik pertanian terbaik yang kita kenalkan supaya mereka bertransformasi, bisa lebih sustainable,” imbuhnya.
Walaupun tidak ada biaya yang dikenakan ke petani, Helena mengungkap, tim lapang Sinar Mas menghadapi tantangan yang cukup besar dalam mempromosikan Program Sawit Terampil. ”Karena petani akan tanya manfaatnya buat saya apa. Karena mereka pikir, kami sudah kelola kebun sepuluhan tahun dan akan dapat apa. Hal-hal seperti yang selalu ditanyakan,” terangnya yang memimpin Program Sawit Terampil.
Menurut Helena, hingga Oktober 2024 Program Sawit Terampil telah melatih lebih dari 9.000 petani swadaya. Mereka tergabung dalam rantai pasok Sinar Mas di beberapa kabupaten di Aceh dan Langkat, Sumatera Utara. Sinar Mas juga berencana untuk memperluas Program Sawit Terampil dengan menjangkau 100 ribu petani yang dilatih pada tahun 2035. ”Sinar Mas punya komitmen hingga akhir 2025 melatih 10 ribu petani. Saat ini sudah melatih lebih dari 9.000 petani. Komitmen kita melatih sampai mereka siap mengadopsi praktik baik. Dari 10 ribu ini paling nggak 10%-nya mengadopsi praktik-praktik terbaik,” ucapnya.
Pelatihan Program Sawit Terampil, buka Helena memang tidak langsung dirasakan manfaatnya. Jika dilihat dari kacamata peningkatan produktivitas, setidaknya 12 bulan setelah menerapkan praktik baik barulah petani merasakan dampaknya. Praktik baik yang diajarkan berupa hal mendasar, seperti tidak menyemprot pestisida secara menyeluruh sehingga kebun tidak perlu terlalu bersih, memperhatikan letak pupuk yang diberikan ke tanaman, mencermati saat yang pas memanen sawit, dan mencatat semua aktivitas yang dilakukan di kebun.
Dengan memperhatikan waktu panen yang pas, kualitas hasil panen akan semakin baik dan petani bisa memperoleh harga yang sesuai dan lebih bagus dibandingkan panen asalan. Dengan mencatat biaya operasional kebun dan hasil panen, petani akan mengetahui jumlah dana yang dikeluarkan dan keuntungan yang didapat.
”Maka yang kita latih, mencatat semua di sebuah catatan kebun. Gunanya, mereka melihat kebun ini sebagai usaha kecil yang mereka jalani, bukan sekadarnya saja. Di akhir tahun mereka melihat berapa pengeluarannya selama ini untuk upah, biaya pupuk, panennya berapa kali setahun. Mereka akan berpikir bagaimana meningkatkan panen ke depannya,” cetus Helena.
Sertifikasi RSPO dan ISPO
Dari 9.000 petani yang mengikuti pelatihan Program Sawit Terampil, urai Helena, sebanyak 800 petani sudah tersertifikasi RSPO. “Artinya, ada 10% petani yang kita latih, sudah mengadopsi praktik-praktik terbaik. Buktinya, mereka sudah mendapat sertifikat RSPO. Kita dorong juga ke (sertifikasi) ISPO,” tukasnya.
Maka, pada kesempatan ini pula Sinar Mas mengumumkan pencapaian menggembirakan Program Sawit Terampil, yaitu Koperasi Jasa Sawit Lepan Jaya (KJSLJ) dari Langkat, Sumatera Utara kembali berhasil meraih sertifikasi RSPO. Koperasi yang beranggotakan 250 petani swadaya dengan luas kebun 368 ha itu merupakan koperasi petani swadaya kedua yang berhasil meraih sertifikasi RSPO melalui Program Sawit Terampil. Sertifikasi diberikan kepada Ardiyanto, Manajer Grup sekaligus ketua KJSLJ dalam acara RSPO Roundtable Conference (RT) di Bangkok, Thailand yang berlangsung pada 11-13 November 2024.
“Ini merupakan tonggak penting bagi para petani yang berpartisipasi dalam Program Sawit Terampil yang ingin mendapatkan sertifikasi keberlanjutan RSPO. Tujuan utama program ini adalah untuk menerapkan praktik-praktik perkebunan terbaik, membantu mempersiapkan para petani untuk memenuhi syarat-syarat keberlanjutan yang ada dan juga memenuhi peraturan pemerintah Indonesia,” papar Helena.
Selain itu, ada CV Perangin-angin Grup (PAG) yang beranggotakan 299 petani di Aceh Subulussalam juga mendapatkan rekomendasi dari Certification Body untuk mendapatkan sertifikasi RSPO. Di akhir 2023 peserta Program Sawit Terampil yang pertama, Perkumpulan Sejahtera Petani Nusantara (PSPN) dari Aceh Utara beranggotakan 270 orang seluas 250 ha berhasil meraih sertifikasi RSPO.
Helena menjelaskan, “Istilahnya initial yang pertama. Tahun ini sudah surveillance audit, itu sudah dapat rekomendasi untuk mendapatkan sertifikasi atau mempertahankan sertifikasinya. Jadi, yang 2 lagi masih menunggu sertifikasi. Kalau semua lancar, ada 800 petani sudah dapat sertifikasi RSPO. Ada 1.600 ha lahan petani sudah dinyatakan dikelola secara berkelanjutan.”
Windi Listianingsih